Mahen selesai menata buku-bukunya yang merupakan dus terakhir dari sesi pindahan hari ini. Ia meregangkan otot-otot lengannya yang mulai kaku karena bekerja seharian.
Ia berjalan ke arah balkon, kemudian menatap langsung ke jalan raya karena rumah Mentari memang berada di pinggir jalan raya.
Iya.
Setelah berdiskusi dengan kedua orangtuanya, Mahen memutuskan untuk tinggal di sini sementara.
Setidaknya sampai Mahen berhasil beradaptasi dengan lingkungan Jogja.
Yang jelas sih Irena masih tidak percaya jika Mahen dilepas sendiri di kota yang baru. Ia tetap ingin memantau anaknya dan memastikan Mahen tidak aneh-aneh.
"Hen"
"Eh? Kenapa, Tar?" Tanya Mahen
"Mau... keliling Jogja ga?" Tanya Mentari "Ya kalo lo ga capek aja sih—"
"Boleh. Mau kemana?" Tanya Mahen sambil menghampiri Mentari
"Sekitaran sini aja sih. Lo bisa bawa motor?" Tanya Mentari lagi
Mahen mengerjapkan matanya "... ga bisa"
"Serius?" Mentari membuka mata lebih lebar
Mahen mengangguk "Sepeda bisa sih"
"Atau mau belajar motor aja?" Mentari tertawa
"Kayaknya ga dibolehin mama deh"
"Tapi di Jogja kalau ga bisa naik motor repot loh, Hen." Ucap Mentari
Mahen menggaruk dagunya "Well..."
"Mau gaaa???" Tanya Mentari lagi
"Kapan-kapan aja deh, hari ini jalan kaki dulu gimana?" Tanya Mahen
Setelah menimbang-nimbang, akhirnya Mentari setuju.
"Oke. Gue tunggu di bawah ya" Ucapnya sebelum keluar dari kamar Mahen
Lelaki itu akhirnya bersiap. Ia mengambil hoodie, dompet dan ponselnya. Setelah itu ia turun dan menghampiri Mentari.
"Dah siap?"
"Udaah"
"Ya udah yuk!"
Mahen mengikuti kemanapun Mentari melangkahkan kaki. Melewati trotoar di pinggir jalan yang sudah mulai gelap karena hari hampir malam.
"Ada satu tempat yang pengen gue kenalin ke lo" Ucap Mentari
"Tempat apa?"
"Semacam tempat yang wajib dikunjungin sama anak kostan tiap akhir bulan" Mentari tertawa pelan sambil menuntun Mahen untuk berjalan ke sebuah tempat makan pinggir jalan
Tempatnya benar-benar kecil dan sederhana, tetapi anehnya sangat sedikit kursi yang kosong! Syukur Mahen dan Mentari masih sempat kebagian...
"Ini namanya angkringan. Makanan di sini murah-murah banget! Misalnya... Nah! Ini namanya nasi kucing, harganya cuma tiga ribu per bungkus!" Ucap Mentari
Mahen sedikit kaget melihat ukuran nasi kucing di tangannya.
"Wah... Agak... Kecil ya..." Mahen meringis sambil menggaruk dahinya
"Biasanya sih gue beli dua bungkus, ya... lumayan lah kalau ibuk lagi ga masak" Ucap Mentari yang membuat Mahen mengangguk paham.
Kemudian Mentari mengangkat tangannya "Pak, es teh e kalih nggih"
"Nggih, mbak..."
"What did you just say...?" Mahen mengerutkan alisnya bingung
"Pesen es teh duaaa" Ucap Mentari "Lo di sini harus bisa belajar Bahasa Jawa juga!"
KAMU SEDANG MEMBACA
#1 From : Mahen
FanfictionPernahkah kamu mencintai seseorang yang kamu fikir ga akan pernah membalas perasaan sukamu sampai kapanpun? Karena rasanya terlalu mustahil. Dan di titik terlelah mu, apakah kamu akan berhenti, atau terus mencintai meski tak mungkin? Pilihannya cuma...