Hilang Selamanya

34 5 0
                                    

Menghilang untuk dilupakan terkadang bukan keinginan, tetapi kebutuhan agar tidak menjadi beban. Terpaksa oleh keadaan dan terealisasikan dengan tindakan.

Meskipun matahari masih terik, tetapi sekarang sudah menunjukkan jam 16.00. Trifea mengayuh sepedanya untuk berkeliling, menggunakan earphone selagi mendengarkan podcast favoritnya. Tersenyum simpul menikmati angin kecil menyapu rambutnya yang dia sengaja terurai.

Tanpa dia sadari ada seseorang yang mengikutinya dari belakang. Tata, iya Tata bersama dengan sepedanya pula.

"HARUS BANGET GAK NGAJAK" Teriak Tata dengan muka cemberut.
Trifea pun sontak terkejut dan memelankan sepedanya.

"Kalian juga pasti nolak, kalau mall pasti lanjut." Jawab Trifea malas.

"Minimal ngabarin Peakkk." Ketus Tata.

"Iya maaf."

Merekapun bersepeda berhenti, di jalan yang tidak searah Tata pun berhenti. Ternyata ada hal yang membuatnya terpaksa sore-sore keluar rumah menggunakan sepeda.

"Fe...kamu kearah sana?" Sambil menunjuk arah kanan.

"Iya, kenapa? Beda arah?" Tanya Trifea.

"Beda banget, ikut yuk Fe." Ajak Tata membujuk Trifea dengan senyum manisnya

"Kemanasih?"

"Mau nonton ayang Agra." Jawab Tata.

"Makasih, aku balik aja deh."

Karena sangat terpaksa, penolakan Trifea tiada arti. Dia pun harus ikut dengan Tata.

"AAA......YA AMPUN AYANG AKUU." Teriak Tata yang sedang memarkirkan sepedanya bersama Trifea

"Ih Ta harus banget kesini. Aku gak bisa." Ujar Trifea.

"Oke-oke, janji gak teriak lagi. Ayo deh kesana." Tarik Tata yang sudah tidak sabar ingin melihat Agra

Ketika mereka berdebat, terdapat seseorang yang mendekati mereka.

"Fea..." Panggil pria itu.

Mereka sontak menoleh. Tanpa ekspresi yang dapat Trifea berikan.

"Oh jadi ini gak mau kesana, yaudah aku tinggal ya Fe. Duluan." Goda Tata dan langsung pergi.

"Kamu masih inget aku?" Tanya pria itu.

"Tentu." Balas Trifea singkat.

Parama, di panggil Rama. Mantan Trifea berhubungan selama 7 bulan.  Ada kenangan yang tidak menyenangkan, pertemuan ini pun sedikit canggung.

"Maaf, aku duluan. Harusnya aku gak disini."

"Aneh ya Fe, kamu yang salah kenapa sekarang menghindar. Bukannya dulu kamu yang gak punya malu." Ucap Parama

Trifea kesal dengan ucapannya dan membalikkan badannya tepat di hadapan Parama.

"Aku? Salah? Menghindar?. Seharunya lebih berkaca Ram." Ujar Trifea sembari mengepalkan tangannya.

"Kamu yang punya cowok lain dan dengan penampilan yang apa adanya seperti itu dulu kamu selingkuh dari aku. Emang sekarang penampilan kamu cukup baik. Gak kaget orang tuamu jug..."

Ucapan Rama terhenti, terdengar tamparan sangat kencang. Pipi Rama pun memerah karena itu. Dengan amarah yang disimpannya Trifea pun benar-benar pergi.

Trifea mengambil nafas panjang dan menghembuskan, berharap sesak di dadanya mereda. Menutup lama, berbaur dengan alam, menenangkan.

"FEAAA..." Teriak Naya dari belakang.

"Ngapain kamu disini?" Tanya Fea.

"Ini buat kamu."

"Ini apa? Tiba-tiba banget" Tanya Trifea

"Disimpan ya, ini ada untuk Mimis dan Tata juga. Hati-hati ya." Naya pun pergi

Sejenak membuat Trifea berpikir, apa yang sedang terjadi. Dia pun berusaha mencari Naya kembali, tetapi usahanya gagal.

*******

"Ini dari Naya?" Tanya Tata.

"Iya." Jawab Trifea

"Kenapa tiba-tiba ya, tapi lucu juga gantungan kaktusnya ada nama kita lagi " Ujar Mimis.

"Kalian udah ketemu sama Naya belum?" Tanya Trifea

"BELUM." Jawab mereka.

"Kenapa Fe, masih pagi juga mungkin Naya udah di kelas." Ucap Mimis

Setelah pulang sekolah Naya masih tidak terlihat. Ternyata setelah Trifea telusuri, hari ini Naya tidak berangkat sekolah. Tidak ada yang tahu apa alasannya.

Hari ini, hari ketiga Naya tidak ke sekolah. Trifea tidak tahan lagi. Dengan keberanian yang ada saat ini. Dia melangkahkan kaki ke ruang IX B. Dia menemui teman almarhum Stayla.

"Kak Afi?" Tanya Trifea

"Siapa?"

"Boleh minta waktunya sebentar Kak."

Mereka pun duduk di ruang kelas. Trifea sedikit canggung karena semua yang berada di sini kakak kelas dan tiga orang yang menatapnya.

"Langsung aja kak, satu hari setelah kematian Kak Stayla. Apakah Kakak sekalian masih menganggu Naya?" Tanya Trifea serius.

Mereka menyeringai sejenak.

"Kamu pikir setelah kami kehilangan sahabat, kami ada waktu untuk menggaggu si cupu itu. Kami bolos di hari itu. Dan mulai hari itu juga kami tidak menganggunya." Jawab Afi kesal.

"Juga kamu jangan cari kami lagi, kami gak ada hubungan dengan kehilangan si cupu gila itu. Jangan terpedaya dengan muka polosnya, dia itu penjilat. Mungkin aja Kayla dihabisi olehnya, psiko pembunuh ibunya." Tambah Aina.

Keluar dari ruangan itu Trifea menjadi bingung. Sebenarnya apa yang sedang terjadi. Memang tidak ada hubungannya dengannya tetapi dia peduli dengan keadaan Naya mengingat hari terakhir dia bertemu, Naya terlihat tidak baik-baik saja.

Di ruang kelas, Trifea melihat Mimis dan Tata menangis tersedu-sedu. Sontak Trifea menghampiri mereka.

"Feee...Naya..." Ujar Tata

"Naya ditemukan meninggal di pinggir pantai." Ucap Mimis

******

Di kamar, Trifea memandangi hadiah pemberian Naya. Gantungan bentuk kaktus itu yang bertuliskan namanya. Apa yang sebenarnya terjadi.

"Kenapa aku gelisah seperti ini, apa yang salah."

Trifea keluar, bersiap untuk menemukan rumah Naya. Sedari tadi dengan kegelisahannya, dia mencari tahu rumah Naya. Setelah beberapa menit, alamat yang dia temukan sama persis dengan rumah yang ada dihadapannya.

Bel pun ditekannya. Rumahnya sangat sepi seperti tidak berpenghuni. Sosok pria sepertinya sedang keluar. Raut wajah Trifea langsung datar dan hendak pergi dari rumah itu.

Berkali-kali, Trifea penuh dengan kejutan. Pria tersebut ada Rama. Manusia yang paling Trifea benci.

"Mau kemana Fe?." Tanya Rama meremehkan.




Selamat Membaca Dear💜

Jangan lupa kasih vote dan comment ya biar semawngat update lagi;)

Enough WTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang