Part 09

292 16 0
                                    

"Siapa?"

Suara lirih yang keluar dari bibir Pasha membuatku sontak menoleh. Ponsel miliknya masih ada dalam genggamanku, belum kukembalikan ke tempat semula.

Benarkah itu tadi suara Pasha? batinku sangsi. Pasalnya aku melihat kedua mata laki-laki itu terpejam dengan erat dan bibirnya tertutup rapat.

"Apa kamu mengigau?" tanyaku dengan menatap serius raut wajah Pasha. Konon kondisi demam bisa membuat seseorang mengigau.

Rupanya suaraku tadi berhasil menembus alam bawah sadarnya.

"Apa kamu merindukannya?" Aku beringsut ke dekat nakas untuk mengembalikan ponsel milik Pasha ke tempatnya semula. Lantas aku menarik sebuah kursi ke samping ranjang. "Maksudku Debby. Dia baru saja menelepon dan aku bilang kalau kamu sedang sakit. Aku sudah menawarinya agar menjengukmu, tapi dia nggak mau. Mungkin dia sungkan padaku," celotehku setelah sukses menempatkan tubuhku di atas kursi dengan nyaman. Kupikir aku akan menjaga Pasha hingga kondisinya lebih baik. Bolak balik kamarku dan kamar Pasha kurang efisien menurutku.

Tak ada reaksi yang ditunjukkan laki-laki itu. Pasha bergeming. Aku yakin sekali jika tadi Pasha hanya mengigau.

"Aku nggak cemburu," tandasku tegas.  Seolah-olah aku harus mengklarifikasi perasaanku di hadapan Pasha. Semua ini kulakukan agar Pasha tidak salah paham denganku. Aku masih menjunjung tinggi kesepakatan yang telah kami buat.

Padahal Pasha tertidur dengan pulas, tapi bibirku malah ingin bicara panjang lebar. Apa mungkin karena Pasha yang sedang tidur membuatku merasa bebas untuk meluapkan isi hati? Toh, ia tidak akan mendengarnya. Sekalipun suaraku menembus alam bawah sadarnya, aku ragu ketika Pasha bangun nanti ia masih mengingat ucapanku.

"Kalau kamu mencintai Debby, itu hak kamu. Aku nggak akan mempermasalahkannya. Kita kan sudah sepakat untuk menjalani hidup masing-masing? Selama pernikahan kita membahagiakan banyak pihak, kita bisa mempertahankannya dalam waktu yang lama. Iya, kan?"

Aku menarik napas panjang sebelum kembali meneruskan kalimat.

"Nanti, kalau suatu saat kamu ingin meninggalkan pernikahan ini dan ingin memulai kehidupan pernikahan yang sebenarnya, kamu bisa bilang padaku. Kita bisa berpisah baik-baik. Kita bisa menjelaskan semuanya pada keluarga kita."

Membayangkan saat itu akan tiba suatu hari nanti, membuatku mengulum senyum pahit. Aku hanya berpikir bagaimana nasib ribuan karyawan yang bekerja di perusahaan milik Papa? Apakah akan ada PHK besar-besaran atau hanya pengurangan sejumlah karyawan?

Dan sebaliknya, jika hari itu datang, aku akan merasa bahagia. Belenggu yang mengikat tubuhku terlepas. Aku bebas. Aku bisa mencari kebahagiaanku sendiri. Namun, aku tidak bisa memprediksi kapan hari itu tiba.

Lamunanku mengundang rasa kantuk yang teramat sangat. Tanpa sadar aku jatuh tertidur di atas kursi.

Dan aku terbangun beberapa lama kemudian.

Aku merasa tidurku begitu pulas dan senangnya aku tidak bermimpi random kali ini. Hanya saja punggungku kaku karena aku tidur dengan posisi duduk.

Oh.

Aku tersentak saat melihat ke arah tempat tidur dan menemukan Pasha sudah membuka matanya. Laki-laki itu masih berbaring dengan kepala yang bertumpu pada dua bantal.

Sejak kapan ia bangun?

"Apa demamnya sudah turun?" tanyaku spontan. Tanganku terulur ke wajah Pasha.

Lumayan, batinku cukup senang. Area keningnya sedikit lembab. Pasha berkeringat. Obat yang kubeli tadi pagi sudah menunjukkan efeknya.

"Sudah waktunya minum obat," ucapku setelah menyadari jika waktu minum obat telah tiba. Tapi, bubur yang tadi pagi sudah dingin. "Aku akan menghangatkan buburnya dulu."

Aku hendak beranjak dari tempat dudukku untuk menghangatkan bubur, tapi tak kusangka tubuhku justru tertahan tiba-tiba.

Pasha? kagetku dalam hati. Tangan Pasha terulur ke lenganku dan mencengkeramnya. Meskipun dalam keadaan sakit, cengkraman tangannya cukup kuat.

"Ada apa?" tanyaku kebingungan.

"Duduklah," suruh Pasha.

Meskipun dilanda kebingungan parah, aku kembali meletakkan tubuh di atas kursi sesuai perintah Pasha.

"Aku makan yang itu saja," ucap Pasha seraya menunjuk ke arah bubur di atas meja dengan gerakan kepala.

"Tapi itu sudah dingin. Mana enak? Kamu kan sedang sakit."

"Nggak pa pa."

Ya, sudahlah. Kenapa aku harus merasa repot kalau Pasha saja bilang akan makan bubur dingin itu?

"Apa kamu bisa menyuapiku?"

Gerakan tanganku yang hendak menjangkau mangkuk bubur di atas meja sempat terhenti di udara. Tapi, hanya sebentar.

"Ya."

Akhirnya aku kembali menyuapi Pasha seperti yang kulakukan tadi pagi. Akan tetapi, suapan itu berakhir di hitungan ke lima. Setelahnya Pasha mengangkat tangan kanannya dan mengisyaratkan padaku agar berhenti menyuapinya.

"Sekarang minum obatnya." Aku juga menyiapkan tiga jenis obat yang mesti diminum Pasha.

"Apa Mama menelepon?" tanya Pasha begitu selesai menelan obat-obatnya.

"Nggak," gelengku kuat-kuat. Sepengetahuanku ponsel milik Pasha hening selama aku tertidur tadi. Kalaupun berdering mustahil aku tidak mendengarnya. "Tapi Debby menelepon tadi pagi," beritahuku sejujurnya. Aku ingin menunjukkan padanya kalau aku tidak keberatan Pasha berkencan dengan wanita manapun. Aku sudah mengatakan hal itu, tapi tidak yakin Pasha mendengarnya tadi.

Kepala Pasha setengah mengangguk. Tanpa sepatah pertanyaan meluncur dari bibirnya.

"Kalau begitu istirahatlah. Aku akan memberitahu Mama kalau kamu sedang sakit."

"Nggak usah," cegah Pasha membuatku tercengang.

"Kenapa?"

"Aku nggak mau Mama khawatir."

Baiklah. Aku mengerti.

"Oke. Aku nggak akan memberitahu Mama," janjiku. "Kalau begitu kamu istirahat saja."

Laki-laki itu mengangguk samar. Lalu ia mengatakan sesuatu, tapi anehnya aku merasa senang mendengarnya.

"Makasih."

Aku membalas ucapan terima kasihnya dengan gumaman tidak jelas.

Tanpa memperpanjang percakapan, aku beranjak pergi dari kamar Pasha. Ada beberapa hal yang mesti kulakukan, diantaranya mandi dan berbelanja makanan. Sekalian aku akan mampir ke tukang laundry langgananku untuk mengantar cucian kotor. Sesekali aku yang ganti datang ke tempat mereka. Tak apa, kan?

***

Let Love Come To Us (End)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang