"GENTARIII!"
Gentari terlonjak dari duduknya. Sumpitnya terjatuh. Meja kantin yang ditempatinya terkena cipratan kuah mie ayam. Sementara pelaku yang mengagetkannya malah tersenyum senang di ujung kantin.
Kanala Btari Sora.
Sumpah. Gentari sudah mengenalnya belasan tahun dan belum pernah sekalipun gadis itu berteriak sesenang itu hingga hampir seluruh pengunjung kantin fakultas menatap was-was padanya.
"Tebak aku bawa kabar gembira apa?" tanyanya girang setelah mencapai meja Gentari.
Gentari khawatir bola mata gadis itu akan mencuat keluar. Namun, Gentari turut senang. Entah kapan rasanya terakhir kali melihat Kanala sebersemangat itu.
"Kabar apaan yang buat lo teriak-teriak segirang itu?" tanya Gentari kembali melanjutkan makannya.
Kanala tahu-tahu menyeruput jus jeruk Gentari sebelum menyangkal, "kamu yang ngajarin aku buat ekspresif."
"Tapi gak di kantin orang juga kali. Nih kantin diisi anak-anak psikologi semua. Ngeliat lo teriak kek gitu mereka khawatir."
"Kecuali kamu, kan? Kamu pasti seneng lihat aku sebahagia ini."
Gentari tidak dapat menahan senyum. "Oke, deh. Kabar gembira apaan yang lo bawa? Lo menang lomba lagi? Dapet hadiah berapa?"
"Ini lebih besar dari sekadar lomba, Ri." Kanala memelankan suara. Lalu, gadis itu memamerkan kertas tebal berwarna putih dengan garis-garis emas tepat di depan muka Gentari. "Undangan bedah karya di Gramedia," ujarnya.
Sesaat Gentari melongo. "U-undangan apa? Karya apa?"
"Djakarta, Pukul 11.11, Ri! Bukuku masuk gramedia. Bulan depan aku diundang ke Gramedia Jogja buat ngadain bedah buku sama pembaca. Keren banget gak, sih? Aku pengen nangis loh pas dapet undangan ini kemaren."
Gentari masih melongo. Memancang lurus tatapan pada kertas undangan di atas meja sebelum membuat kehebohan dengan menggebraknya. "GILA LO?! INI SERIUS? BUKU LO MASUK TOKO BUKU?"
Gantian Kanala yang malu. Gadis itu menarik tangan Gentari untuk duduk kembali. "Jangan teriak-teriak, dong! Malu," cicitnya.
"Gimana gue gak teriak, La? Ini tuh mimpi lo. Mimpi besar Kanala Btari Sora. Gak semua orang bisa ngewujudin impiannya di umur dua puluh loh, La. Duh, mau nangis gue rasanya. Deketan sini coba! Pengen gue peluk."
Kanala mengibaskan tangan. "Entar aja. Malu," tolaknya.
Gentari berdecak-decak. "Siapa tadi coba yang teriak-teriak duluan manggil gue?" gerutunya. "Gimana ceritanya sih, buku lo tiba-tiba masuk gramedia? Perasaan kemaren penjualannya gak begitu banyak."
Dengan semangat Kanala bercerita. "Pas PO pertama kemaren, emang gak banyak yang beli. Bahkan tujuh puluh persennya tuh orang-orang yang aku kenal. Secara kamu tahu sendiri, aku penulis baru, dan penerbit yang aku tuju, meski penerbit mayor, itu juga bukan penerbit besar. Tapi alhamdulillahnya, tiga puluh persen pembaca yang gak aku kenal itu buat review di media sosial. Aku sempat lihat. Ada beberapa yang ngetag aku. Sampe akhirnya, banyak permintaan buat ngadain PO lagi. Nah, kabar baiknya buat cetakan yang ke-tiga ini, ternyata pihak penerbit kerjasama sama Gramedia. Banyak banget yang ngulas bukuku di media sosial, Ri. Aku aja nggak nyangka banget. Karena itu pihak dari Gramedia dan penerbit ngajak aku buat ngadain bedah buku sekaligus rilis cetakan ke-tiga bukuku."
"Gue seneng, sih. Tapi gue pengen nimpuk kepala lo rasanya. Lo sengaja kan, baru ngasih tahu gue setelah ngelewatin prosesnya sendirian? Kebiasaan banget lo!" rutuk Gentari menanggapi.
Kanala mengibaskan tangan. "Prosesnya gak sesulit itu, kok. Kamu lihat aja sendiri! Beberapa minggu terakhir ini, emang aku kelihatan kayak stres berat?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Djakarta, Pukul 11.11
Fiksi Remaja#1 poem (03/09/24) Kanala Btari Sora tidak pernah berencana menyatakan perasaannya pada Benua Kalundra, si kakak kelas populer yang menjungkirbalikkan idealismenya hanya lewat uluran tangan. Bagi Kanala, menikmati hubungan tak bernama itu lebih baik...