Bahkan setelah tiga tahun berlalu, ingatan itu masih sangat jelas. Tangisan, jeritan, dan pancaran sinar bulan yang terpatri di sepanjang malam masih terukir dalam ingatannya. Tak berdaya, dia hanya mampu meratap, memohon pertolongan. Orang-orang datang dan menyaksikan, tetapi yang bisa mereka lakukan hanyalah merangkulnya saat mereka melihat ibunya mengembuskan nafas terakhir usai satu tahun lamanya berjuang melawan rasa sakit. Pada hari itu, dia mulai menaruh dendam pada seseorang yang selama ini dia anggap sebagai keluarganya.
"HA!?"
Saat Theo membuka matanya, yang dilihatnya hanyalah sinar matahari yang cerah. Dia bisa merasakan sarafnya berkedut saat semburat cahaya menyambarnya. Dia mengangkat tangan guna menutup matanya yang menyipit.
"Apa... di mana aku... ?"
Perlahan-lahan dia mengangkat badannya. Dalam keadaan bingung dan linglung, dia mencoba untuk menangkap situasi sekitar. Dia coba untuk kembali mengumpulkan kesadaran, tapi yang sampai di telinganya hanyalah desiran angin yang lembut di tengah keheningan. Tampaknya tidak ada seorang pun berada di dekatnya. Dia memandang sekelilingnya sambil menyipitkan mata. Hutan yang rimbun, tanah berlumut, dan aroma rumput lembap yang menyegarkan. Rasanya seperti dia telah masuk ke dalam hutan seorang diri.
Sungguh, ia tengah berada di dalam hutan.
"Ugh!"
Dia berusaha untuk berdiri. Ingatan-ingatan mengalir dalam pikirannya selama sekitar satu menit sebelum dia bisa menarik napas dalam-dalam lagi. Tentang apa yang pernah terjadi padanya, tentang masa lalu yang selama ini dia tidak pernah katakan pada siapa pun. Kepalanya terasa mau pecah, seolah-olah ingatan itu membelah otaknya. Telinganya berdengung, pandangannya buram. Sambil bersandar pada sebuah batang pohon di depan, ia mencoba untuk berdiri. Dia tarik napas dalam, mencoba menenangkan diri. Dia meraba-raba tubuhnya. Tak ada yang berubah, bahkan barang-barangnya sama. Dia tidak membawa apa pun, tapi di saku celananya tersimpan selembar kertas berisi peta dari hutan yang menjadi arena ujian. Di kanan atas peta ada simbol hewan berupa harimau berwarna kuning cerah, dan di bawahnya terdapat sebaris kalimat.
Arah Barat Laut dari jarum setengah lingkaran.
Theo tahu kalimat apa itu. Sedikit-demi sedikit ingatan terdekat datang kembali. Dia menyeringai walau matanya masih mengernyit pening.
"Teka-teki, kah?"
Itu membuatnya berpikir. Arah Barat Laut bisa jadi memang merujuk pada mata angin, atau jarum jam. Bisa juga dengan menarik garis tertentu di peta dengan patokan titik yang belum diketahui. Lalu Jarum setengah lingkaran sendiri bisa memiliki arti beragam.
"Tunggu....."
Theo berpikir sejenak. Dia mendongak melihat matahari, lalu tiba-tiba tersenyum tipis, lalu kembali menyimpan kertas itu di saku.
"Mata angin atau bukan, akan lebih baik jika aku mulai mencari dari titik tengah."
Masalahnya adalah di mana titik tengah tersebut. Tidak ada petunjuk lain yang diberikan selain teka-teki itu. Tidak ada kompas, tidak ada penunjuk arah. Peserta benar-benar ditinggal sendiri di hutan belantara dengan secarik kertas dan misi yang harus selesai sebelum petang.
"Maka tidak ada pilihan lain kecuali mencari arah sungai."
Theo ingat wanita bernama Sophia Greene itu berkata tentang sungai di kedalaman hutan. Baginya, di situasi ujian seperti itu, akan lebih baik jika dia berjalan dan mencari, secara diam saja tidak akan membawakan hasil apa-apa. Sudah diberitahu kalau tidak akan ada peserta yang mati, maka bertualang seliar apa pun tak akan masalah.
Kecuali, bertemu musuh yang sempat disinggung di peraturan.
Tiap langkah yang Theo ambil selalu dipenuhi kewaspadaan. Dia pernah ikut pramuka sebentar, dia tahu bagaimana cara mencari sungai di hutan, terlebih memang sudah dipastikan ada sungai di hutan itu. Masalahnya adalah jika tiba-tiba dia bertemu lawan yang disediakan. Akan lebih merepotkan karena tidak disebutkan akan seperti apa lawannya. Tapi mengingat tempat ujian adalah hutan hujan, maka sudah bisa terbayang seperti apa lawan yang akan datang.
KAMU SEDANG MEMBACA
Midnight Wolves
FantasyArcane adalah manusia, hanya saja diberkahi kekuatan supernatural untuk melakukan berbagai hal di luar nalar-menyalahi hukum fisika. Theodore Morgan adalah seorang arcane, yang mana sangat dia sesali. Orang-orang menyebutnya aneh, tapi itulah dia. D...