Part 5

6.3K 295 0
                                    

Dengan wajah panik, Arthit segera meraih semua kertas-kertas yang basah itu. Dirinya terpaku, kala melihat bahwa itu adalah tugas kuliah kakaknya yang baru saja selesai dikerjakan tadi siang.

"Apa yang kau lakukan?!"

Arthit tersentak kaget, saat mendengar suara bariton milik kakaknya.

Jika saja dia tidak menoleh, dia pasti sudah mengira bahwa itu adalah ayahnya, karena ini adalah kali pertama Arthit mendengar kakaknya berbicara dengan bahasa seperti itu padanya.

"Eh... Kak..."

Arsya membolakan matanya, kala melihat kertas basah yang sudah setengah sobek yang dipegang oleh Arthit.

"Sialan!" Pekik Arsya.

Dia merebut kertas-kertas itu dari tangan Arthit, yang tentu saja membuat kertas-kertas itu tambah sobek karena gerakan tangannya yang kasar.

Arsya memandang adiknya dengan tatapan mengintimidasi, membuat Arthit tak berani menatapnya.

"Maaf..."

Satu kata itu yang hanya berhasil keluar dari mulut Arthit. Arsya melangkah maju, dan membuat Arthit mundur satu langkah.

"Maaf Lo bilang? Cih... Anj* Lo! Lo tau nggak, gua ngerjain tugas ini sejak kemaren sampe nggak tidur semaleman, dan dengan sengaja nya Lo ngerusak tugas kuliah gua, dan dengan gampangnya Lo minta maaf!" Bentak Arsya membuat Arthit mundur satu langkah.

"Sstt ..."

Desis Arthit, kala kakinya tanpa sengaja menginjak pecahan-pecahan kaca gelas yang belum sempat dia bersihkan tadi.

"Lo harus gua beri pelajaran!"

Arsya segera menarik pergelangan tangan Arthit dengan kasar, tanpa peduli dengan rintihan Arthit yang memintanya untuk melepaskannya walau hanya sebentar saja, untuk mencabut pecahan-pecahan kaca yang menusuk telapak kakinya.

"Kak... Berhenti dulu argh..." Kakinya terus menerus mengeluarkan darah, hingga membuat jejak kaki berwarna merah di lantai keramik yang berwarna putih itu.

Brak!

Arsya membuka pintu gudang dan menutup nya dengan kasar hingga menciptakan bunyi yang keras.

"Jangan harap Lo bisa keluar dari sini sampai besok pagi!"

Setelah mengatakan itu, Arsya segera keluar dan mengunci gudang.

Arthit tersenyum getir, dia bersyukur karena kali ini kakaknya tidak memukulnya. Mungkin dia bosan, atau mungkin saja sedang tidak mood untuk memukulinya hari ini.

Arthit duduk di lantai gudang, "argh..." darah terus keluar dari luka-lukanya, ketika dia mencabut pecahan-pecahan kaca yang saat ini tertancap di telapak kakinya.

'semoga tidak akan infeksi,' batinnya.

Arthit mengambil kain kotor yang berada disana, dan membalut lukanya dengan kain itu guna menghentikan darahnya yang terus saja keluar.









♛ EXILED CHILD ♛








Hari sudah malam, dan Arthit saat ini hanya bisa duduk sambil memegang perutnya yang kelaparan, karena tidak diberi makan seharian ini.

"Uek... Uek..."

Sepertinya maag nya kambuh lagi, dadanya juga terasa sangat perih karena tidak mencerna apapun sejak kemarin malam.

Tubuhnya terasa lemas, bahkan untuk menggerakkan tangannya saja rasanya tidak bisa karena kekuatannya telah habis.

Bahkan kepalanya saat ini dilanda rasa sakit yang menusuk, membuat pemuda itu tambah merintih.

Exiled Child (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang