•
"Kenapa ngikutin gue sih!?" decak kesal Karla. Sepanjang jalan Rendra berjalan bersamanya.
"Siapa yang ngikutin lo? Gue mau kerumah Stasi lah" cibir Rendra, kakinya sesekali menendang krikil-krikil yang bertebaran di jalan.
Karla hanya berdecak menanggapi ucapan Rendra.
"Besok waktu ada kegiatan hari sabtu, lo ngajuin apa?" sebagai ketua osis yang baik, Rendra wajib menanyakan prihal kegiatan hari sabtu kepada wakilnya.
"Gue? Menurut gue si, kegiatan belajar pelajaran utama. Contohnya Fisika, kimia, biologi, dan matematika" usul Karla.
"Boleh, bagus juga. Menurut lo, pelajarannya bakalan di mulai habis kegiatan senam atau setelah pengembangan diri? Menurut gue, habis senam lebih bagus"
"Kalo udah tau jawabanya, kenapa nanya" Karla mendengus.
"Cuman basa-basi, hehehe" Rendra nyengir kuda.
Rambut yang sedikit bergelombang itu terayun kecil ke kanan dan ke kiri. Gadis yang tingginya beda empat cm darinya, gadis yang nilainya saling kejar dengan nilainya, gadis yang hidupnya tampak begitu sempurna, dari jadwal yang selalu tepat, potensi belajar yang tinggi, hingga seorang pianis kebanggaan Sayap Bangsa. Dia Karbadella Jaxtina.
Bohong jika Rendra tidak iri dengan ke_perfeksionis_san Karla, bohong jika Rendra tidak iri dengan Karla yang selalu terlihat sempurna di segala kegiatan, kebijakan dari pemikirannya, keanggunan, bahkan semua yang ia pakai akan terasa mahal. Bagi Rendra, Karla minus nya cuman satu. Gadis ini terlalu serius.
"Lo kenapa selalu serius di segala hal?" setidaknya hanya pertanyaan konyol itu yang terbesit di otak Rendra.
"Gue?" Karla mendengus. "Karna hidup gue bukan untuk main-main, ada image yang harus gue jaga, dan ada hal yang harus gue pertahanin"
"Tapi lo harus sedikit prik untuk menghibur diri" langkah Rendra satu langkah lebih cepat, mensejajarkan langkahnya dengan Karla.
"Tapi gue gak butuh ke_prik_kan di hidup gue, karena mereka gak ada tempat di hidup gue yang harus perfectionist to be perfect" Karla melirik Rendra yang asik menendang krikil.
"Tapi, menjadi sempurna gak akan membuat lo jadi pusat dunia" sekarang Rendra yang melirik langkah Karla.
"Gue bukan mau jadi pusat dunia, gue cuman mau jadi sempurna untuk diri gue sendiri dan image Zarvadello" terselip nada sarkasme di sana.
"Menjadi sempurna sama dengan lo pengen jadi pusat dunia, di mana semua orang bakalan melihat dan mengagumi lo. Dan sama aja lo bakalan jadi pusat dunia, untuk image Zarvadello" Rendra seperti melihat dirinya sendiri, menasihati diri sendiri.
"Kalo itu menurut lo, terserah. Itu bukan urusan gue"
~oOo~
"Kamu di bandingin sama Fadlan, jelas Fadlan lebih baik. Dia itu baik, pinter bicara. Gak kayak kamu, diam terus kayak gak punya mulut, sombong, sejelek-jeleknya Fadlan. Masih burukan sifat kamu!" sarkasme dari seorang nenek untuk satu-satuny cucu perempuan di keluarga.
"Bapak kamu itu orang gak bener, orang gila, orang stres, pantes anaknya gak bener juga, sombong. Padahal hidup numpang, tapi sombongnya keterlaluan. Heh, amit-amit"
KAMU SEDANG MEMBACA
Empat Negatif || 4-
Jugendliteratur{Empat Negatif [4-]} Ke empat siswa dengan luka terdalamnya, terkekang dalam sebuah misteri yang menghantui. Kehancuran keluarga yang menggores kelewat dalam hingga susah untuk di sembuhkan. Kisah cinta yang rumit tanpa ujung. Menyusun kembali puing...