-7

50 4 0
                                    

"Lo kenapa?" Karla refleks menoleh, setelah semua yang ada di dalam mulutnya tertelan. Hampir saja ia tersedak.

"Lo, ngagetin gue stupid!" sarkasnya kesal, dan langsung menutup botol air minum yang masih menganga.

"Lo, minum obat? Kenapa,lo sakit?" bukan bermaksud ikut campur, tapi Rendra tidak bisa bohong jika ia sering melakukannya.

"Gak perlu tau, lagi pula gue gak minum obat, jangan ikut campur lo tentang hidup gue" hanya sarkasme yang terbesit dari raut wajah Karla.

Setelah membereskan semua isi kotak pensilnya, Karla pergi begitu saja dan menubrukkan bahu mereka.
"Galak bener" desis Rendra.

~oOo~

Pagi ini Al memutuskan untuk hadir di jam pelajaran pertama, karena di rumahnya dingin. Al harap semuanya akan baik-baik saja entah sampai kapan, rancangan hidup yang belum jelas. Apa lagi keluarganya.

Kali ini Al mencoba menelepon Papanya, yang ia harap hanyalah Vagan mengangkat panggilan teleponnya.

..tutt..tutt...tutt...

Yang Al tahu, Vagan pasti sedang berdecak kesal dan langsung mematikan ponselnya. Dan kamungkinan itu sudah ia pelajari sejak usianya enam belas tahun, ketika akar dari semua masalah dan kesesakan yang ia rasakan. Berasal dari dirinya sendiri yang hanya sebuah kesalahan.

Semuanya sudah tertancap dengan rapi di sela-sela dadanya, bahkan semuanya berhasil membantuk sebuah lukisan maha karya yang luar biasa menyakitkan untuk ia rasakan.

Al menelan rasa getir di ujung lidahnya, dan bersarang di tenggorokan. Lalu menyakiti seluruh dadanya.

Gue cuman butuh kalian hadir, hadir di setiap keadaan terburuk gue.

~oOo~

Ketika Key sampai di kelasnya, ia hanya melihat Winvi tengah membenamkan wajahnya di balik lenganya. Tidak ada Trania, tidak ada Trania yang akan menghiburnya.

"Win, lo kenapa?" setelah meletakkan ranselnya, Key mengusap pundak Winvi.

"Ngantuk anjirt" jawabnya spontan. Key langsung memasang wajah datar.

"Gue kira lu kenapa" tonyoran datang dari Key.

"Emangnya lu tadi malem gak tidur?"

"Gak, nanggung pangkat gue benter lagi master. Dan dengan sangat anjingnya, kuota gue habis" Winvi menjulurkan kedua jari tengahnya.

"Ya elah, gue kira apaan. Gak penting banget" entah sejak kapan tapi Key sudah meletakkan alat gambarnya di atas meja. Yang ia gambar adalah, abu-abu dari semua unsur warna yang lebih pantas. Tapi, bagi Key abu-abu yang lebih pantas singgah di gambarnya.

Hanya ada arsiran dari ujung pensil yang sengaja tidak ia runcingkan, hanya ada garis abu-abu yang mendominan. Hanya warna abu-abu gelap yang menjadi pemisah di antara berjuta goresan debu pensil.

Setidaknya hanya itu yang ada di pikiran Key sebelum ketua Osis baru mereka datang menghampirinya.
"Key, ada yang berantem. Tolong bantu pisahin, sekalian bawa ke BK" cowok kelas XI4 IPA yang paling banyak folowers.

Empat Negatif || 4-Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang