05. Sorot Mata

256 22 0
                                    

"Intinya adalah, Benua itu bukan sosok yang ideal apalagi yang lo harapkan buat jatuh cinta. Tapi karma is real. Lo suka sama dia. Sebelumnya itu bukan masalah besar karena lo manusia pasif yang bakal diam di tempat, ngeliatin dari jauh-entah-sampai-kapan, dan gak terganggu apapun. Selagi doi gak tahu tentang lo, lo aman."

Kanala mengiyakan dengan wajah setengah melas.

"Tapi masalah muncul setelah lo tahu kalau si cowok Cinderella itu ternyata senior lo di ekskul. Gak cuma itu, dia juga pelatih lo. Lo mulai uringan-uringan dengan segala tingkahnya, dan itu buat lo takut. Lo pengen melarikan diri, lagi, tapi gak bisa. Gitu?"

Kanala mengangguk dengan wajah pasrah sepenuhnya. Ah, Gentari memang bak dewi. Kanala bersyukur berkali lipat karena Tuhan telah mengirim cewek keriting ini di hidupnya.

"Gak sia-sia lo punya temen kek gue, La." Gentari duduk. Gadis itu tampak berpikir sebentar.

Kedatanganya ke rumah Kanala malam ini berkat sebuah undangan; dengan sedikit desakan. Jadilah Gentari, dengan kaos bergambar kartun dan celana pendeknya mengayuh sepeda hanya untuk mendengar keluh kesah berbelit-belit Kanala.

Beruntung, gadis yang malam ini menggerai rambutnya itu cukup cakap untuk mengetahui duduk persoalan masalah sahabatnya itu.

"La, ini soal perasaan dan trauma lo."

Kanala merapat. Gentari tengah memasang mode serius yang artinya Kanala harus memasang telinga dengan baik. Kanala letih juga memikirkan perkara Benua dan posisi pembawa baki yang super ribet.

"Menurut gue, masalah ini berkaitan, La. Kalau lo nyelesain yang satu, keduanya beres. Tapi konsekuensinya juga ada," jelas Gentari.

"Apa?" sahut Kanala. Kembali bicara setelah rentetan keluh kesahnya yang hampir membuat Gentari tertidur.

"Keluar dari pramuka."

Kanala melongo.

"Gak ada cara lain?" tanyanya lirih. Sedikit banyak nasehat Deria memengaruhinya. Tidak mudah bagi Kanala untuk masuk ke sana.

"Denger dulu," titah Gentari. "Gue tahu lo bakal nanya gini. Gue juga tahu ini kesempatan besar buat lo. Tapi kalau lo ngundurin diri, secara otomatis itu bakal ngurangi interaksi lo dengan Benua. Yang artinya, lo aman. Lo juga gak perlu ngerasa takut atau terintimidasi gara-gara posisi itu. Pokoknya lo aman. Lo tetap berada di zona lo yang aman, damai, tentram. Semuanya bakal berjalan lagi sesuai rencana lo."

Tawaran Gentari sedikit menggiurkan. Rasa aman-persetan jika ada yang mengatainya pengecut-lebih baik dari apapun.

"Perasaanku ke dia?" Kanala bergumam setengah melamun.

"Ya... bakal tetap di tempatnya. Lo bakal ngeliat dia dari jauh lagi."

***

Sebut sajalah Kanala jera.

Perkara jatuh cintanya yang menjelma petaka membuatnya takut akan banyak hal. Jangankan untuk menunjukkan perasaannya pada orang lain, terlihat saja Kanala merasa takut.

Kanala takut akan dicibir lagi. Takut menjadi bahan olok-olokan lagi. Takut dilempari tatapan mengejek itu lagi. Kali ini, meski ranahnya bukan seseorang, Kanala tetap merasa tidak pantas.

Istilah pembawa baki itu terdengar begitu luar biasa.

Apalagi setelah dia lihat-lihat lagi, disusul mencuri dengar dari teman-teman di kelasnya maupun teman-temannya di ekskul, sempurnanya sosok pembawa baki di harlah Darmawangsa setara dengan pembawa baki di upacara hari kemerdekaan.

Kanala Btari Sora jelas jauh dari itu.

Bermalam-malam Kanala menatap pantulan dirinya di cermin. Rambut hitam kecokelatan yang dipotong di bawah bahu itu, wajah oval dengan mata lebar itu, dan hidung dengan sedikit tulang itu tampak tidak cocok dengan posisi pembawa baki.

Djakarta, Pukul 11.11Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang