8. Bittersweet

1.1K 140 29
                                    

Kobaran api mendominasi penglihatannya. Asap dimana-mana. Dia terbatuk beberapa kali saat asap-asap itu terasa memenuhi paru-paru.

Ia tak tahu dimana dirinya sekarang. Kenapa tiba-tiba menjadi seperti ini? Seingatnya, dia hanya mengerjai Dirga dan berakhir jatuh ke kolam renang tadi. Lalu mengapa tempat ini sekarang penuh dengan api?

"Mamaaa!!"

Jeritan anak kecil itu membuatnya tersentak. Dengan satu lengan yang menutup mulut, dia memutar-mutar tubuhnya untuk mencari keberadaan anak itu. Dan dapat ia temukan, seorang anak laki-laki yang tengah meringkuk ketakutan di samping lemari kayu.

Kakinya tanpa sadar mendekat. Ingin mencoba menyelamatkan si anak. Dirinya agak terkejut karena api yang tak sengaja ia sentuh seakan transparan dan sama sekali tidak terasa panas. Tapi ia tak mempedulikan hal itu. Prioritasnya saat ini hanyalah menyelamatkan anak kecil yang sepertinya berusia 5 tahun tersebut.

Jika tadi api yang disentuhnya seakan transparan, kini dia lebih terkejut lagi saat tangannya tak mampu menyentuh tubuh si anak. Seperti menembus begitu saja. Apa sekarang ia telah benar-benar mati dan menjadi hantu gentayangan?

Pintu ruangan itu tiba-tiba terbuka. Menampilkan sosok wanita yang wajahnya nampak buram berlari menghampiri anak tersebut. Tangisan ketakutan yang sedari tadi ia dengar makin mengeras. Si anak tak hentinya mengucapkan kata mama sembari memeluk wanita yang kini berlutut di depannya.

Halilintar, memperhatikan interaksi antara dua insan berbeda usia itu dalam diam. Dia sama sekali tak tahu siapa mereka berdua. Terutama sang wanita, bagaimana ia bisa mengenali wanita itu kalau wajahnya saja terlihat buram?

Setelah sesi mengharukan tersebut selesai, sang wanita dengan cekatan menutup mulut dan hidung anak itu dengan sehelai kain basah. Dia kemudian menggendong si anak lelaki. Dengan langkah tertatih, dia membawa bocah tersebut keluar dari ruangan.

Dirinya tentu tak tinggal diam. Halilintar membuntuti kemanapun dua sosok asing itu pergi. Rasa haru merambat di hatinya. Tak sanggup membayangkan apa yang dirasakan dua manusia di hadapannya kini. Air mata pun turun tanpa dapat ia cegah.

Alunan lembut sebuah lagu keluar dari mulut sang wanita. Nyanyian itu berhasil membuat tangisan anak yang ada di dalam gendongannya sedikit mereda. Seakan nada-nada lembut itu memang ditujukan agar si anak tenang. Dimana hal itu membuat volume bulir bening yang mengalir dari matanya kian bertambah.

Cahaya putih mulai terlihat beberapa meter di depan. Senyuman lega mengembang di bibir ketiganya. Hanya tinggal beberapa langkah lagi maka mereka bisa keluar dari tempat yang sudah mirip seperti neraka ini.

Munchausen Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang