22. Transaksi Sensor Sensor

2.1K 238 19
                                    

Temu malam kali ini seperti biasa membahas masalah macam-macam, walaupun porsi Genta masih mendominasi. Itu juga karena hampir di berbagai lini topik entah kenapa aku selalu membawanya kembali ke Genta. Membuat Kristina geleng-geleng kepala.

¨Jatuh cinta itu namanya,¨ kata Kristina. Aku mendelik, sambil mendengus.

¨Cinta. Terlalu dalem itu nenek, baru juga ketemu sama tuh makhluk. Butuh minimal tiga bulan untuk jatuh cinta,¨ tangkasku.

¨Gue curiga, lo milih ketemu di sini karena lo mengharapkan bisa ketemu dia nggak sengaja, kan? Kantornya di BEJ, kan?¨ Erina menuntut, memojokkan ke tembok, seandainya di belakangku ada tembok.

¨Ini posisi tengah-tengah. Kalo, gue minta kalian ketemu di Kemang, pasti kalian pada nyolot!¨ Aku menjawab dengan defensif. Lagian ada ribuan orang bekerja di kawasan SCBD, dan mungkin juga ribuan yang mengunjungi mall ini, seberapa besar sik kemungkinannya aku bisa ketemu satu makhluk tanpa sengaja? 0.000 sekian persen. Although, kalau boleh jujur, aku nggak akan menolak seandainya kami bisa bertemu. Tanpa sengaja. Kemungkinannya sangat kecil, tapi buka zero percent. Ya kan? Ya kan?

Kami mulai mengemasi barang-barang setelah restoran mulai sepi, besok masih hari kerja, jadi kami membutuhkan istirahat. Paling tidak aku.

Erina memutuskan turun dengan lift lebih makes sense, daripada harus menggunakan elevator yang membuat kami harus berjalan berputar-putar, walaupun aku tahu persis alasan sebenarnya, dia malas berjalan. Besok sepulang kerja, kami memutuskan untuk hangout lagi, dengan tambahan Rio dan teman-temannya, itu ide Erina, siapa tahu salah satu diantara mereka ada yang bisa kecantol denganku, atau Kristina dan menyudahi cerita jomblo ngenes kami. Aku, tentu saja menolak untuk disebut ngenes, tetapi berada di apartemen sendirian di hari jumat malam sebelas duabelas dengan ngenes.

¨Kita biarin Dinda milih lokasi lagi ya, Kris?¨ tanya Erina, matanya mengedip penuh arti.

¨Nggak, gue nggak akan milih lokasi ini.¨

¨Lo, bebas milih di mana aja, cinta. Ini negara merdeka, dan sebelum kita berubah pikiran.¨ Kristina menepuk pundakku.

¨Amuz?¨

Kristina dan Erina sontak tertawa mendengar usulanku.

¨Oke ... oke. Gue milih tempat la–¨ mulutku tidak berhasil meneruskan apapun yang sebelumnya hendak aku katakan. Pintu lift terbuka, dan kedua mataku terpaku ke sosok yang berdiri di luarnya. Well, ada empat orang, tapi aku tidak menghiraukan tiga orang lainnya, fokusku hanya tertuju ke satu orang. Mengenakan kemeja putih dengan pantalon abu-abu, kedua lengannya digulung sampai ke siku. Genta.

Dia sama terkejutnya, tidak menyangka akan bertemu denganku di sini. Di mall ini. Lebih tepatnya di dalam sebuah kotak kecil bernama lift.

¨Bro, lo mau masuk enggak?¨ salah satu temannya memanggil, menempatkan kembali kesadaran yang sepertinya sempat lenyap. Dia berjalan masuk, masuk lagi, mengambil posisi disampingku.

Tubuhku mendadak seperti terkena kejut listrik tingkat tinggi, pacuan liar jantung yang sekarang sudah mulai aku hafal setiap kali makhluk ini di berada di dekatku mulai terjadi. Ruar hangat seperti selimut lembut, dan juga aroma maskulin yang keluar dari tubuhnya mulai menyerbuku.

¨Hai,¨ sapaku. Mencoba mengatakannya senormal mungkin, dari sudut mata, aku bisa melihat mata Erina dan Kristina yang sontak tertuju ke arahku.

¨Kamu ... ada di sini?¨

¨Ini tempat public, siapapun boleh berada di sini, kan?¨

Dia menelitiku, dari wajah sampai ke kaki, lalu dia menunduk. ¨Sandal swallow nggak dibawa?¨ bisiknya, aku yakin bibirnya berjarak kurang dari dua senti dari telingaku, karena saat ini seluruh bulu di sekujur tubuhku berdiri. Setiap sel darah seperti ditunggangi oleh energi yang aneh, energi sama yang membuat dadaku sekarang terasa membuncah.

Love4Real.comTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang