#20 - Ujian Masuk Leonia: Final (1)

7 5 0
                                    

Baik Mira maupun Mival bisa melihat jelas semuanya.

Pemuda itu bernama Theodore Morgan, seorang pemuda yang secara mengejutkan langsung ditandai sebagai potensi ancaman oleh Mira Tully, ketua dari regu pemburu yang dibayar Gianni Conte Venneri. Mival sudah mendengar informasi tentangnya dari Mira, dan dia tidak terlalu percaya orang seperti itu memang bisa berhadapan dengan Venneri sendirian dan menang.

Itulah kenapa, ketika melihat Theo mengalahkan Dian sendirian, dia langsung terheran-heran.

Theo adalah pemantul, mereka sudah mendengarnya, tapi mereka meremehkan betapa cerdiknya Theo dalam menggunakan kekuatannya. Dian adalah arcane yang kuat. Dia bisa menciptakan pedang dari cahaya yang menyinari langsung tangannya. Artinya, siang hari adalah puncak tertinggi kekuatannya.

Tentu saja, dia bukannya tidak bisa dikalahkan. Kondisi kekuatannya akan beda kasus jika dia tidak langsung kena cahaya, yang mana dimanfaatkan Theo. Dalam waktu singkat, dia langsung tahu kelemahan Dian. Dia sengaja membawa Dian ke bawah bayangan pohon untuk kemudian menggunakan pemantul untuk menghilangkan senjata cahayanya. Dian tak bisa lagi menciptakan senjata secara dia tidak langsung tersorot cahaya matahari. Saat itulah Theo mengalahkan Dian dengan pukulan di tengkuk dan tendangan keras pada titik berbahaya di rahang bawah dan titik subklavia di dada atas, membuat Dian tersungkur tak sadarkan diri.

"Kau bahkan tidak sempat melawan gadis Venneri itu, Dian." Gerutu Mival. Dia berjalan menghampiri runtuhan rumah di mana Glenda sempat terpental ke sana. "Hei, Glenda, kau baik?"

Gadis berotot itu langsung saja bangkit setelah Mival memanggilnya. Dia merentangkan tangan, meregangkan punggung dan leher, menarik napas panjang. Tidak ada luka, tidak ada cedera. Dia kembali berdiri seolah tak ada apa pun yang terjadi.

"AKU BAIK!!!!!!!!!"

Teriakan menggelegar itu membuat Theo dan Tris waspada. Tris, terutama, yang telah menyerangnya dengan petir emas, sedikit kecewa melihatnya bangkit kembali. Petir emas sangat berbeda dengan petir biru. Daya serang penuhnya bisa membunuh seekor beruang, tapi gadis itu tamak baik-baik saja.

Glenda berjalan ke hadapan Mival. Seringai lebarnya menakutkan, seolah dia sama sekali tak merasa tergelitik oleh serangan petir emas Tris yang tadi. Meski memang itu serangan kecil, tapi Theo tahu betul betapa menakutkannya serangan petir emas.

"Sial, petir itu memang mengganggu," gerutu Glenda.

"Apa kataku?" sahut Mival, kesal.

"Ya ya, kau benar. Kau memang benar~" Glenda berdiri tegap di hadapan Mival, "kita bawa Dian lagi, dia masih berguna."

"Terserah, tugasku tidak berubah."

Mival mengarahkan pelurunya pada Theo, membuat Theo waspada.

"Jaga-jaga, Tris!" seru Theo begitu melihat pemuda kurus itu menyiapkan lagi pelurunya

"Aku tahu!"

Ketika peluru dilesitkan, baik Theo dan Tris tak langsung menghindar. Itu adalah insting dan taruhan. Mereka tidak tahu ke mana peluru akan melaju, tapi mereka bisa menebak ke mana kira-kira Mival akan membidik.

Tepat di sebelah Theo, tanah kosong meledak menerbangkan debu dan tanah tebal ke udara. Itu adalah taruhan yang sangat tipis. Theo sempat menahan napas ketika jantungnya berdegup kencang, tapi setelah mendapati kalau taruhannya benar, dia langsung tersenyum.

"Hah, itu gila!!"

Tris, yang juga merasakan ledakan adrenalin yang sama, tak bisa tahan untuk tidak menyeringai.

"Aku urus wanita besar itu!"

"Aku si penembak!"

Tris mengalirkan petir ke kedua kakinya. Cahaya emas mengembang, sebagaimana lompatan-lompatan petir menyambar tanah sekitar. Dia lalu melompat, menghilang seketika dari pandangan. Sosoknya seolah berteleportasi ke hadapan Glenda yang juga sudah siap dengan kuda-kudanya.

Midnight WolvesTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang