#24 - Ujian Masuk Leonia: Final (5)

6 3 0
                                    

"Kau sudah menemukan cara!?" Pekik Tris, tak percaya. Theo mengangguk mantap.

"Ya. Dia lawan yang sulit, tapi bukan berarti tidak bisa dikalahkan, terutama oleh kita!"

Tris kembali mendelik, tapi bukan karena ragu. Jantungnya kembali berdebar. Dia tahu dia bisa percaya. Kalau Theo sudah berkata begitu, harusnya memang ada harapan. Serengit di wajahnya tampak begitu cerah ketika dia kembali menatap sang eksekutor. "Jelaskan rencananya!"

Theo mulai dengan membentuk beberapa gestur dengan kedua tangannya. "Kita ibaratkan eksekutor itu memiliki semacam kantung energi. Kau tahu, seperti bar stamina saat bermain game. Umumnya dia menggunakan energi itu untuk meningkatkan kekuatan dan kecepatan normal, tapi setiap kali dia menyerang dengan serangan spesial, kantung energinya akan terkuras. Kau lihat ekornya bercahaya setiap kali dia mengibaskannya untuk sabit tak terlihat, dia tengah mengisi energi. Setelah itu, dia pasti akan mundur karena energinya habis, sehingga dia akan memasuki fase rawan."

Tris mengernyitkan dahi dan mengangguk beberapa kaki ketika dia paham apa yang dikatakan Theo. Jika diingat lagi, Theo berhasil memukul sang eksekutor karena memanfaatkan kekurangan itu pada sang eksekutor. Ada interval di tiap serangan kuat, yang harus diisi oleh serangan-serangan ringan agar sang eksekutor tak kehilangan momentum. Jika sadar akan interval itu, maka akan lebih mudah untuk berpikir bagaimana cara membalikkan situasi.

"Aku mengerti. Itulah kenapa kau bisa memukulnya. Dia menggunakan penguatan tinju, jurus spesial. Kau memantulkannya, sehingga masih selamat, tapi aturan kantung energi itu masih berlaku, sehingga pada saat itu, kau ada di dekatnya ketika dia tengah berada di fase terlemah."

"Benar sekali!" ujar Theo sambil menjentikkan jari. "Memang hanya sebentar, mungkin satu atau dua detik, tapi saat itulah kita bisa menghabisinya." Theo akhirnya menoleh pada Tris, lalu melanjutkan, "dengar, kita akan serang dia bertubi-tubi. Dia akan fokus untuk meningkatkan kecepatan. Ketika dia menyadari dirinya sudah terdesak, dia akan menggunakan serangan spesial kepada siapa pun yang diincarnya. Jika itu mengincarku, kau harus memerhatikan timing untuk menyerangnya saat dia memasuki masa rawan, jika dia mengincarmu, akan aku usahakan untuk menyerangnya. Bagaimana?"

"Haha, masuk akal," Tris terkekeh sembari meregangkan otot lehernya. Petir emas kembali menyala, menelan kaki kanan Tris dengan kilatan yang menyilaukan. "Ayo, jangan buang-buang waktu lagi!"

Kaki Tris menyala kembali. Langkah kilat emas membawa Tris berteleportasi ke hadapan sang eksekutor. Kaki kirinya terangkat, tertekuk dengan petir yang menyala-nyala.

"HA!!!!!!"

Sesuai dugaan, sang eksekutor menghindar dengan langkah yang lincah. Daratan meledak ketika tendangan Tris menghantam. Pasir kering meleleh, kemudian membeku kembali menjadi kaca fulgurit. Tris merasakan panas luar biasa di telapak kakinya, tapi dia gigit bibir bawahnya sendiri untuk menahan panas itu.

Sang eksekutor meluncurkan pukulan tajam dari belakang, tapi Tris dengan cepat berguling ke depan. Dia langsung berdiri. Pinggangnya berputar membawa kaki yang menyala emas pada makhluk kecil di belakang. Lintasan di udara terbentuk oleh percikan emas, tapi sang eksekutor dengan cekatan menghindari tendangan Tris, lalu berbalik melaju dengan kedua tangan yang siap dilayangkan.

Tinju sang eksekutor menyala. Tris menyadarinya di detik terakhir, tapi itu adalah waktu yang cukup. Sebelum kaki kanannya mendarat ke tanah, dia ganti petir emasnya dengan petir biru. Tendangannya membawa sambaran lemah petir yang menyala ketika menghantam tanah. Sang eksekutor tak sempat menghindar. Dirinya tersambar petir dan terhempas ke belakang. Tentu saja, meskipun kena, petir biru punya daya rusak yang rendah. Sang eksekutor langsung bangkit, ekornya kembali bercahaya terang.

Midnight WolvesTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang