Jakarta merupakan kota besar yang kerap dijadikan pelarian bagi para perantau. Kota yang pernah mendapat gelar sebagai Daerah Khusus Ibukota itu membuat banyak orang dari berbagai pelosok daerah berlomba-lomba mengubah nasib disana.
Sama halnya dengan Thunder. Usai menikahi Elena, berbekal sisa-sisa uang tabungannya, dia membawa sang istri pergi merantau ke Jakarta. Berniat untuk mencari pekerjaan dan membangun kehidupan yang dirasa lebih makmur.
Hari pertama mereka habiskan untuk mencari tempat tinggal. Berkeliling kesana kemari hingga akhirnya sebuah kontrakan kecil di suatu kompleks berhasil mereka huni. Tak lama kemudian, Thunder mendapatkan pekerjaan dengan penghasilan yang lebih dari cukup untuk menghidupi rumah tangga kecilnya.
10 bulan lamanya mereka menempati kontrakan itu. Setelah tabungan Thunder dirasa telah cukup untuk membeli rumah, mereka segera berpindah ke rumah baru. Rumah yang sedikit lebih luas daripada kontrakan mereka sebelumnya.
Segalanya berjalan baik. Sepasang pengantin baru itu begitu berbahagia dalam membangun rumah tangga mereka. Siapapun pasti merasa iri dengan keharmonisan antara suami-istri tersebut, seolah rumah tangga Thunder dan Elena tidak memiliki beban sedikitpun.
Namun nyatanya, semua kebahagiaan itu tak sebanding dengan suasana rumah yang begitu sepi. Karena setelah pernikahannya hampir berusia dua tahun, Elena tak kunjung dikaruniai anak.
Sudah berbagai macam cara mereka coba. Namun kelainan pada rahim Elena selalu menjadi penghambat. Hingga Elena hampir memilih pasrah. Menerima takdir yang mungkin memang tak mengizinkannya merawat seorang buah hati.
"Wah, tetangga baru, ya?"
Gumaman itu keluar begitu netranya melihat sebuah mobil pick-up bermuatan berhenti di depan rumah. Tak lama kemudian, Audi A3 dengan cat putih turut berhenti di titik yang berdekatan. Seorang wanita berambut hitam sepinggang dengan manik merah berliannya yang cantik keluar dari balik kursi penumpang. Menggendong seorang bocah lelaki berusia kisaran 20 bulan. Seorang pria rupawan pun kemudian ikut keluar dari bagian pengemudi beberapa menit setelahnya.
Wanita itu tersenyum ke arah Elena yang berada di teras. Inisiatif, Elena membantu keluarga kecil tersebut menurunkan barang-barang dari mobil pick-up. Usai sesi perkenalan singkat, wanita bernetra merah yang akan menjadi tetangga barunya itu rupanya bernama Ruby. Nama yang indah, sesuai dengan warna matanya.
Halilintar Yudhistira adalah nama sang anak. Elena pun sempat terkejut mendengar marga asal Jerman yang seharusnya turut tersemat di belakang nama anak itu. Ternyata, Ruby berasal dari Jerman. Dia menikah dengan pria asli kota ini kemudian memutuskan untuk menetap disini.
Ruby juga berkata, Halilintar bagaikan malaikat kecil pembawa rejeki untuk dirinya dan sang suami. Pasalnya, saat mengandung Halilintar dua tahun lalu, keluarga kecil ini sempat mengalami krisis ekonomi. Namun setelah lahirnya Halilintar, perekonomian mereka perlahan membaik dan semakin membaik.
Elena terkagum mendengarnya. Terutama pada kerja keras yang dilakukan suami Ruby untuk membangun kembali perekonomian keluarganya agar tak jatuh dalam jurang kemiskinan.
Tanpa tahu bahwa ada satu anak lelaki lainnya yang telah lebih dulu dijual.
Naas, hidup sentosa pasangan suami-istri itu tak bertahan lama. Hanya berselang satu tahun setelah kepindahan mereka, suami Ruby terpidana kasus korupsi besar. Dengan jumlah kerugian yang mencapai angka miliaran rupiah.
Berbagai gunjingan terus berdatangan. Suaminya ditahan, usaha mereka bangkrut, dan keluarganya di Jerman menganggap Ruby sebagai aib. Wanita malang itu tak lagi memiliki tempat berpulang. Sehari-hari, dirinya hanya akan memeluk sang anak sembari meratapi nasib.
KAMU SEDANG MEMBACA
Munchausen
FanfictionHalilintar tidak mengerti. Padahal ia hanya ingin menikmati hari Minggunya dengan menonton film drama yang baru saja rilis di platform streaming langganannya. Hanya karena tokoh protagonis utama yang memiliki nama sama dengan dirinya, membuat ia te...