Hari itu adalah hari pertama ujian akhir sekolah, Arthit maupun teman-temannya harus fokus dan mengerjakan semua soal-soal ujian dengan baik.
Arthit sudah memikirkan dengan baik-baik, jika setelah lulus dia akan melanjutkan kerja di cafe Mira saja.
Dirinya tidak terpikirkan untuk melanjutkan ke jenjang yang lebih tinggi, karena sudah pasti dia tidak sanggup untuk membiayai kuliahnya.
"Eh Thit, ada soal yang bikin Lo bingung tadi nggak?" Tanya Joe.
"Nggak, kenapa?" Arthit balas bertanya.
"Hah seriusan Lo? Gue aja tadi setengah mati kebingungan sama soal nomor dua puluh!" Ucap Vino.
"Lah Elu juga? Gua juga bingung sama soal nomor dua puluh," ujar Rino.
"Perasaan nomor dua puluh biasa-biasa aja."
Ketiga temannya terperangah, ketika mendengar jawaban dari Arthit. Pasalnya, soal PPKN nomor dua puluh, menurut mereka soalnya nggak masuk akal sampai-sampai mereka jadi bingung di kuliahnya
"Buset dah... Pinter amat lu!" Ujar Joe.
"Gue nggak pinter tuh... Gue nggak jago matematika, jadi gue nggak pinter," ucap Arthit.
"Lah, emang kepintaran seseorang hanya dinilai dari kemampuan matematika nya doang?!" Vino memutar bola matanya malas.
"Lah kan emang gitu? Dinegara ini, orang pintar hanya di nilai dari kemampuan matematika nya doang... Kalo seandainya di negara ini orang pintar dinilai dari kemampuan bahasa Inggris nya, mungkin gue sekarang udah jadi orang terpintar di negara ini!" Ucap Arthit dengan bangganya di akhir kalimat nya, membuat ketiga teman-temannya geleng-geleng kepala.
♛ EXILED CHILD ♛
Sepulang sekolah, Arthit langsung pulang ke rumah karena dia diberi cuti selama masa ujiannya berlangsung.
Namun, sesampainya di rumah dia malah berdebat lagi dengan sang ayah.
Ini bermula dari Arthit yang mendapati ayahnya bersama seorang klien tengah mengobrol diruang tamu ketika dia pulang sekolah.
Sang klien bertanya kepada Andrew, apakah Arthit adalah putranya, namun di luar perkiraan pria itu malah menjawab, jika Arthit adalah seorang pekerja di rumahnya.
Tak pernah di pikirkan oleh Andrew, kalau putra bungsunya itu malah melawan perkataannya, hingga berujung pertengkaran diantara mereka.
Andrew melihat jelas kemarahan dimata anaknya, kemarahan yang selama ini tidak pernah dia lihat dari mata seorang anak yang mirip wajahnya dengan istrinya tersebut.
Setelah pertengkaran itu, Arthit segera pergi dari rumah untuk menenangkan kemarahannya.
'Tuhan, aku ini kenapa? Aku tidak bisa lagi mengontrol emosi ku...'
Arthit menambah kecepatan motornya, demi melampiaskan emosi yang menggebu-gebu didalam dirinya.
(つ✧ω✧)つ
Arthit kini berdiri didepan sebuah gerbang yang bertuliskan Tempat Pemakaman Umum Mutiara.
Dengan langkah pelan Arthit melangkah masuk ke area pemakaman tersebut.
Area pemakaman itu, dikhususkan untuk orang-orang kaya raya.
Aneh memang, tapi itulah yang ada.
Setelah berjalan beberapa menit, sekarang Arthit berhenti disebuah makam yang di batu nisan nya tertulis nama ibunya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Exiled Child (END)
Teen FictionArthit dituduh telah membunuh ibu kandungnya sendiri ketika dia masih berusia dua belas tahun, hingga membuat ayah dan kakaknya membencinya. Bertahun-tahun hidup dalam kebencian itu, membuat Arthit muak, dan tidak bisa lagi mengendalikan dirinya unt...