Moonlight and Butterflies - 11

141 15 0
                                    

.
.
.

“Aku nggak mungkin jatuh cinta segampang itu kan? Kalau iya masa baru sekarang, sama orang asing pula.” Masih di sekitar hotel, Liz duduk di bangku taman hotel sambil memikirkan perasaan aneh yang sekarang sedang ia rasakan. “Panas, pipi aku panas banget.”

Jam diponselnya itu sekarang menunjukkan pukul sepuluh malam, tapi Liz masih enggan untuk pergi, membiarkan sopirnya menunggu di parkiran hotel. Lagi pula juga inikan hotel milik keluarganya, jadi kalau dia tidak ingin pulang, dia bisa mengambil satu kamar untuk bermalam.

“Rei, cewek itu punya pelet apa sih, manjur banget.” Liz menunduk sambil menggertakkan kakinya.

Di sekelilingnya sekarang banyak sekali pasangan yang dengan mesra saling bergandeng, membuat anak dibawah umur ini merasa malu untuk melihatnya. Sekarang ini, suasana malam di Jakarta sangat hidup. Gedung-gedung tinggi dan lampu jalanan begitu silau, membuat wajah gadis yang sedang merona itu tak bisa ia sembunyikan.

Entah kapan sejak terakhir kali pipinya merona seperti ini, jika diingat-ingat orang yang mampu membuat Liz merona dan juga salting hanyalah Nao, sahabat onlinenya. Tapi kenapa sekarang gadis yang baru ia temui beberapa menit yang lalu itu sudah bisa merebut hatinya dengan cepat.

“Liz pabo!” Liz memukul kepalanya, seakan dia kesal pada diri sendiri. Karena dia rasa, perasaanya ini sangat labil, bisa dibilang seperti sasimo. “Sana sini mau, bego banget kamu Bel.” Dia menghela napas panjang, mencoba mengontrol kembali emosi dan perasaannya.

“Kalem, yang tadi itu cuma kagum aja.” Ujarnya mengsugesti diri sendiri.

Dret drett drettt
Ponselnya bergetar, seseorang menelpon nya.

“Iseo.” Liz mengangkat telpon yang berasal dari adiknya itu.

Teteh, balik woy udah malem.” Teriak adiknya itu ditelpon.

“Teh Abel mau mesen kamer hotel aja, jadi aku ga pulang.” Balas Liz dengan santai.

“Dek! balik bjir, kamu mau nginep di hotel mana hah, kayak punya uang aja.” Suara Yujin menyela telponan dirinya dengan Iseo. Yujin sekarang sedang mengomeli Liz yang sudah larut malam begini belum juga pulang.

“Ah Abang jamet. Ini Abel lagi di hotel Grand Ratan.”

Terus kenapa kalau itu hotel keluarga kita? Masih mau kau nginep hah? Aa bilang pulang yah pulang!” Ucapnya tegas tanpa memberikan lawan bicaranya untuk menolak.

“Akh, iya iya. Nih mau balik.” Liz sedikit kesal saat suara Yujin mulai meninggi tadi. Dirinya juga sebenarnya takut, karena dia tau kalau kakaknya sudah dalam mode protektif pasti yang ada kakaknya itu akan datang menjemputnya.

Dia akhirnya beranjak pergi dari taman hotel dan berjalan ke parkiran, disana supirnya sudah mengantuk menunggu nona nya. Saat sudah di dalam mobil, dengan cepat roda mobil itu bergulir meninggalkan tempat dan pergi menuju kediaman Ratansyah.

***

Sesampainya di kediaman tempat tinggalnya, Liz turun dari mobil dan merasa kaget dengan suasana rumah yang berubah jadi horor, lantaran seisi rumah ini tidak memiliki cahaya, dan tampak dari luar seperti rumah kosong.

“Masa papah lupa bayar tagihan listrik sih?” Liz menatap heran sekelilingnya, seakan semua orang termasuk pembantu-pembantunya tidak ada yang terlihat. “Ck, rumah elit listrik sulit.” Batin nya mengomentari.

Merasa penasaran, Liz langsung masuk kedalam rumah, pintu besar berwarna putih itu dia buka, kagetnya di dalam rumah ini benar-benar gelap. Liz tidak bisa melihat apapun. Dengan berani, dia berjalan dengan perlahan sambil meraba angin.

Moonlight and Butterflies [🌕🦋] LizreiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang