Selamat Membaca Dear💜
•
•
•
•"Setiap manusia memang mempunyai luka dan dukanya masing-masing. Sesibuk apapun, ketika harapan untuk tetap baik sering kali sirna. Bahkan yang terlihat baik sekalipun dia bisa meringkas semua keluhannya. Kita sama-sama dipaksa kuat. Hanya saja arah yang diberikan sedikit berbeda."
_________
"Bukankah saya bilang tidak usah menemui saya!" Ujar Trifea tegas yang saat ini berada di sebuah cafe.
Disaat pulang sekolah, Trifea menerima panggilan dari Zeyvan keluarga baru yang baru saja dia ketahui. Sebenarnya dia enggan menemui Zeyvan, akan tetapi Zeyvan memaksa jika tidak dia akan ke rumahnya.
"Maaf jika aku terlalu memaksa Kakak."
"Saya tidak ingin bertele-tele, kamu katakan saja apa yang ingin kamu sampaikan." Tutur Trifea.
"Sebelumnya aku mau minta maaf Kak, atas perbuatan Mama. Kedua, aku hadir tidak ada maksud untuk merebut posisi Kakak atau sebagainya. Di sini aku juga terpaksa, keinginan Ayah yang sejak lama menginginkan aku untuk mandiri dengan diri ku sendiri agar bisa berusaha akhirnya aku tinggal bersama Paman. Fasilitas memang dari Ayah semua, akan tetapi tuntutan Ayah dan Mama yang ingin aku sempurna kerap kali membuat aku frustasi. Aku ingin kabur dari dunia yang diciptakan mereka."Ujar Zeyvan menceritakan apa yang di rasakan selama ini.
"Lalu apa hubungannya dengan saya, dengarkan baik-baik Zey dari awal saya tidak pernah menginginkan apapun dari Ayah. Harta? Saya tidak menginginkannya, silahkan untuk keluargamu itu." Balas Trifea.
"Kak, apakah bisa kita berbicara selayaknya Kakak dan Adik saja. Selama ini aku tidak mempunyai tempat untuk mengatakan semua ini. Aku menceritakan ini karena aku tahu, Kakak adalah orang yang juga tersakiti karena orang tua kita."
"Baiklah anggap saja kita memang punya ikatan, aku tidak punya waktu untuk membahas ini Zey jadi harapannya kamu bisa menyelesaikannya sendiri." Ujar Trifea.
Bukannya Trifea tidak ingin mendengarkannya, akan tetapi amarah pada dirinya saja belum bisa dikendalikan lebih baik Trifea tidak mengatakan banyak hal. Dia juga tidak ingin menyakiti hati Zeyvan.
Ketika hendak beranjak dari Cafe, Zeyvan berkata sesuatu yang tidak ingin Trifea dengar.
"Setelah ujian kenaikan kelas, mungkin aku akan di pindahkan di tempat Kakak bersekolah."
"Hah? Kenapa? Kamu tidak bisa bersekolah di sana. Kakak tidak ingin setiap hari meskipun tidak sengaja bertemu denganmu."
"Ayah sudah mengurus persyaratan pindah Kak."
Tanpa membalas lagi, Trifea meninggalkan tempat itu. Trifea ingin sekali pulang ke rumah untuk membahas ini bersama Ayahnya. Akan tetapi, jika mengingat pesan Ayahnya yang tidak mengizinkannya pulang ke rumah membuat sangat sakit.
Masih mengendarai sepedanya, Trifea mengelilingi kota. Berkali-kali menghela nafas panjang. Ada seseorang yang di kenal di depan, dia berusaha tidak mengenalinya tapi percuma. Namanya di panggil duluan.
"Fea..."
"Huft...Kenapa?." Balas Trifea yang hendak mengayuh sepedanya lagi.
"Mau kemana? Buru-buru banget, kita lumayan lama gak ketemu Fe." Ujar Rama ramah.
Menurut Trifea meskipun telah berdamai dengan Rama yang saat itu menjelaskan penyesalannya terhadap almarhum Naya tetap saja Trifea canggung untuk mengobrol dengannya.
"Aku mau pulang Ram, udah sore nih."
"Bentaran, jangan bilang kamu masih menghindar?"
"Gak, mau ngapain sih?"
"Ada yang mau aku obrolin."
"Jangan curhat, males!"
Mereka pun berjalan beriringan. Rama membawakan sepeda Trifea, di jalan yang lumayan sepi mereka menikmati angin kecil yang datang lalu pergi.
"Mau obrolin apa? Cuma jalan diem-diem gini."
"Fe, aku rasa Naya memang bunuh diri akan tetapi pasti ada alasannya selain yang aku certain kemarin."
"Gimana maksudnya?"
"Beberapa hari lalu, aku bersihin kamar Naya. Seperti yang kamu lihat kamarnya berantakan tapi ada fokus ku tersendiri dengan buku diarynya."
"Yang mana?" Tanya Trifea lagi.
"Beberapa tulisannya, dia bilang kalau banyak yang gak suka dengannya dan lembar berikutnya Naya nyebutin ada dua orang yang kena bullying. Pasti salah satunya Naya tapi untuk satu orang lagi aku gak tahu."
"Dua orang?"
"Iya untuk pembully dia bilang juga kalau ada tiga orang yang sangat menyiksa pikirannya. Kayaknya bakalan ada yang bernasib sama dengan Naya."
