Moonlight and Butterflies - 21

156 15 3
                                    

-Diawali dari waktu yang mulai berdetik-
.
.
.

🌕🦋


Malam ini hujan turun dengan deras, suara rintiknya itu menggema riak saling bersusulan dengan suara guntur yang menggelegar. Gelegar dari sang guntur pun nampaknya mampu membuat seorang gadis meringkuk di dalam selimutnya.

Surai hitam miliknya itu dia gunakan untuk menutupi wajahnya sendiri. Sepertinya malam ini akan menjadi malam terburuk baginya, lantaran sang kucing ini sangatlah tidak suka dengan suara guntur dan kilatan petir yang tak jarang menyambar di langit.

Sosok Liz kini seperti gumpalan onigiri, selimut putihnya yang bak nasi putih dan surai hitamnya yang seperti rumput laut itu.

“Hari ini yang terburuk.” Liz mendengus kesal meratapi nasib. Mengingat seharian ini dia terus ditimpa masalah.

Hidung mancungnya itu dia usap. Sebuah tisu dia masukkan ke dalam lubang hidungnya. Ternyata mimisan yang dia dapat saat siang tadi belum juga berhenti, setelah dia pulang dari mall dan tiba di rumah hidungnya itu kembali mimisan.

Menunggu lama sampai hujan mulai mereda, angin malam masuk melalu jendela kamar yang sengaja dia buka. Liz keluar dari kehangatan balutan selimut, menyibakkan selimut ke arah sembarang. Kaki jenjangnya itu menyentuh lantai lalu membawanya menuju balkon.

Ponsel miliknya menyala, Liz menatap lama layar ponselnya itu sembari menyender di tiang balkon. Sejenak ada perasaan rindu menyambar di hatinya, sosok bersurai coklat yang suara tawanya sangat dia rindukan. Padahal hanya sehari mereka tidak bertemu tapi Liz sudah dibuat kewalahan seperti ini.

Liz melihat jam di ponselnya, sudah larut malam dan ini bukan waktu yang tepat untuk meneleponnya. Ponsel itu dia simpan lagi ke dalam saku baju tidurnya.

“Hujan udah reda, tapi kenapa perasaan aku malah jadi nggak karuan gini.” Liz menatap lurus ke atas langit. Bersyukur sang bulan pun bersinar terang, membuat dirinya tidak lagi kesepian.

“Aku harap perasaan ini tidak menyesatkan, dan aku berharap perasaan ini akan tersampaikan tanpa perlu bersusah payah untuk dimengerti.” Liz tersenyum pada bulan, berharap curahan hatinya itu tersampaikan padanya.

.
.
.

Dilain sisi sekarang di tempat sang gadis sersurai coklat itu berada, suasana ruangan begitu membara. Malam-malam seperti ini dia tengah sibuk berkutik dengan kuas lukis dan canvas di depannya. Sepertinya gadis ini sedang melukis sesuatu, entah untuk apa dan untuk siapa dia membuat ini sampai-sampai membuatnya terjaga seperti ini.

“Hadiah dari ku akan lebih membuatmu terkesan Liz.” Ucap Rei membara, sepertinya gadis ini mendapat bahan bakar yang tidak akan pernah habis, apalagi jika bukan pembangkit energi tenaga api cemburu.

Bisa dibilang gadis Jepang ini sedang dilanda kekhawatiran setelah dirinya tau jika dia memiliki saingan cinta. Dimana saingannya itu selangkah lebih maju darinya.

“Aku mana tau kalau mereka berdua itu sahabatan, Liz tidak pernah cerita tentang sahabat-sahabatnya. Dan gadis itu-” Rei menekan keras kuas yang dipegangnya itu. “Wonyoung, aku harap kamu tidak mencari cari kesempatan saat bersama Liz.” Manik mata Rei penuh dengan api cemburu, dia tuangkan semua perasaan yang ada di hatinya itu ke dalam lukisan yang sedang dia kerjakan sekarang.

Dan sangat disayang jika harapan Rei tidak lagi berlaku. Karena saingannya itu telah melakukan sesuatu pada Liz. Dia pun sepertinya sudah punya tekad yang kuat untuk mendapatkan Liz seutuhnya. Tentu saja akan tiba waktunya untuk mereka merebutkan orang-orang terkasihnya, hanya saja semua ini akan menjadi permainan waktu, waktu yang akan menjawab semua ini.

Moonlight and Butterflies [🌕🦋] LizreiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang