Seorang anak kecil yang berusia sepuluh tahun kini berdiri didepan sebuah lubang kuburan yang secara perlahan-lahan tertimbun tanah dengan tatapan kosong. Air matanya sudah kering karena menangis sejak tadi.
Anak itu sedang berada di rumah kakek dan neneknya ketika dia mendapat telepon dari ayahnya bahwa ibu, dan kedua adiknya telah tewas di buhuh.
Malam itu juga, dia pulang ke rumahnya yang berada di kota yang berbeda dengan tempat tinggal kakek dan neneknya.
Ketika tiba di jam empat dini hari, dia sangat terkejut dengan suasana rumah yang sangat kacau, dan ada banyak sekali orang disana.
Sedangkan ayahnya?
Ayahnya pada waktu itu hanya menangis dalam diam tanpa mengeluarkan sepatah katapun.
"Pa? Mama sama adek kenapa?" Tanya anak itu dengan lirih.
"Mereka sudah pergi sayang... Mereka sudah pergi ninggalin kita..." Lirih ayahnya kemudian tangisan anak itu pecah.
(っ˘̩╭╮˘̩)っ
Sebuah makam dengan tiga orang didalamnya kini tengah di taburi bunga oleh beberapa orang.
"Mama... Dek Fita, Denk Gita... Kakak sayang banget sama kalian. Tapi Tuhan lebih sayang," ucapan terakhir anak itu sebelum dia pergi bersama dengan neneknya meninggalkan area pemakaman.
Setelah kematian ibu dan kedua adiknya, mereka pindah ke luar kota dan tinggal di rumah kakek, neneknya.
"Nenek... Papa kenapa terus diam saja disana? Kenapa papa nggak mau ngomong sama Wando? Wando salah apa sama papa?" Tanya anak itu.
Karena sudah satu bulan semenjak kematian ibu dan adiknya, ayahnya hanya berdiam diri saja di dalam kamarnya.
Tidak berbicara dengan siapapun, dan tatapannya selalu kosong.
"Papa nggak marah kok sama Wando. Papa cuma butuh waktu saja untuk menerima kepergian Mama, dan adik-adiknya Wando," balas sang nenek.
Anak itu memandangi ayahnya dari cela pintu dengan tatapan sendu. Jujur, dia juga sangat terpukul akibat kepergian ibu dan adik-adiknya.
Namun dia selalu dikuatkan oleh kakek dan neneknya. Namun ternyata, ayahnya malah jatuh ke dalam keterpurukan karena masih belum bisa menerima kenyataan.
♛ EXILED CHILD ♛
Andrew kini mencoba memberontak ketika melihat putra sulungnya di cambuk didepan matanya sendiri.
Namun dia tidak bisa apa-apa...
Mulutnya di lakban, dan tangan kakinya di ikat di kursi yang menjadi tempat duduknya saat ini.
Saat ini, mereka sedang berada di sebuah gudang yang berada di tengah hutan.
"Hahaha... Bagaimana rasanya melihat orang yang sangat kamu cintai di siksa didepan matamu sendiri, tuan Andrew? Sakit bukan?" Tawa Handri menggelegar di ruangan itu.
"Berhenti!"
Dia memberi kode kepada para bawahannya yang saat ini tengah mencambuk Arsya agar berhenti, dan di turuti oleh mereka.
KAMU SEDANG MEMBACA
Exiled Child (END)
Teen FictionArthit dituduh telah membunuh ibu kandungnya sendiri ketika dia masih berusia dua belas tahun, hingga membuat ayah dan kakaknya membencinya. Bertahun-tahun hidup dalam kebencian itu, membuat Arthit muak, dan tidak bisa lagi mengendalikan dirinya unt...