Perihal jodoh, sudah ada yang mengaturnya. Tugas kita hanya memperbaiki diri dan mempersiapkan kedatangannya.
SAN 3
"Papah menjodohkan kamu dengan Hawa."
Pernyataan itu selalu terngiang dibenak Ardhian. Berputar terus menerus di pikiran Ardhian seperti kaset rusak. Kini Ardhian sedang tiduran di atas kasur sambil menatap langit-langit kamar dengan perasaan kacau balau. Sesekali ia mengusap wajahnya, dan menghela nafas gusar. Nirwan dan Surya sudah terlelap dalam tidurnya, dikarenakan memang hari sudah malam.
"Maksudnya, Pah?"
"Papah ingin menjodohkan kamu dengan Hawa."
"HAH?!"
"Kenapa?" tanya Papah Ardhian dengan menyeringai senyumannya.
"Ma-maksud Papah?" tanya Ardhian masih tak mengerti akan situasi ini. Karena ini terlalu tiba-tiba.
"Papah akan menjodohkan kamu dengan Hawa. Kenapa? Hawa kan gadis sholehah, cantik, pintar, berbakat, apa yang kurang dari dia?" tanya Papah Ardhian.
"Ardhi tahu. Tapi-"
'Ah ini bakal menjadi bencana besar, kalau sampai Nirwan tahu!' decak Ardhian dalam hati.
"Tapi apa, hm?"
"Tapi Pah, aku masih sangat muda untuk itu. Ardhian masih ingin fokus pada cita-cita Ardhian dulu Pah," jelas Ardhian mencoba mengelak.
"Emangnya Papah menyuruh kamu menikah sekarang? Tentu tidak. Papah juga tahu itu. Hanya saja, apa salahnya kalau Papah mencarikan jodoh untuk kamu dari sekarang? Semenjak Papah lihat Hawa untuk pertama kali. Papah merasa kalau dia cocok untuk kamu."
"Pah, jodoh itu sudah diatur oleh Allah."
"Papah tahu."
"Pah, Ardhian mohon jangan jodohkan Ardhian dengan Hawa. Ardhian mohon," pinta Ardhian kepada Papahnya yang masih bersikeras dengan keputusannya.
"Kenapa sih kamu ini? Hawa itu gadis baik. Cocok sama kamu. Papah mau mencarikan kamu perempuan yang baik, Papah gak mau kamu salah pilih, Ardhian."
"Ardhian bisa nyari sendiri Pah. Ardhian punya pilihan sendiri. Yang mau jalanin ini semua kan Ardhian, bukan Papah. Ardhian mau menikah dengan orang yang Ardhian cintai, dan diapun mencintai Ardhian. Ardhian tidak mencintai Hawa. Dan emangnya Hawa mencintai Ardhian? Papah gak tahu itu 'kan?"
"Cinta itu akan hadir seiring berjalannya waktu, Ardhian."
"Kenapa sih Papah gak pernah ngertiin Ardhian? Papah selalu saja memaksakan apa maunya Papah. Kemarin waktu Ardhian sakit, Papah gak pernah jenguk Ardhian. Dan kemarin waktu ada acara pesantren, Papah juga gak dateng. Sekarang? Papah dateng ke sini cuma mau menjodohkan Ardhian? Papah egois." Ardhian pergi meninggalkan Papahnya yang diam terpaku menatap nanar punggung anaknya yang semakin lama semakin menghilang dari hadapannya.
Ardhian menghela nafas gusar lagi, ia mengacak rambutnya dengan kasar. Ia beranjak dari tempat tidur, berjalan ke arah cermin yang sering dipakai oleh Nirwan untuk melihat kegantengannya. Ardhian melihat pantulan wajahnya di cermin tersebut. Wajahnya nampak kusut, seperti uang yang dapet hadiah dari ciki, alias sangat kusut.
'Papah kenapa sih? Gak pernah tau kalau gue gak suka dituntut untuk jadi ini itu, melakukan ini itu. Gue mau, gue yang nentuin hidup gue sendiri. Bukan Papah. Yang jalanin hidup itu gue, bukan Papah. Gue bukan Raihan, yang selalu nurut dengan apa maunya Papah,' batin Ardhian. Bicara soal Raihan, ia jadi teringat kejadian malam itu. Kejadian ketika ia benar-benar melihat kakaknya ketika malam itu. Ardhian tahu betul bagaimana raut wajah kakaknya.
KAMU SEDANG MEMBACA
SAN 3 [END]✔️
HumorKisah kehidupan tiga orang pemuda dengan sifat yang berbeda-beda. Surya, cowo petakilan dan manja. Ardhian, cool boy irit sekali kalau bicara. Nirwan, cowok ganteng tukang baperin cewek. Mereka dikeluarkan dari sekolah dengan kasus yang sama. Lalu m...