Selamat Membaca Dear💜
•
•
•Jangan lupa vote dan comment biar aku tambah semangat update;)
———
Zeyvan menggendong Trifea, meletakkannya di atas kasur. Tidak ada pikiran mengenai bagaimana nantinya kasur tersebut basah karena pakaian Trifea. Dia kebingungan, mengambil handuk keluar mengambil handuk yang terjemur. Mengelap badannya yang sangat dingin dan menggigil.
"Kenapa kamu angkat aku ke sini Zey, aku harus menghukum diriku." Ucap Trifea lirih dengan mata yang sangat terbuka kecil.
"Apa maksud Kakak menghukum untuk apa? Kita harus ke rumah sakit." Jawab Zeyvan.
Bibir Trifea bergetar hebat bersamaan dengan badannya. Zeyvan tidak tahu lagi harus melakukan apa. Untuk menghangatkan tangan Trifea dia menggosokkan pada tangannya berkali-kali.
Untuk membawa ke rumah sakit pun Trifea harus mengganti pakaiannya. Tidak mungkin dia melepaskan dan menggantikannya sendiri. Tetapi melihat Trifea yang hampir tak sadarkan diri membuat Zeyvan semakin panik.
"Kak aku mohon buka mata, ganti pakaian Kakak sekarang agar kita bisa ke rumah sakit." Ujar Zeyvan.
Trifea tetap tidak mau membuka mata. Kenyataannya Trifea masih bisa mendengarkan apa yang di ucapkan Zeyvan. Dia ingin sendiri tanpa di ganggu siapapum. Berharap Zeyvan meninggalkannya malah dia kembali menggendong Trifea dengan keadaan basah kuyup.
"Aku tidak ingin Kakak sakit." Tegas Zeyvan yang membawa Trifea ke arah rumahnya menuju mobil milik Ayahnya.
Memasukkan Trifea ke dalam mobil, "Ayo Pak antar saya ke rumah sakit." Ujar Zeyvan pada Sopir khusus untuknya.
"Baik Nak, Non Fea kenapa ini?" Tanya Pak Amad.
"Kak Fea sakit Pak, kita harus segera." Jawab Zeyvan yang mengelus puncak kepala Trifea di sampingnya.
Zeyvan sudah di fasilitasi sopir pribadi oleh Ayahnya agar dapat memudahkan urusannya. Terlebih lagi Zeyvan hanya bisa menggunakan motor dan sebentar lagi baru akan bimbel untuk belajar mengendari mobil.
Tidak ada yang berkekurangan mengenai kebutuhan hidup anak Ariem selama ini. Akan tetapi, hanya Trifea yang sedikit kisah hidupnya menjadi saksi rasa lelahnya Ariem sampai berada di titik kesuksesan ini. Namun, dia juga yang masih terlukan hinhha detik ini.
Di rumah sakit, Trifea segera mendapatkan perawatan. Saat ini dia tidak sadarkan diri. Zeyvan menemaninya, memandangi Kakaknya ini dengan tatapan menyedihkan. Ketika suster yang membantu menggantikan baju untuk Trifea tidak sengaja Zeyvan melihat banyak sekali bekas luka di tubuhnya. Dia terkejut dengan apa yang di lihatnya. Apa yang terjadi kepada Kakaknya selama ini, siapakah yang menyakitinya separah ini?
"Pasti sakit ya Kak?" Batin Zeyvan memegang punggung tangan Trifea.
Kurang kuat apa manusia di hadapannya ini, semua dia tahan sendiri. Bahkan dia sudah menutup diri sejak lama, Zeyvan telah mendengar ini dari Mamanya sendiri. Kagum sekaligus kasihan menjadi satu. Dia ingin mengenal Kakaknya lebih dalam untuk mengikuti jejaknya.
Sebab luka banyak hal, tetapi luka dari keluarga apalagi kedua orang tua itu sakitnya tidak akan ada obatnya. Anda bekasnya dapat terlihat mungkin semua orang akan melihat seberapa kesulitan seseorang menjalani hidup.
****
Trifea tersadar, kepalanya sangat pusing. Tidak ada siapa pun di sana. Lantas dia mengingat-ingat apa yang telah terjadi. Seingatnya dia berada di atas kasurnya.
Memegangi kepalanya, "kenapa aku di sini?" tanya Trifea merubah posisi duduk.
Zeyvan meninggalkan Trifea sendiri untuk pulang terlebih dahulu mengambilkan pakaian Trifea dan membersihkan rumahnya yang berantakan. Bahkan dia menggantikan seprai Trifea yang masih lembab dengan yang baru.
Setelah itu dia kembali mengunjungi Trifea. Sesampai di ruangan tidak terlihat siapa pun. Zeyvan meletakkan tas kecil berisi pakaian Trifea dan langsung keluar mencari keberadaan Kakaknya. Bertemu dengan suster yang membantunya tadi tetapi tidak tahu ke mana Trifea pergi.
Mendapat saran dari suster untuk memeriksa kembali akhirnya Zeyvan kembali ke ruangan. Melihat Trifea memang masih di dalam yang sudah mengganti pakaian yang di bawakan Zeyvan, lalu ke mana dia pergi tadi?
"Kenapa muka kamu seperti terkejut?" Tanya Trifea.
"Kakak dari mana? Aku hampir mengelilingi rumah sakit karena khawatir." Bukannya mendapat jawaban Zeyvan malah bertanya balik.
"Ayo kita pulang, aku sudah bilang tidak perlu mencampuri urusanku." Balas Trifea berjalan keluar membawa tasnya
Zeyvan memanggil Kakaknya untuk menunggu sejenak di mobil karena dia akan membayar tagihan rumah sakit. Trifea tidak membawa uang sehingga dia menerima Zeyvan membayarkan tagihannya. Trifea saat ini hanya bisa menuruti saja perkataan Zeyvan hitung-hitung menghargai kebaikannya padanya.
*****
Malam harinya, Trifea sudah berada di meja makan. Rumahnya sudah bersih dan kembali rapi berkat Zeyvan yang berusaha membatunya. Bahkan masakan saat ini Zeyvan yang memasakkan untuk Kakaknya.
Menerima kebaikannya bukan berarti menerima kehadirannya pula. Badannya belum terlalu sehat untuk berdebat, jadi Trifea membiarkan hari ini saja berlalu untuk seperti ini.
"Ini Kak silahkan di makan mungkin rasanya tidak enak tetapi aku masaknya dari hati." Ujar Zeyvan yang memberikan sepiring nasi dan lauknya di atas meja.
Trifea tidak mungkin makan sendiri, dia mengambilkan piring di dapurnya. Melihat Trifea pergi dan membawa alat makan untuknya Zeyvan tersenyum.
"Kamu yang masak, kamu juga harus makan." Ucap Trifea menyodorkan piringnya ke arah Zeyvan.
Mereka makan dengan keheningan. Baru kali ini dia melihat Trifea setenang ini. Biasanya melihatnya langsung ingin marah dan emosi terus. Dia berharap bisa dekat dengan Kakaknya.
"Kak, aku boleh tanya?" Ujar Zeyvan.
"Aku masih lemas, jadi jangan banyak tanya." Jawab Trifea yang di balas Zeyvan dengan mengangguk.
Setelah makan, Trifea hendak mencuci piring tetapi Zeyvan melarangnya. Jadinya saat ini dia yang membersihkan bekas makan, Trifea duduk santai di sofa ruang tamu. Selesai semua pekerjaannya, Zeyvan berpamitan kepada Trifea untuk kembali ke rumahnya.
"Kak aku pamit pulang, aku harap Kakak istirahat cukup dan meminum obat dari dokter. Satu lagi, aku paham hubungan kita seperti ini tetapi semoga Kakak mendengarkanku. Kak Fea tidak salah dalam hal apapun, sudah berusaha dan hebat. Jadi tidak perlu menerima hukuman dari siapa pun bahkan diri Kakak sendiri. Semoga Kakak lekas sembuh." Ucap Zeyvan selesai yang langsung melangkah keluar.
Mendengar perkataan Zeyvan, Trifea terpaku dengan kedewasaannya. Ada benarnya juga, mengapa dia menyakiti dirinya selama ini. Padahal yang sakit hatinya, kenapa badannya yang di hukum.
"Tetapi ketika aku menyakiti diriku, ada lega tersendiri yang ku rasakan." Batin Trifea pada dirinya.
———
See U Next Part ya;)
Kalau ada saran boleh di tambahkan di kolom komentar, dahh~Salam Hangat,
Cacctuisie
KAMU SEDANG MEMBACA
Enough W
Fiksi RemajaYang tidak pernah terluka, tidak akan pernah merasakan susahnya mencari obat untuk meredakannya. Karena satu hal yang membekas tidak mudah untuk dihilangkan. "Seperti itu manusia, tidak pernah puas dan selalu merasa berkekurangan. Sampai lupa bahwa...