Part 56 - Raihan

131 22 1
                                    

Disinilah Ardhian sekarang, di ruangan bernuansa putih. Ia duduk yang di depannya terdapat pria paruh baya yang tengah berbaring, dan terdapat selang di hidungnya dan perban di kepalanya. Rasanya Ardhian ingin menggantikan posisi papahnya.

"Mah, kenapa Papah bisa begini?" tanya Ardhian kepada mamahnya.

"Raihan...."

"Kenapa Kak Raihan Mah?!"

"Dia datang dengan kondisi mabuk, ia mengobrak-ngabrik rumah, ia minta uang untuk bayar hutangnya, ternyata dia judi. Tapi, Papah gak kasih. Ia melawan Papah, mendorong Papah sampai kepala Papah terbentur sudut meja. Kepala Papah berdarah, Papah semakin marah. Raihan juga masih saja kesetanan, karena Papah punya penyakit jantung. Jantung Papah kambuh, Papah akhirnya pingsan." Mamah Ardhian menceritakan dengan senggugukan.

"K-kak Raihan? Kok bisa seperti itu Mah?" tanya Ardhian tak percaya. Karena Raihan itu pria baik, pintar, cerdas, dan menjadi kebanggaan sekolah. Yang Ardhian tahu, kakaknya itu anak baik-baik, rajin, dan juga terkenal cupu. Lalu mengapa Raihan menjadi seperti itu? Apa penyebabnya?

"Mamah gak tahu, ternyata selama ini dia gak kuliah," ucap Mamah Ardhian masih saja belum menghentikan tangisnya. Ardhian memeluk mamahnya, mencoba menenangkan mamahnya.

"Terus sekarang Kak Raihan dimana Mah?"

"Mamah gak tahu, setelah itu dia kabur, ia belum sempat ngambil apa-apa di rumah kita, mungkin dia panik karena membuat Papah pingsan."

Ardhian mengepalkan tangannya kuat-kuat, rahangnya mengeras, urat-uratnya terlihat. Ia sangat emosi mendengar cerita dari mamahnya. Ingin sekali Ardhian menghajar kakaknya itu.

"Mamah tenang aja ya, Ardhi bakal cari Kak Raihan sampai ketemu," ucap Ardhian sembari mengusap punggung mamahnya mencoba menenangkan. Agar mamahnya berhenti menangis.

📘📘📘

Pagi ini Ardhian pergi dengan mengendarakan motornya. Sudah lama sekali Ardhian tidak menggunakan motor ninja merahnya. Hari ini ia bertekad untuk mencari kakak laknatnya itu. Ia mengenakan jaket levis, celana jeans, dan tak lupa sarung tangan di kedua lengannya. Kali ini Ardhian bukan seperti santri, tetapi ia nampak seperti pembalap motor.

Ardhian mengendarai motor tersebut dengan kecepatan di atas rata-rata. Ia sudah lama tidak mengebut seperti ini.

"Shit! Ternyata ternyata benar yang waktu itu gue liat! Dia beneran Kak Raihan!" gumam Ardhian di balik helm full facenya.

Hari semakin siang, ia belum juga menemukan kakaknya. Ia juga bingung harus kemana ia mencari kakaknya, karena ia tidak tahu tempat tongkrongan kakaknya, karena yang Ardhian tahu kakaknya itu tidak suka nongkrong. Tetapi lebih suka ke toko buku seperti dirinya.

Ardhian menghentikan motornya di pinggir jalan, lalu ia membuka helm full facenya. Kemudian ia membeli minuman dalam kemasan botol di pinggir jalan tersebut. Setelah itu ia duduk di bawah pohon yang rindang sembari meminum minuman tersebut.

Setelah merasa hausnya telah hilang, Ardhian melanjutkan perjalanannya. Perjalanan yang tidak tahu tujuannya kemana. Sampai larut malam pun, Ardhian belum menemukan kakak laknatnya itu. Ketika waktu sholat, Ardhian berhenti dulu di mushola atau masjid di pinggir jalan, setelah itu ia melanjutkan perjalanannya. Ardhian memang tidak akan meninggalkan kewajibannya sebagai seorang muslim.

Ardhian akhirnya memilih pulang, dan berfikir untuk mencari Raihan besok hari lagi. Hari ini ia tidak ke rumah sakit dulu. Karena ia akan memikirkan bagaimana caranya agar ia bertemu Raihan. Sesampainya di depan rumah, Ardhian langsung memakirkan motornya di garasi rumahnya.

SAN 3 [END]✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang