Tanler

1.3K 113 16
                                    

Sejak pertama kali Nala menginjakan kaki kecilnya di mansion Whitney, Nala paling penasaran dengan anak pertama keluarga itu, siapa lagi jika bukan Tanler. Menurut Nala, Tanler itu berwibawa sekali, tidak banyak ngomong, tidak banyak tingkah dan tentu saja tampan, tidak seperti Zinan yang suka mengatai Nala pangeran kodok.

Karena sifat kalem dan dingin itulah yang membuat Nala makin penasaran dengan kakak pertamanya itu, jika dipikir pikir Tanler sama sekali tidak pernah melirik Nala sekalipun, kalopun berpapasan Tanler hanya melihat sekilas lalu pergi tanpa mengucapkan sepatah katapun, Nala jadi curiga jangan jangan Tanler itu bukan manusia, soalnya mana ada manusia yang jarang sekali bicara dan tertawa, Nala saja jika tidak bicara sehari saja rasanya tidak enak sekali, seperti ada yang kurang gitu.

Berhubung Tanler sekarang telah menjadi idola untuk Nala, maka Nala sekarang sedang memikirkan cara bagaimana untuk bisa menarik perhatian Tanler, supaya kakak pertamanya itu mau untuk diajak bermain bersama, pasti asik sekali, pasti Tanler akan selalu mengalah dan membiarkan Nala menang, tidak seperti Zinan ataupun Achirah yang tidak mau mengalah.

Nala saat ini sedang tiduran santai disofa ruang tamu, hari ini baik Achirah, Acheran, maupun Zinan sedang tidak rumah, entah pergi kemana, Nala yang bosan akhirnya memutuskan untuk menonton kartun dua kembar botak, habis mau bagaimana lagi semua penghuni rumah yang tersisa tidak ada yang bisa diajak main.

Lalu saat Nala sedang asik menonton tiba tiba Tanler datang, setelahnya dengan tenang duduk disofa single sambil membaca buku, seperti biasa tidak peduli dengan kehadiran Nala.

Seperti yang sudah dijelaskan, Tanler itu adalah idola Nala, maka ketika sang kakak duduk didekat dirinya Nala jadi gugup, jantungnya jedug jedug, tangannya jadi basah karena berkeringat, tapi disisi lain Nala berpikir bahwa ini adalah kesempatan untuk mendekati sang idola.

Nala segera duduk dari posisi berbaring, memasang pose berpikir, tangannya ia silangkan didada dengan jari telunjuk yang mengetuk ngetuk dagu, tatapan mata kucing itu menatap serius kearah Tanler, lalu kepala mungil itu mengangguk ngangguk setelah mendapat sebuah ide yang tidak briliyan briliyan amat.

Kaki mungil yang beralaskan sendal kuning berbentuk anak ayam itu segera menapaki lantai, berlari kecil menuju dapur, oi, lihatnya rambut coklat yang terlihat halus itu, bergerak tuing tuing seiring Nala berlari, gemas sekali.

Tidak lama Nala keluar dari dapur, tangan kecilnya dengan sedikit bergetar membawa secangkir teh hangat, senyuman manis senantiasa menghiasi wajah Nala.

"Kaka Tanlel, liat Nala bawa teh hangat buat kaka loh, lasanya manis sekali  soalnya dibuat dengan cinta oleh Nala," sebenarnya Nala bohong, mana bisa bocah satu itu membuat teh, bahkan tubuh pendeknya itu tidak lebih tinggi dari meja dapur, tapi karena ia masih dalam misi mari mengambil perhatian Tanler, jadi Nala menambahkan sedikit bumbu cerita.

Tanler hanya melihat sekilas lalu berdehem kecil, mengisyaratkan Nala untuk menaruh tehnya dimeja, setelahnya ia kembali fokus membaca buku.

Nala yang melihat respon cuek dari sang kaka menunduk lesu, tapi tidak lama Nala kembali tersenyum menatap Tanler penuh pengharapan, "kok tidak diminum tehnya ka Tanlel?, nanti kalo dingin jadi tidak enak loh, kata kaka Achi teh itu diminum saat masih hangat hangat,"

"Belum haus," Tanler tanpa mengalihkan pandangan dari buku menjawab. Bocah cadel satu ini kenapa cerewet sekali sih, dirinya kan jadi tidak fokus membaca.

Karena risih dengan Nala yang terus menatap dirinya, Tanler bangkit berdiri, berjalan menuju ketepi kolam renang, berusaha menghindar dari bocah pungut cadel yang kelewat aktif itu.

"Eh eh, kok pelgi ka Tanlelnya," Nala memandang polos kepergian Tanler, lalu mengerucutkan bibir tanda sebal.

"kak Tanlel, teh penuh cinta Nala ini belum diminum loh, kan sayang sekali cintanya Nala jadi telbuang buang," nah kan, sekarang bocah itu mendrama, efek kebanyakan diajak nonton sama Acheran itu pasti, yang diajak bicara tidak mendengarkan tetap melangkah pergi.

RAGNALATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang