Satu

2.9K 118 4
                                    

Satala menghampiri kedua sahabatnya Rita dan Edo dengan mengusap pipinya yang sakit. Sial sekali, pagi pagi begini dia sudah mendapat musibah. Bagus jika yang datang bubur ayam spesial dengan dua tusuk sate telur puyuh, dia pasti kenyang. Tapi ini, sebuah tamparan yang menghantam wajahnya yang cantik jelita.

Awas saja, jika mereka bertemu lagi, Tala pastikan akan mematahkan leher perempuan itu. Kenal saja tidak, tiba tiba memukul orang tanpa mau mendengar penjelasan.

"Cie-cie,.. Matahari aja belum terik, tapi udah ada yang jadi berita panas aja."

Tala metaa tajam Rika ketika cewek itu mengodanya. Pasti berita dirinya yang di amuk oleh macan gila di depan kampus sudah menjadi hot line di grup. Huh! Dia menjadi semakin kesal, padahal itu bukan salahnya.

"Apalagi sih masalahnya?" tanya Rika setelah Satala mendudukan dirinya di dekat Edo yang terlihat diam menikmati lontong sayurnya. Lelaki itu mana mungkin kuatir padanya yang dianiaya oleh orang tidak di kenal. "Katanya kamu rebut tunangannya?"

"Rebut apanya." saut Tala sewot. Dia raih gelas es teh milik Edo yang tinggal setengah dan meyeruputnya. Segar. "Orang lakiknya sendiri yang dateng dan mohon mohon buat pacaran"

"Sama aja." Edo yang sejak tadi diam kini bersuara, tanganya bergerak mengeser es tehnya kembali. "Jadi perempuan kok gatel."

"Bukan aku ya! Yang salah." jerit Satala kesal. Edo dan ketidak peduliannya memang juara wahid.

"Terus siapa?"

"Ya lakinya lah, mbaknya juga. Kenal juga enggak, masak tampar tampar aja. Pipi aku sakit tau."

Edo melirik sekilas, lalu beranjak karna sudah selesai menikmati sarapanya. Dia juga tidak ingin mendengar ocehan cewek labil seperti Satala. Cewek itu memang kerap membuat gaduh, bahkan yang terakhir hampir di panggil oleh pihak kampus untu mendapat teguran. Beruntung Edo turun tangan dan masalah selesai.

"Do, Edo!!" teriak Tala ketika melihat sahabat laki lakinya itu beranjak. Apaan sih, nggak jelas. Minimal perihatin dikit kek!

Tala semakin kesal ketika Rika tertawa, gadis itu pasti senang karna Edo mengkacanginya. "Jahat banget." dumelnya.

"Lagian, kamu, Tal. Udah tau cowok cowok  di aplikasi nggak bener, masih aja di ladeni."

Tala mendengus. Rika seperti tidak tau saja rencananya, jika dia ingin memiliki setidaknya 100 mantan pacar selama masa perkuliahan. Ya, hitung hitung balas dendam karna saat sekolah menegah pertama dan atas dia tidak di perbolehkan untu berpacaran. Lagian apa salahnya, toh hanya untuk bersenang senang. Mbak mbak yang menamparnya saja itu yang gila. Lagian kalau takut pacarnya di ambil orang, kenapa nggak di karungin saja, atau jangan di biarkan bermain media sosial apapun.

Eh, tapi kalau niatnya selingkuh, mau di simpan dalam kotak dengan seribu kunci, pasti tetap ada jalanya. Dan seharusnya mbak gila itu berterimakasih pada Tala karna berkatnya, tunangannya terlihat juga belangnya. Bukanya memaki dan menamparnya di tempat umum. Huh! Memang salahnya?

"Kenapa nggak coba pacaran sama Edo aja?"

Satala mendelik saat mendengar Rika berucap tanpa beban, perempuan gila part dua.

"Nggak, maksut aku gini." ralat Rika saat melihat urat leher Tala sudah menengang. "Kalian kan udah temenan dari lama, masak nggak ada rasa. Lagian kamu, Tal, mau cari yang gimana lagi sih? Nanti kalau niat kamu terlaksana, terus dapet karma gimana?"

"Di kunyah terus di telen."

"Karma, Tala, Karma. Bukan Kurma, ini buah dari dosa, nggak bisa di makan."

"Dosa nggak keliatan."

"Astaga anak ini." prustasi Rika. Susah sekali memberi penerangan seseorang yang suka kegelapan.

"Lagian kamu, ngapain tiba-tiba bahas aku sama Edo. Kita itu sahabatan, temenan sejak kecil."

"Ya kan misalnya, Tala. Dari pada kamu cari cari yang nggak jelas. Lagian pasti ada lah sedikit rasa."

Baru Tala akan menjawab, Edo datang dengan kantong kompes. Cowok itu mencarikanya untuknya?

"Apa nih, apa nih?" tanya Tala dengan nada menyindir. Tadi saja sok cuek, tapi sekarang perhatian. Ahh, Edonya Tala memang ya!

"Kompres pipimu itu. Nanti memar." jawab Edo cuek. Dia sudah kembali akan pergi, tapi Tala menahanya. "Apa lagi?" tanya kesal.

"Makasih, Abang. Abang baik deh. Nanti traktir juga ya, pipi adek sakit nih."

Edo menyetak tangan Tala pelan, lalu beranjak pergi. Dia tidak berniat membalas rengekkan cewek itu, menurutnya hal biasa jika sehabis terkena masalah lalu menyuhnya mentraktir.

Rika yang melihat kedekatan Tala dan Edo, mengeleng pelan. Sepertinya tebakanya benar. Walapun dia berteman dengan keduanya terhitung baru, berbeda dengan Edo dan Tala yang berkawan sejak kecil, Rika cukup bisa membaca situasi. Keduanya memiliki kemistri lebih dari pada sahabat.

"Tuh kan, bener. Mending kalian pacaran aja deh."

Satala yang menyerngit karna rasa dingin di pipinya pun mendengus. Dia pikir pembahasan tetang dirinya dan Edo sudah selesai, ternyata masih berlanjut. Tala amati punggung Edo yang menjauh, dia dan Edo? Tidak mungkin, mereka sahabat!

Tapi..

Jatung Tala berdetak lebih kencang membayangkan perhatian perhatian Edo selama ini. Apa sebenarnya Edo menyukainya. Lalu Rika? Tala dengan cepat beralih pada teman perempuanya itu. Apa Rika tau Edo menyukainya dan ingin membantu cowok itu untuk berpacaran denganya?

Tidak! Tidak! Tidak!

Tala mengeleng dengan cepat. Sekali lagi Tala amati punggung Edo yang semakin mengecil karna termakan jarak.

Mustahil!

Hallo, semoga saya bisa menyelesaikan cerita ini tanpa saya tarik lagi seperti yang dulu dulu ya.

Enjoy, and wait the next chapter.

Sorry for typo

Luvv❤

Fri&sTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang