Selamat Membaca Dear💜
Jangan lupa luangkan waktu untuk support aku dengan memberi vote dan komen ya:)
.
.
.
“Sekian lama mencoba untuk tetap terlihat tegar. Ketika kedua tanganku di dekap oleh sahabatku meski bukan keluarga rasanya sangat menenangkan. Apakah lebih baik dari pelukan keluarga ku sendiri?”
_________
“Mendingan kalian gak usah deh ke rumah.” Ujar Trifea yang saat ini tangan kanan di dekap oleh Tata dan kiri oleh Mimis.“Gak boleh nolak Feaaa kita itu temenen hampir lima tahun, selama itu loh aku gak tahu rumah kamu. Hadeh, emang kamu anggap aku apa, ha?” Protes Tata menghadap Trifea.
Mereka hendak keluar kelas, akan tetapi Faidel menghalangi mereka.
“Fe gak lupa kan sama janjinya?” Ujar Faidel dengan menaikkan alisnya. Tanda dia ingin mengajak Trifea.
Mereka berhenti tepat di depan pintu kelas. Trifea berpikir sejenak, apabila kedua sahabatnya ke rumah maka alamatnya akan diketahui dan kalau ikut Faidel maka dia harus berboncengan menahan semua perkataan serta setiap detik bersamanya. Pilihan yag sulit.
“Ohh iya baru inget nih, Faidel mau ajak aku ke toko buku. Kalian tahu kan ada novel yang pingin banget aku beli.” Trifea beralasan.
Tata melepaskan tangannya yang melekat pada Trifea.
“Kalian ini mencurigakan sekali. Kemarin kok bisa izin barengan?” Ujar Tata penuh penekanan.
“Mana tahu, kalau aku kemarin anterin Mama ke rumah sakit tiba-tiba aja demam.” Balas Faidel.
“Nah tuh dengerin Mama Faidel sakit gak mungkin kan dia gak urus.”
“Udahlah Ta, jugaan kenapa sih kamu gak percaya sama sahabat sendiri.” Lerai Mimis.
“Gak! Gak boleh pergi. Kamu harus istirahat. Ayok kita pulang.”
Tapi Trifea menahan langkahnya.
“Janji deh habis dari toko buku pulang.” Trifea memasang wajah memohon.
Dengan perdebatan yang cukup panjang, akhirnya Mimis dan Tata mengizinkan pergi bersama Faidel. Mereka mengikuti langkah Trifea sampai keluar gerbang.
“Fai anterin langsung pulang, gak ada acara mampir-mampir.”
“Ke rumah sakit dulu baru pulang!” Tegas Faidel.
“Turunin aku di sini atau aku loncat!”
Faidel menghentikan motornya.
“Kenapa? Fe, aku tahu luka di badan kamu itu lebih parah dari apa yang di lihat. Kamu pakai seragam panjang hari ini untuk menutupi luka yang ada di bahu kamu kan.” Ujar Faidel menunjukkan kekhawatirannya.
“Cukup Fai, jangan ikut campur dengan hidup ku. Semoga kamu paham dan gak lagi mengancam untuk kasih tahu ke Tata maupun Mimis.”
Setelah berkata seperti itu, Trifea berjalan meninggalkan Faidel sendiri. Dengan rasa kesalnya Trifea menambah kecepatan jalannya. Benar apa adanya sebenarnya tangan Trifea terasa pedih akibat cambukan yang diterimanya. Bahkan kakinya sedikit terluka karena berjalan tanpa alas kaki kemarin.
Di arah lain, Faidel membiarkan Trifea pergi. Dia tidak ingin melihat Trifea semakin marah. Faidel paham apa yang di rasakan Trifea saat ini, apalagi Trifea yang dia kenal dari dulu memang paling benci dengan bantuan orang lain.
KAMU SEDANG MEMBACA
Enough W
Teen FictionYang tidak pernah terluka, tidak akan pernah merasakan susahnya mencari obat untuk meredakannya. Karena satu hal yang membekas tidak mudah untuk dihilangkan. "Seperti itu manusia, tidak pernah puas dan selalu merasa berkekurangan. Sampai lupa bahwa...