Selamat Membaca Dear💜
"Padahal hidupku tidak semenarik itu untuk diperhatikan, lucunya ada saja manusia yang tidak tahu darimana membenciku tanpa menampakkan kehadirannya."~ Trifea
Matahari begitu indah hari ini, tidak begitu panas seperti biasanya. Sekarang sudah menunjukkan pukul 09.30 WIB. Trifea sudah membersihkan rumah dan membuat sarapan. Saatnya bersantai dengan menyeduh teh hangat memandangi foto saat dia memenangkan lomba debat di bangku SMP.
Bel rumahnya berbunyi. Trifea segera keluar.
"Selamat pagi...." Sapa Stayla dengan senyuman sinisnya.
"Pagi Kakak..." Ivarapun ikut menyapa.
"Ada apa anda kemari?" Tanya Trifea tanpa menyambut untuk memasuki rumahnya.
"Saya ingin menitipkan Iva di sini, lagi pula kamu tidak pernah ke rumah. Sesekali kamu jaga adik kamu. Saya dan ayah kamu ak...." Ucapan Stayla terpotong.
"Hah...Apa maksud anda? Saya tidak menerima penitipan anak. Silahkan anda bawa saja, hari ini saya ada janji."
"Ajak saja Adik kamu, biar kalian bisa dekat. Saya tidak akan lama, lagi pula kamu libur juga hari ini. Sudah saya pergi dulu, kasihan loh Ayah kamu sedang menunggu."
Setelah mengucapkan kalimat tersebut Stayla benar-benar meninggalkan Trifea dan Ivara.
"Kak, Iva mau masuk." Ujar Ivara
Trifea diam meninggalkan Ivara di depan pintu. Melihat Trifea yang masuk tanpa sepatah kata, Ivara pun masuk sendiri mengikuti langkah Trifea.
Dalam hati Trifea ingin sekali mengusirnya. Akan tetapi, Ivara yang kecil ini tidak tahu apa-apa bahkan tidak benar jika Trifea kasar padanya.
"Kenapa kamu ikutin aku terus? Kenapa tidak ikut mama saja, disini kamu mau ngapain?"
"Kakak tiri marah ya?. Maafin Iva tapi mama bilang Iva harus disini hari ini. Iva tidak mau di rumah sendiri." Jawab Ivara sambil menundukkan kepalanya.
Melihat Ivara seperti itu, Trifea tidak tega. Akhirnya dia mengajak Ivara ke kamarnya.
"Wah.... kamar Kakak tiri bagus sekali. Iva mau juga kamar seperti ini. Banyak gambaran, ini siapa yang gambar?" Takjub Ivara dan menanyai gambaran yang ada di atas meja belajar Trifea.
"Jangan disentuh lagi, nanti Kakak ceritakan. Saya mau mandi dulu. Kamu diam dan duduk saja di sini." Ujar Trifea.
Ivara diangkat Trifea ke atas kasur ternyamannya. Kemudian dia ke kamar mandi. Ivara saat ini sedang bosan, dia pun membuka tas mini berbentuk itik yang isinya handphone miliknya.
Ivara sangat penurut, ketika saat ini benda persegi panjang itu sangat ingin dimainkannya dia mengingat pesan Stayla bahwa tidak boleh memainkah handphone kecuali ingin menelponnya atau menjawab telepon jika berdering. Lalu dia tutup kembali tasnya. Memandangi kamar itu secara saksama.
"Kenapa Kakak tiri tidak pernah ke rumah ya, padahal di rumah ini sendiri?" Tanya Ivara sambil melihat sekeliling.
Pandangannya tertuju pada medali dan piagam yang disusun rapi di lemari kaca.
KAMU SEDANG MEMBACA
Enough W
Teen FictionYang tidak pernah terluka, tidak akan pernah merasakan susahnya mencari obat untuk meredakannya. Karena satu hal yang membekas tidak mudah untuk dihilangkan. "Seperti itu manusia, tidak pernah puas dan selalu merasa berkekurangan. Sampai lupa bahwa...