"Hah? Wah... Kesempatan emas tuh, jangan di sia-siain," ujar Vino dengan sedikit tercengang.
"Iya tuh Thit, jarang-jarang orang yang dapet kesempatan gini. Soal ngebuktiin sama keluarga Lo, itu bisa nanti kalo Lo udah sukses, kalo Lo udah selesai kuliah di luar negeri," timpal Joe.
Arthit terlihat berpikir sejenak, sambil meminum es teh yang dia pesan tadi.
"Tapi gimana kalo umurnya pak Andrew nggak nyamp-"
"Heh! Sembarangan aja Lo!" Bentak Arthit sambil menoyor kepala Rino.
"Umur orang kan nggak ada yang tau..."
Arthit memandang kesal ke arah Joe yang mengatakan hal itu. Meskipun ayahnya selama ini membencinya, tapi dia benar-benar menyayangi ayahnya itu, dan tidak mau mendengar apa yang buruk menyangkut ayahnya.
"Jangan ngomong gitu tentang bokap gue, meskipun dia benci sama gue, tapi gue selalu doain panjang umur buat dia."
"Lo anak yang baik, mereka pasti nyesel karena udah nyia-nyiain anak baik kayak Lo!" Ucap Rino sambil menepuk pelan kepala Arthit.
♛ EXILED CHILD ♛
Arthit kini sedang berkutat dengan pikirannya sendiri, apakah dia benar-benar harus menerima tawaran tersebut atau tidak.
Tok! Tok! Tok!
Arthit memicingkan kepalanya, "Siapa?" Serunya dari dalam kamar.
"Ini bibi tuan!"
Mendengar itu, Arthit segera berjalan ke arah pintu, dan membukanya.
"Kenapa bi?" Sahut Arthit kepada Bi Ningsih yang saat ini berdiri tepat didepan kamarnya.
"Makan malam sudah siap," ucap Bi Ningsih.
"Em, ada siapa dimeja makan Bi?" Tanya Arthit.
"Oh, ada tuan besar dan tuan muda Arsya," balas bi Ningsih.
"Ya sudah, sebentar lagi saya turun," ucap Arthit dengan senyuman tipisnya.
Mendengar hal itu, Bi Ningsih langsung berlalu darisana sedangkan Arthit kembali masuk kedalam kamarnya dan mengunci pintu.
Dia berbohong pada Bi Ningsih tentang akan segera turun, karena sebenarnya dia malas untuk makan malam bersama dengan ayah dan kakaknya.
Entahlah...
"Perasaan selama ini gue selalu fine fine aja kalo dinner bareng mereka, tapi kok kali ini gue males yah... Liat muka mereka aja gue males," gumam Arthit sebelum dia membaringkan tubuhnya di kasur.
(づ ̄ ³ ̄)づ
"Dimana Arthit bi?" Tanya Arsya ketika melihat Bi Ningsih yang baru saja kembali setelah memanggil Arthit.
"Masih di kamarnya tuan. Katanya bentar lagi turun," jawab bi Ningsih, dan hanya di angguki paham oleh Arsya.
"Makan saja, jangan pedulikan dia," ucap Andrew dan Arsya pun langsung melakukan apa yang dikatakan oleh ayahnya itu.
Beberapa menit kemudian, Arsya sudah selesai makan malam begitupun dengan ayahnya.
"Kok Arthit nggak turun-turun yah?" Gumam Arsya dengan nada pelan, namun masih bisa didengar oleh Andrew.
"Kenapa memangnya kalau dia tidak turun makan malam? Biarkan saja dia, tidak ada urusan nya juga denganmu," ucap Andrew dan membuat Arsya menatapnya.
'Benar juga yah? Ngapain juga gua peduli,' batin Arsya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Exiled Child (END)
Teen FictionArthit dituduh telah membunuh ibu kandungnya sendiri ketika dia masih berusia dua belas tahun, hingga membuat ayah dan kakaknya membencinya. Bertahun-tahun hidup dalam kebencian itu, membuat Arthit muak, dan tidak bisa lagi mengendalikan dirinya unt...