Part 15 - Yhaaa

224 24 6
                                        

Karena orang yang ingin berhasil tidak akan berdiam diri pada zona itu - itu saja. Tetapi ia akan mencari hal-hal baru yang akan menyenangkannya.

-SAN3-

Matahari sudah berada di ufuk barat, waktu dimana Arlisa Revana akan berangkat ke Pesantren Al-Furqon.
Tepatnya Pesantren yang ditempati oleh SAN. Arlisa tampak antusias mengemas barang-barang yang akan ia bawa. Ia bercermin sebentar, melihat pantulan dirinya yang hari ini penampilannya terlihat berbeda. Yaitu menggunakan hijab. Setelah selesai bercermin, Arlisa menarik kopernya dan segera turun ke bawah untuk menemui kedua orangtuanya.

"Cantiknyaaa anak Mamah pake hijab!" Mata Amy berbinar ketika melihat Arlisa sedang menuruni anak tangga dengan seutas senyuman diwajahnya.

"Ah Mamah bisa aja," lirih Arlisa malu-malu kucing.

"Ayo berangkat hehe," ujar Arlisa sudah tak sabar.

"Ya udah ayo," jawab Andi dengan ekspresi datar.

Mereka segera memasuki kendaraan beroda empat milik pribadi. Tadinya Arlisa ingin berangkat minggu pagi, tetapi karena Andi ada acara dadakan yang tidak bisa ditinggalkan, alhasil menjadi berangkat minggu sore. Bagi Arlisa tak masalah, yang penting ia jadi pesantren.


📘📘📘

Kali ini SAN sedang benar-benar kompak, yaitu bermager-mageran di dalam kamar. Setelah sholat dzuhur berjama'ah, mereka langsung pergi ke kamar untuk beristirahat. Di hari Ahad memang jadwal tidak begitu padat. Kegiatan pesantren pun dimulai dari waktu Ashar. Sehingga banyak waktu senggang.

Ardhian dan Nirwan sibuk menghafal Al-Qur'an karena sehabis Isya setiap santri dan santriwati harus menyetorkan hafalan. Memang sekarang Nirwan sudah bisa mengaji, ya walaupun belum begitu lancar. Ia menghempaskan rasa gengsinya dan meminta Surya untuk mengajarinya mengaji. Ia terpaksa melakukan itu, karena ia juga merasa tak enak jika harus selalu mengandalkan Hawa. Lagi pula untuk bertemu Hawa itu sulit. Kelamaan, kalau terus ngandelin Hawa. Kapan ia bisanya?

Surya dan Ardhian sempat terkejut, ketika mengetahui bahwa Nirwan tidak bisa mengaji di umurnya yang sudah remaja. Nirwan mengelak, ia berkata bahwa dirinya hanya lupa bukan tidak bisa.

Surya ia memang sudah hafal ayat yang akan ia setorkan. Sehingga sekarang ia hanya diam merenung seperti ayam yang terkena flu burung. Surya memang anak nakal, tetapi ia bisa mengaji. Karena Enyaknya selalu menyuruh Surya untuk mengaji setiap habis magrib. Oleh karena itu Nirwan memilih Surya untuk mengajarinya mengaji. Ia tidak mau jika diajarkan dengan Ardhian, takut kena semprot.

Surya tiduran di atas kasur, ia menatap sebuah foto yang berukuran kecil dengan tatapan sendu. Hal itu membuat Nirwan penasaran.

"AZIG SIAPA NIHHH!" Nirwan mengambil alih foto tersebut dari tangan Surya tanpa bilang. Hal itu mampu membuat Surya terkejut bukan main.

"APAAN SI! SINIIN NIRWANNNNN!" Surya berusaha merebut foto tersebut dari tangan Nirwan, tetapi hasilnya nihil.

"Siapa nih Sur?" tanya Nirwan dengan tatapan jahil.

"Ya gue lah bego!"

"Bukan yang ini! Yang cewe lagi senyum megang pistol air itu siapa?"

"Kepo kaya Wartawan!" decak Surya kesal. Ia ingin merebut foto tersebut, tetapi selalu tidak berhasil karena Nirwan gerak cepat.

SAN 3 [END]✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang