-5

54 6 0
                                    

Dia anak kita! Lagi pula pekerjaan kita bakalan buat kita jauh dari dia, kalau memang kamu gak mau lihat dia terus-terusan”

“Siapa bilang aku menginginkan anak itu? Dia cuman sebuah kesalahan!”

Suara keras yang terdengar dari balik dinding kamar. Seorang remaja dengan usia sekitar enak belas tahun membeku di sudut ruangan, menatap kosong ke hampaan. Sunyi membekap indra pendengaranya, dingin menyelimuti dengan sempurna, dengan mudah semuanya meyerap dalam saraf otak.

“Aku tau dia kesalahan, tapi kita harus terus merawatnya seperti anak pada umumnya, lagi pula itu juga kesalahan kita!”

Banyak sudah kalimat yang membuatnya pusing, seakan-akan sistem saraf sudah memberi tahu dirinya untuk pergi. Atau dia, akan hancur.

“Seandainya kita dulu tidak bodoh dan melampaui batasan, dia tidak akan lahir!”

“Kenapa dulu kamu tidak membunuhnya!?”

Seakan-akan seperti di hantam batu besar, kepala remaja itu semakin sakit dan mungkin ia akan terkena brain damage karna terlalu banyak memproses hal yang menyakitkan, hal yang akan membuat otaknya terus berputar, hal yang akan membuat otaknya terbebani, hal yang akan membuat otaknya tidak berhenti berfikir, hal yang akan menyakiti otak dan hatinya.

“Gak semuanya bisa di selesaikan dengan cara bunuh dia, lagi pula kalau kamu ngotot mau bunuh dia. Kita gak akan sama-sama kayak gini”

“Siapa bilang aku mau sama-sama dengan kamu?”

Pyar!

Dia semakin tersentak, tubuhnya luruh ke lantai. Tidak ada yang bisa menahan kekecewaan dari sebuah kenyataan yang sepahit ini, bahkan orang tuanya tidak menerima hidupnya sampai ia berusia sekarang. Kenapa orang tuanya tidak memberi tahunya dan memilih sering bertengkar setiap kali mereka pulang dari pekerjaan mereka. Bekerja sebagai ilmuan.

Mereka pasti bahagia, karna mereka tidak akan berjumpa denganya setiap hari.

Mereka hanya akan pulang seminggu sekali, sebulan sekali, bahkan setahun sekali. Jika proses penelitian mereka memang berjalan dengan cukup lama, dan belum membuahkan hasil.

Dia mengepalkan tanganya sekuat mungkin, hingga tanganya memutih. Ia beranjak dengan prsaan yang benar-benar hancur lebur, entah di sistem otak maupun cara kerja hati, bahkan jantungnya ikut berdenyut nyeri.

Ia menggeram, menyesal karena tubuhnya tidak mau menuntunnya untuk pergi dari situasi yang akan membuatnya sehancur ini. Tanganya melayang di udara, menghantamkannya ke dinding ber-cat putih dingin.

“Brengsek!!”

Bahkan semua yang ia dengar satu tahun lalu tidak dapat tersingkirkan dari otaknya sekalipun satu bait. Seakan-akan semuanya bergema di setiap sudut dinding otaknya,tidak pernah mau diam dan bungkam untuk sedetik saja.

Kecuali gadis itu, gadis yang sangat menjengkelkan namun menarik perhatiannya dengan begitu mudah, mungkin masih banyak gadis lain yang lebih cantik ataupun menarik. Tapi baginya mereka tidak semenarik gadis satu ini, gadis yang menurutnya sangat berbeda dari kebanyakan gadis-gadis lain.

Dia spesial di matanya.

~oOo~

Rendra selalu menghabiskan sarapan paginya dengan duduk sendirian di ruang makan, tidak akan ada papanya yang akan menemani ia sarapan di sini.

Empat Negatif || 4-Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang