"karena lo cuma satu jadi harus dijaga" - Melvin
"nantang dirusak lo?" - Haekal
"lo kalau mau nakal, juga harus dibimbing" - Jaevan
"ck!" - Chandra
"biarin kita brengsek, yang penting lo nggak" - Jenan
"lo boleh ngapain aja, asal jujur" - Raja
"mau...
the sun is settin', but we still in dreaming, right? no babe, then sun never setting 'cause i will always lighten you up
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
────୨ৎ────
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Empat tahun yang lalu.
Lapangan basket itu riuh dengan suara penonton yang nyaris memenuhi bangku tribun penonton. Seorang perempuan yang sedari tadi tak bisa duduk, berdiri dengan geram setiap kali tim lawan berhasil menambah poin.
We love SMANUSA we do
We love SMANUSA we love you
Gaungan menggelora di belakangnya, mengumandangkan semangat yang membakar tim perwakilan SMA NUSA. Kuarter empat, babak penentu dari hasil poin yang sedari tadi terus saling mengungguli satu sama lain. Riuh semakin panas ketika hanya tersisa 60 detik terakhir, yang mana tim SMA Nusa tertinggal dua poin dari pada SMA Pelita.
Substitusi terakhir, Melvin keluar dan Jenan masuk. Bak kuda yang dilepas bebas, kaki jenjangnya melangkah begiku lebar menuju seseorang laki-laki yang paling jakung dari tim lawan, Reymond, orang memanggilnya.
Laki-laki bertubuh jakung nyaris 190 meter, kulitnya sawo matang mengkilat-kilat karena keringat, tenaganya tak pernah habis meskipun ia bertanding dari pagi hingga pagi lagi sekalipun. Jenan menyelip bak kutu, begitu gesit, dan cepat. Tangannya meraih dengan satu tipuan, dan yap! Bola kini berada di tangan tim SMA Nusa.
10
9
8
7
6
Vasya semakin tak bisa bernapas. Jenan membawa bola itu keluar area ring yang begitu dijaga oleh antek-antek tim SMA Pelita.
"SHOOT JEN!" Chandra berteriak dari luar lapangan, sangat disayangkan karena langganan pencetak poin harus cedera di kuarter tiga.
Jenan mengambil loncatan, tangan kekarnya mendorong kuat dari luar garis, semua mata mengarah pada lengkungan bola, begitu dramatis.