25-

23 3 0
                                    

"Lo apaan sih," sembur Key karena dengusan yang keluar dari mulut Al.

Al menyudutkan bola matanya tepat menatap lurus Key, smirk ia tunjukkan pada ekspresinya. Lalu matanya bergulir pada Karla yang menatapnya seperti acuh, bergulir lagi menatap Rendra yang hanya diam. Lalu ia kembali menatap Key. "Kenapa?" Tanya Al.

"Kenapa-kenapa, dengusan lo ganggu telinga gue. Keliatan banget lo ngetawain situasi," sarkas Key, melirik tajam Al yang hanya memasang wajah acuh.

"Gua? Ngetawain situasi?" Al menunjuk dirinya sendiri, "..situasi yang mana?" Lanjutnya.

"Lo_"

"Situasi perkumpulan orang-orang bodoh yang tengah mengalami krisis saham?" Senyumnya melebar, seperti ada kesenangan tersendiri dalam dirinya.

"MAKSUD LO!? LO NGATAIN BOKAP GUA BODOH, HAH!?" Amarah Karla tidak dapat terbendung, ketika mendengar kalimat menohok yang merendahkan orang-orang perusahaan ayahnya dan bahkan ayahnya juga termasuk dalam kalimat cowok itu. Membuat amarahnya mencuat begitu saja dengan adrenalin yang mengalir bebas melewati pembuluh darahnya.

Sejak dulu dan sampai sekarang, Karla tidak pernah takut dengan tatapan intimidasi cowok itu.

"No, it's just that you feel that way."  Smirk nya menajam, menatap lurus tepat pada bola mata Karla.

"Do you think I'm stupid?" Karla mendesis, tangannya terkepal kuat menahan kejolak amarah. "Lo pikir gue ga tau kalimat lo merujuk ke mana?" Nadanya tenang, tapi diam-diam menajam.

"Udah, ga usah berantem-"

"Shut up!" Karla menaikkan jari telunjuk nya di udara, mengisyaratkan agar tidak ada yang ikut campur.

"_and you!." Jari telunjuk Karla tepat menunjuk di wajah Al. "Stop acting smart, karena lo ga tau seberapa nyakitin kalimat lo buat orang-orang, seberapa sensitif kata-kata lo buat orang-orang."

Baik Kay, Rendra ataupun Al sama-sama tidak percaya dengan kalimat yang baru saja keluar dari mulut gadis itu. Seakan-akan kalimat itu menandakan ia telah lelah dengan semua perdebatan dan argumen yang memuakkan.

Dan mulai detik itu juga, Karbadella Jaxtina dari keluarga Zarvadello melangkah pergi meninggalkan gedung osis. "Kar!" Rendra mengejar langkah Karla.

Al memejamkan matanya sesaat, sebesit bayangan bagaimana mata itu menatapnya. Banyak luka yang tersimpan, terkubur namun tak pernah sembuh. Seberapa banyak retakan yang bahkan belum pernah ia dengar, seluas luka yang tidak pernah kering. Seperti ada sebagian kecil di dalam dadanya yang terasa nyeri, sakit tanpa tahu cara untuk sembuh.

Hatinya, mendadak dingin.

~○0○~

"Karla.." Rendra masih berusaha mengejar langkah gadis itu di koridor. "Karla tunggu gue," Rendra berlari kecil dan menggapai jemari gadis itu.

"Lepas Ren," ucapnya, tanpa menoleh sedikitpun.

"Ga, lo bisa ceritain semuanya sama gue. Gue tau lo sayang banget sama bokap lo, kalimat Al mungkin bagi lo terlalu sakit_"

"Ga usah sok tau lo," sarkas cewek itu dan melepas genggaman Rendra pada jemarinya.

"Kar, Lo bisa cerita apapun sama gue. APAPUN!" teriak cowok itu ketika melihat Karla yang berlari menjauh.

Karla menghentikan langkah kakinya, tangannya terkepal kuat. Rendra langsung menghampiri gadis itu dan menariknya kedalam pelukannya.

Empat Negatif || 4-Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang