•
Rendra membereskan beberapa dokumen yang bertengger di atas meja, sekarang ia ada di gedung osis. Rapat telah selesai, sekarang hanya tersisa dia dan Karla yang tengah menyusun formulir. Rendra heran karena sedari tadi dan sampai sekarang, Key belum menunjukkan batang hidungnya. Apa karena berita di papan buletin itu? Gumam Rendra di dalam hati.
"Gue boleh duluan?" tanya Rendra dengan berjalan menuju meja dan menumpuk beberapa dokumen disana, lalu beralih menuju ranselnya. Tubuhnya terasa sangat pegal hari ini dan sangat nyeri, bahkan perih.
"Hm," jawab Karla yang tengah merapikan formulir dan meletakkannya di atas meja tempat tadi Rendra meletakkan dokumen. Segera Rendra mencangklong ranselny.
"Shhtt..." ringisnya pelan ketika ranselnya yang cukup berat menempel pada punggungnya. Karla yang awalnya tidak peduli langsung melirik sedikit.
Samar-samar dari balik seragam putih yang Rendra kenakan, terdapat beberapa luka merah yang bergaris cukup banyak. Karla meringis melihatnya, ia seperti merasakan hal yang sama pada dirinya. Ia jadi ingat luka yang ada di tubuhnya.
"Ren," panggil Karla pelan, terlihat Rendra langsung menoleh. Ia pikir Karla hanya akan fokus pada formulir lalu segera pergi, ternyata ia masih ada disini.
"Kenapa?" tanya Rendra dengan senyumannya.
Tangan Karla masih menyentuh meja ia menatap lekat Rendra yang sedari tadi masih menatapnya. "Cepet diobati," ucapnya lalu berjalan menuju ranselnya.
"M-maksud lo?" tanya Rendra terbata, isi pikirannya sekarang sedang tidak karuan. Jangan bilang jika Karla tahu sesuatu.
"Luka," jawab Karla dengan gerakan elegan merapikan ranselnya.
"Luka apa? Luka hati, karena Key sama Al?" Rendra terkekeh "gue gak punya hubungan sama Key, gue gak punya hak terhadap dia." lanjutnya.
"Ck! Bukan itu, gak usah sok bego deh atau gue yang bakalan bikin lo gak bego lagi." kesal Karla, ia meninggalkan ranselnya lalu beralih mendekati Rendra.
"Buset! Galak bener," Rendra nyengir terpaksa apalagi dengan Karla yang semakin mendekattinya. "Lo mau ngapain!? Jangan deket-deket entar lo naksir!" ucap Rendra. Karla hanya diam saja menahan jengkel sambil terus mendekati Rendra.
Sampai ia di hadapan cowok itu, tangannya beralih mengambil ransel yang ada di tangan Rendra lalu menjatuhkannya asal. "Lo-" Rendra diam, dia bingung sekaligus panik.
Tangan Karla terangkat dan langsung membuka kancing baju Rendra dengan cepat. "Woy apaan!" seru Rendra dan langsung menarik tubuhnya sejauh mungkin. Karena gerakan cepat tangan Karla, sekarang tiga kancing teratas terbuka."Kar, lo mesum ya?" tanya Rendra dengan entengnya.
"Gak! Makanya sini dulu lo!" kesal Karla dan langsung berlari mengejar Rendra, mereka mengelilingi ruangan osis. Hingga tangan Karla dapat menarik kerah belakang baju Rendra dan menampakkan punggungnya.
Tubuh Rendra langsung mematung panas-dingin, ia meneguk salivanya dalam-dalam. Karla ikut terdiam di belakang Rendra. "Ren.." panggil Karla pelan, Rendra hanya membatu tanpa menjawab.
"Gue obati," ucap Karla dan langsung mengambil kotak p3k yang ada di atas meja, ruangan osis memang di desain selengkap mungkin. Lalu menarik pelan Rendra dan menyuruhnya duduk membelakangi Karla.
"Kar," panggil Rendra berat. Karla hanya membalas dengan deheman. "Gak usah repot-repot, gue bisa sembuhin sendiri." lanjutnya.
"Kata siapa bisa? Ini di punggung Ren, lo gak akan bisa." jawab Karla.
"Terus apa bedanya?" tanya Rendra.
"Apa bedanya?" ulang Karla heran.
"Luka lo juga gak ada yang bisa nyembuhin termasuk lo sendirikan?" ucapnya. Karla langsung mematung dan diam seribu bahasa, ia tidak dapat mengatakan apapun.
KAMU SEDANG MEMBACA
Empat Negatif || 4-
Teen Fiction{Empat Negatif [4-]} Ke empat siswa dengan luka terdalamnya, terkekang dalam sebuah misteri yang menghantui. Kehancuran keluarga yang menggores kelewat dalam hingga susah untuk di sembuhkan. Kisah cinta yang rumit tanpa ujung. Menyusun kembali puing...