¨Bu Dinda. Bu Dinda.¨ Siwi, Senior capacity assurance dari tim woven berlari-lari ke arahku ketika aku hampir mencapai pintu keluar, haish apa lagi ini. ¨Saya butuh bantuan Bu Dinda lagi. Penting.¨
¨Ada apa, Siwi?¨ Senyum ala Ibu guru sabar tersungging di bibirku, yang belum sempat aku olesi lipstik lagi. Mental note untuk mampir ke toilet di bawah, menyapukan lipgloss bukanlah perbuatan dosa.
¨Pan Adibusana mengurangi kapasitas line kita menjadi hanya satu dari tiga yang sebelumnya mereka sudah setujui.
¨Alasannya?¨
¨Dua brand olahraga itu insist untuk produksi di unit mereka di Tangerang. Mereka nawarin unit baru yang berada di Boyolali, tapi kita masih harus bersaing dengan dua buyer lain untuk secure kapasitas di sana.¨
¨Kamu sudah pernah cek unit yang di Boyolali, capabiliti-nya gimana?¨
¨Sudah, Bu. Masih ok, sih untuk jalanin order milik kita.¨
¨Oke. Saya telpon Prajesh, sekarang. Kamu stand by di ponsel ya, nanti saya update.¨ Prajesh adalah marketing director di Pan Adibusana, aku bisa menelponnya sembari menuju ke Seribu rasa.
Aku ngepot ke arah restoran sambil berbicara dengan Prajesh, seperti biasa, laki-laki flamboyan dari India itu menebarkan rayuan sana-sini sebelum membicarakan urusan bisnis. Dia tahu aku butuh dia, kutu kupret, kalau tidak pasti sudah aku pencet si tombol merah di ponsel dengan jempol kaki.
Mataku langsung bisa menemukan Genta yang sedang duduk manis di sudut restoran, rambutnya masih klimis di jam tujuh sore, dan kemeja yang dipakainya seperti baru keluar dari dry cleaning. Alam memang suka tidak adil dengan cara yang aneh. Telingaku masih mendengarkan pembeberan Prajesh tentang unit mereka yang di Boyolali ketika aku menghempaskan pantat di kursi kosong di sisi Genta. Menggumamkan kata 'sorry' tanganku bergerak menyentuh punggung tangannya yang terlihat menganggur di atas meja.
¨How many lines can you dedicate for us, Prajesh?¨
¨How much quantity per month can you commit to us, Bu Dinda?¨
Weh, dia nantangin. ¨We can put bigger portions at Pan and keep smaller portions at other factories. But I need your commitment on the dedicated line.¨
¨Why don't you come and visit us on Monday in Boyolali, you can see our production lines and we can discuss on the capacity.¨
Tanganku mengorek tas untuk mencari tablet, mengecek schedule-ku hari senin. ¨Monday is good. I will let Siwi to arrange the meeting with your team.¨
Aku menyudahi pembicaraan telepon dengan Prajesh, menghubungi Siwi selanjutnya supaya dia bisa mengatur perjalanan ke Pan Boyolali. ¨Siwi, saya bisa terbang hari minggu, tapi kembali dengan penerbangan siang. Saya ada meeting dengan Global jam lima sore hari senin,¨ kataku.
Genta menyambutku dengan senyuman yang disertai dengan lesung pipi mautnya ketika aku menyudahi panggilan telepon. Mataku tertuju ke arah tangan kami yang kini sudah berubah posisi, dia menggenggam tanganku. What is this? Are we on a date? Are we dating? Kenapa pake pegang-pegangan tangan segala? Dia pasti bisa melihat roman wajahku yang bingung karena dia langsung melepaskan genggaman tangannya, dan langsung aku sesali. Mukaa, kenapa sik kamu harus terlalu jujur!
¨Sorry, yang tadi, masalah mendadak. Isu mendamaikan dunia, menemukan obat untuk kanker, menghilangkan kelaparan and all that.¨ Dia merespon ucapanku dengan tawa renyah, tawa yang berhasil membuat tubuhku terasa ringan. Menghilangkan kegemasan karena berhari-hari tidak ada kabar darinya. Tawa yang sangat mujarab, seperti tolak angin. ¨Apa kabar?¨ lanjutku.
KAMU SEDANG MEMBACA
Love4Real.com
Chick-LitBerada dalam kondisi kepepet karena rencana perjodohan oleh Bapaknya dengan pria berkumis yang sangat jauh dari tipenya, Adinda Sudibyo, seorang wanita karir sukses berumur 36 tahun (dua bulan lagi), mengikuti saran dua sahabatnya untuk bergabung ke...