Trifea hanyut dalam pikirannya sendiri. Bagaimana bisa ada dua orang yang menjadi korban bullying. Siapakah sosok itu, apakah yang Rama ceritakan adalah Kaysa tetapi bukankah dia salah satu dari anggota pembully itu. Tidak mungkin.
"Fe, kenapa?" Tanya Rama menyadarkan Trifea dari lamunannya.
"Kamu ada petunjuk lain, mungkin Naya pernah buat gambaran atau melalui tulisannya yang lain?" Tanya Trifea yang sedang mencari tahu.
"Gak ada sih Fe, cuma itu aja."
Setelah berjalan cukup lama, mereka berhenti sebentar membeli minum. Mereka duduk bersebelahan, Trifea yang sibuk dengan minumannya dan Rama yang memandangi Trifea dalam. Ada rasa bersalah dalam dirinya. Haruskah Rama juga mengatakannya. Trifea sadar akan dirinya yang sedang di pandangi, dia pun menoleh. Rama pun mnegalihkan pandangannya dengan cepat.
"Fe...." Panggil Rama lirih.
Perasaan Trifea sudah tidak enak, kenapa suaranya seperti ini. Pasti ada hal lain lagi yang ingin dia sampaikan.
"Kenapa?"
"Aku belum jujur satu hal sama kamu, berat banget mau bilang."
"Yaudah gak usah diomongin." Balas Trifea singkat seperti tidak penasaran.
"Siapasih Fe cowok yang berani deketin kamu kalau gini terus." Ucap Rama sambil terkekeh.
"Yang penting udah punya mantan." Balas Trifea menyombongkan diri.
Inilah yang membuat Rama dulu tertarik dengan Trifea, karena dia unik dengan caranya sendiri. Baginya pernah menjadi tempat ternyaman kala itu.
"Balikan mau gak Fe?"Merekapun sontak saling bertatapan. Trifea mengernyitkan dahinya.
"Belum move on ternyata." Ujar Trifea mengalihkan tatapannya.
"Dih baperan, bercanda doang."
"YAUDAH SIH!" Ketus Trifea yang kemudian menghabiskan minumannya.
"Sebenarnya aku mau minta maaf Fe, aku sempet selingkuh waktu itu."
"Udah tahu sih, makanya aku juga." Jawab Trifea.
"Jadi....Kamu udah tahu. Waktu itu kamu..." Rama sampai tidak bisa melanjutkan kalimatnya.Padahal Rama mengira selama ini yang Trifea tahu dia yang baik dan hanya Trifea yang bersalah. Sekarang sudah terbuka mengapa Trifea melakukan hal sama seperti Rama. Iya, membalas.
"Iyep, sama-sama selingkuh." Jawab Trifea tanpa beban.
Setelah pembiacaraan itu berhenti, masing-masing dari mereka meniggalkan tempat itu. Trifea yang dengan keras kepalanya tidak ingin diantar dan si pemaksa Rama yang kurang ahli membujuk orang lain akhirnya dia mengalah. Arah merekapun berbeda.Kali ini, Trifea mempunyai beban pikiran lain. Pembullyan? Apakah dia akan kembali menyelidikinya?. Tetapi sejak kapan Trifea ikut mengurusi kehidupan orang lain. Apakah alasannya Naya ataukah karena dia pernah mendapatkan bingkisan misterius bersama dengan Tata, akankah ada waktunya nanti Mimis mendapatkannya juga.
Teka-teki yang sulit di pecahkan, siapa dalang dari perundungan di sekolahnya. Dia tidak ingin ada kekerasan lagi. Kenapa hanya berani menampakkan diri pada orang yang lemah.
*****
Sebentar lagi ujian kenaikan kelas akan dilaksanakan. Ketiga manusia dengan karakter berbeda ini mempunyai rencana untuk belajar, lebih tepatnya Tata si paling santuy membujuk kedua temannya untuk belajar bersama.
"Gimana mau kan belajar bareng?" Tanya Tata dengan penuh harap.
"Gak ajak Agra aja Ta, biasanya aja Prince Agra duluan." Goda Mimis dengan menyenggolkan bahunyanya pada Tata.
"Ih kompor satu ini, kalau ajak Agra kan keliatan kalau aku gak pinter." Ujar Tata sambil mencubit kecil lengan Tata.
"Aww....sakit Ta. Iyain deh yok belajar bareng. Gimana Fe mau?" Tanya Mimis dan Trifea mengangguk arti setuju.
Beberapa minggu kemudian, di hari terakhir ujian kenaikan kelas. Trifea pulang tidak bersama kedua sahabatnya karena dia mendapat panggilan ke ruang guru. Belum tahu apa alasannya, sebelumnya mereka berencana ke rumah Tata berpesta ria menyambut hari libur.
Trifea keluar dari ruang guru, langkahnya berat. Seharusnya hari ini menjadi spesial karena bisa istirahat setelah menikmati mata pelajaran yang harus di pelajari. Kira-kira apa yang membuat Trifea berat melangkahkan kakinya?
Jangan lupa vote dan comment ya:)
Next part bakalan ada perpecahan lagi, konflik apa lagi ya?
Salam Hangat,
Cacctuisie
KAMU SEDANG MEMBACA
Enough W
Teen FictionYang tidak pernah terluka, tidak akan pernah merasakan susahnya mencari obat untuk meredakannya. Karena satu hal yang membekas tidak mudah untuk dihilangkan. "Seperti itu manusia, tidak pernah puas dan selalu merasa berkekurangan. Sampai lupa bahwa...