"Morning bestieeee!"
Langkah lebar pemuda dengan jeans biru muda berlubang besar di pangkal paha dan kedua lututnya, juga kaus lengan panjang putih hitam dan topi baseball senada menghampiri kedua sahabat yang bersamaan menoleh dengan mulut terbuka hendak menyuap pancakenya.
"Wahhhh....gw mencium bau-bau kondom strawberry nih"
"Ya ga usah kenceng-kenceng juga kuntiii!" Seokjin melempar tasnya ke bangku sebelah Hoseok kemudian duduk dan mengambil milkshake cokelat milik Taehyung di seberangnya.
"Udah sehat Jin?" Taehyung segera menyelamatkan minuman kesukaannya dari pemuda yang masih menempelkan bibirnya pada sedotan.
"Udah doonnkkk...." Kedua jarinya mencomot potongan pancake terakhir Hoseok dan melahapnya tanpa ijin.
"Yaaaa.....habis pusing terbitlah ga tau malu" Hoseok menyeka bibirnya dengan tissue kemudian menyeruput kopi hitamnya.
Seokjin yang terbahak segera mendekatkan kepalanya ke tengah-tengah meja.
"Lo pada mau ikut gw ga ntar malem ke tongkrongan?"
"Cari Jungkook yuk...."
"Hayuukkk...." Taehyung membulatkan mata dan pipinya yang berisi pancake dengan garpu dan pisau yang masih digenggamnya.
"Okay....sip.....jam sembilan gw jemput lo lo pada ya...."
"Sekarang gw mau baca puisi dulu sama si Joonjoon..."
"Udah jadian belom ya mereka?" Taehyung terkekeh sambil menikmati sisa-sisa pancakenya.
"Hehe...bukan apa-apa ya..."
"Kayanya Jimin ga bakal tertarik sama kutu buku cupu kaya Namjoon deh""Eh....mmm....ngga cupu-cupu banget deh kayanya" Seokjin yang sudah bersiap untuk pergi pun kembali duduk.
"Waktu dia bayarin makan gw ga sengaja liat black card di dompetnya"
"N sama persis kaya punya gw...yang limited itu..."
"Trus waktu kacamatanya jatoh pas dia ditonjok sama Jackson, kan gw ambil ya..."
"Bottega Veneta dong framenya"
"Kayanya dia bukan kutu buku sembarangan deh..." Kedua alisnya bertemu dan melirik kedua sahabatnya yang juga melakukan hal yang sama.
"Hey..." Seokjin berbisik dan menepuk pelan bahu sang pemuda yang sedang mengetik di ponselnya.
"Hey....baru gw ngechat lo..." Ia menghapus pesan yang baru saja diketik tanpa terkirim.
"Sorry....gw nyomot sarapan Hoseok dulu tadi..."
"Jadi lo belom sarapan?" Namjoon membulatkan matanya.
"Udah jam sepuluh ini...."
"Nanti sakit lagi loh""Ck....ngga, bawel....ayo mulai" Seokjin mengeluarkan buku catatan dari tasnya lalu menoleh pada pemuda yang masih diam menatapnya kesal.
"Lo tu ya.....capek gw ngomong ma lo..." Namjoon mengalihkan perhatiannya pada buku yang tengah dibacanya.
"Loh kok marah sih?" Wajah polos Seokjin mendekat.
"Ni....contoh-contoh puisi yang ringan buat sehari-hari" Tak menggubris pertanyaan Seokjin, Namjoon menyodorkan buku bersampul tebal yang sudah menguning pada pemuda yang masih terbengong di sebelahnya.
"Okaaaay...." Menaikkan alis lalu memasang kacamata berframe silver tebal, Seokjin membaca satu persatu susunan kalimat yang cukup membuatnya berpikir.
"Kok ini ga ada rimanya sih?" Telunjuk berlekuk itu mengetuk-ngetuk sebuah halaman dengan untaian kaliamt panjang.
"Ga......" Ucapan sang pemuda terhenti saat menoleh dan mendapati pemuda di sebelahnya berwajah serius di balik kacamatanya.
"Ha?" Tiba-tiba Seokjin menengok masih dengan raut wajah seriusnya.
"G-ga semua puisi harus punya rima sih...."
Sedikit gelagapan menghadap wajah tampan dengan jarak antar hidung yang hanya sejengkal anak kecil, Namjoon memalingkan wajahnya yang terasa hangat.
"Puisi itu intinya ngungkapin sesuatu yang bisa bikin orang yang baca atau denger ngerasain sesuatu di dalam jiwanya"
"Puisi-puisi yang sering kita liat kan kebanyakan kaku ya....nah gw kurang suka yang kaya gitu"
"Gw lebih seneng baca atau denger kaya.....orang lagi cerita gimana sih..."
"Buat perform kita nanti juga gw pengennya bikin puisi yang kaya percakapan antara dua orang gitu sih....ngerti ga?"
Namjoon kembali menoleh dan mendapati Seokjin tengah menopang pipinya dengan telapak tangan.
Tatapannya teduh dengan sudut bibir sedikit terangkat."Lo keren ya...."
"Kaya dosen kalo lagi kaya gini""N suara lo tu.....nyerah dah gw" Seokjin mengangkat kedua tangannya serta mengembalikan kepalanya ke posisi semula, membolak balik halaman kertas pada buku yang tengah dibacanya.
"Lo suka banget ya sama sastra?"
Tatapannya kembali pada sepasang bola mata yang berbinar mengangguk. Senyum lebar menampilkan cekungan sempurna pada kedua permukaan pipinya.
"Ih....lo punya lesung pipi..." Telunjuknya menekan-nekan lubang yang masih tercetak di tempatnya.
"Astagaaa....gw gede gini ada di deket lo tapi lo baru sadar sekarang?" Wajahnya kembali berubah serius.
"Yaaahhh.....marah lagi deh...." Ditariknya telunjuk itu perlahan sambil mengerucutkan bibir.
"Hmmmm....jadi puisinya bisa gimana aja gitu ya? Bebas?"
Namjoon mengangguk singkat sambil terus membalik halaman per halaman bukunya.
"Seokjin udah makan?"
Kalimat yang muncul tanpa angin dan hujan setelah beberapa menit mereka terdiam itu meluncur dengan suara berat."Udah Joon..."
"Makan apa?"
"Sate dua puluh tusuk ga pake lontong"
"Waahhh....enak sekali...."
"Jadi deh puisi....gitu?"
"Jir.....cape gw beneran ngomong sama lo"
Namjoon menutup buku dan melepas kacamata untuk memijit pangkal hidungnya.
Kemudian tertawa tertahan menutup mulutnya dengan kepalan tangan.
"Lah kenapa? Katanya bebas..."
"Emang lo ga ngerasain sesuatu dalam jiwa lo pas denger sate?""Lapar atau...."
Ucapannya terpotong oleh uluran telapak tangan yang menutup bibirnya.
"Diem.....diem....."
Namjoon terus tertawa di balik kepalan tangannya hingga tak tertahan lagi, suara pekik tawanya meledak membuat seluruh orang di dalam perpustakaan itu menoleh dan menyuruh mereka berdua untuk pergi.
KAMU SEDANG MEMBACA
Persona
FanfictionSJ fell first, but NJ fall harder Daily convo, fake chat, angst, toxic abussive relationship, gapless age, harsh words