19

3 2 0
                                    

Suara dentingan sendok yang beradu dengan piring memenuhi suasana hening di meja makan hari ini. Sakala yang berada di depan Mimi nya terus menunduk dan berusaha menikmati makanan yang telah Mimi nya masak dengan penuh cinta. Ia tak berani menengadahkan kepalanya karena ia enggan bersitatap dengan sang Pipi dan alasan lain juga ia ingin segera menghabiskan makan dan pergi dari rumahnya sendiri.

Ia butuh Shaquilla nya. Ia butuh gadisnya untuk 'pulang'. Ia butuh di dekap hangat oleh sang kekasih. Ia hanya butuh Shaquilla nya.

Setelah acara makan selesai, sang Pipi beranjak dari duduknya menuju ke sofa depan TV. Sakala masih duduk di kursi meja makannya sebelum Marshafa menepuk pundaknya dan memberi kode anaknya itu untuk pergi dan bicara berdua dengan Miguel.

Otomatis Sakala menggeleng cepat. Namun, Marshafa menunjukkan senyumnya dan mengangguk sembari mengelus pundak sang anak lalu kembali ke dapur untuk membantu bi Yati.

Sakala berusaha menetralkan nafasny dan akhirnya berani untuk menghampiri sang Pipi. Dengan perlahan Sakala duduk--cukup jauh--di samping sang Pipi. Pandangan Miguel masih tertuju pada TV di depan meski secara perlahan bergeser mendekat kepada sang anak. Saat dirinya sudah dekat dengan Sakala, Miguel meraih tangan sang anak. Sakala langsung menegang.

Marshafa hanya mengamati kedua lelaki berharganya itu dari jauh. Ia bukan tega meninggalkan Sakala, namun ia merasa bahwa antara ayah dan anak tersebut harus ada kelurusan. Ia tak mau suasana rumah ini bukan seperti 'rumah'.

"Tarik nafas, nak," ujar sang Pipi sembari mengelus tangan Sakala yang ada dalam genggamannya.

Sakala berusaha menarik nafasnya dalam dalam. Ia berusaha menjelaskan apa yang sebenarnya terjadi.

"Biar Pipi dulu yang ngobrol ya?" Miguel membawa tangan kirinya juga untuk ikut mengenggam tangan Sakala.

"Pipi minta maaf sebelumnya karena Pipi, kamu ngalamin trauma seperti ini. Pipi tau mungkin telat untuk mengaku sama kamu. Maaf karena pada awalnya Pipi tidak menyukai sosok kecil tampanmu dulu, maaf karena Pipi tidak mengikuti perkembanganmu secara langsung, maaf karena Pipi tidak pernah ada dalam kisah remaja kamu, dan malah merobek lembar kisah remajamu yang seharusnya indah. Sudah 5 tahun yang lalu terakhir Pipi lihat mukamu dengan jelas dan lama. Dunia keras ya, nak? Dunia ini keras karena trauma yang disebabkan oleh Pipi ya? Pipi minta maaf juga untuk melayangkan sebuah tamparan pada pipimu yang halus," Miguel berusaha menahan tangisnya. Ia turun dari sofa dan berlutut didepan anak lelaki satu satunya itu.

"Pipi sudah gagal menjadi seorang ayah dan kepala keluarga. Pipi sudah melanggar tugas dan kewajiban yang seharusnya dipenuhi. Pipi lebih memilih karir Pipi daripada keluarga kecil Pipi yang sebenarnya menerima Pipi apa adanya. Maaf karena seorang ayah gagal yang dihadapanmu ini menjadi ayahmu. Maaf karena suami yang gagal ini harus menjadi seorang suami dari ibumu yang hatinya bak malaikat. Pipi benar benar sudah menjadi seseorang yang gagal, Saka,"

Pada akhirnya pertahanan Miguel runtuh. Ia menangis di lutut sang anak dengan sejadi-jadinya. Ia menyesalinya dari dulu hingga sekarang, namun gengsi nya yang tinggi lagi lagi menggagalkan niatnya untuk memperbaiki masalahnya dengan sang anak. Ia terlalu malu untuk meminta maaf, apalagi baru saja kemarin ia melakukan hal seperti itu lagi.

Bahu Sakala bergetar. Marshafa yang tadinya berada di dapur, dengan perlahan mendekat kearah kedua lelaki berharganya. Berusaha menenangkan keduanya dengan memberikan usapan pelan pada punggung Sakala dan Miguel.

Dalam sela tangisnya Sakala berbicara, "Pipi bukan ayah yang gagal kok. Kalau Pipi jadi ayah yang gagal, Saka mungkin gak akan pernah menjadikan Pipi idola Saka. Pipi akan selalu menjadi orang hebat bagi Saka. Meski terkadang hati Saka sakit liat orang lain dekat dengan ayahnya, tapi Saka belajar mengerti kalau Pipi melakukan kesalahan di masa lalu itu karena Pipi masih belajar untuk menjadi ayah terbaik. Pi, Saka boleh jujur? Dengan Pipi nerima Saka dan Mimi dengan baik pun menurut Saka sudah menjadikan Pipi ayah dan suami yang hebat. Maaf karena Saka sempat mengecewakan Pipi," Sakala menarik nafas sebelum melanjutkan kalimatnya.

"Saka hanya berusaha menjadi sempurna seperti Pipi. Saka hanya berusaha menjadi anak yang berguna bagi Pipi dan Mimi. Saka...cuma berusaha menjadi anak laki laki yang bisa dibanggakan oleh orang tua Saka,"

Marshafa ikut berlutut di hadapan keduanya, "kaliann sudah menjadi dua laki laki berharga bagi Mimi. Semua manusia pasti memiliki kesalahan dan kenangan buruk di masa lalu. Namun, kita hidup untuk menghadapi masa depan bukan untuk memikirkan masa lalu. Mimi juga masih merasa belum jadi seorang ibu dan istri yang baik. Jadi, kita sama sama belajar untuk menjadi yang terbaik bagi diri sendiri dan orang lain,"

Marshafa membawa kedua lelaki hebatnya itu ke dalam pelukan hangat. Tak lupa juga ia mencium kepala Sakala dan Miguel. Mereka menikmati momen ini sejenak setelah sekian lama. Mereka juga sedang berusaha memaafkan diri mereka dan satu sama lain. Sebab jika terus terusan mereka tak menerima dan mengikhlaskan, memang siap untuk menghadapi masa depan yang indah?

"Zahra pulang besok dan Mimi bakal masak banyak,"

Sakala mengangkat kepalanya dan menatap sang Mimi, "loh, Zahra lanjut sekolah disini?"

"Liburan semester sekolah dia," jawab sang Pipi.

"Jadi, besok bawa cewekmu kesini ya, Ka?"

Ucapan Marshafa membuat mereka semua tertawa. Sakala tersipu malu sebelum menganggukkan kepalanya menyetujui. Sakala dalam hati sangat bersemangat untuk memperkenalkan seorang gadis yang telah berhasil Sakala Alvino taklukkan.

-----

29/09/23

My Dear Actormate [SUDAH TERBIT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang