03

12 2 0
                                    

Shaquilla memasuki kantor besar yang merupakan perusahaan penerbit buku buku kesayangannya. Ia menuju lantai 3, seperti yang sudah editornya tujukan untuk mereka bertemu dan menghadap kepada atasan.

Shaquilla memeluk tabletnya erat erat. Memejamkan matanya berharap naskah pertama genre romansanya diterima oleh sang atasan. Ia merasa benar benar tidak percaya diri dengan tulisannya. Baru kali ini. Padahal buku yang ia keluarkan sudah lumayan banyak dan ia percaya diri dengan tulisannya.

Setelah sampai di lantai 3, Shaquilla langsung ditarik oleh sang editor untuk segera memasuki ruangan sang atasan. Belum juga dirinya menarik nafas, ia malah sudah ditarik begitu saja tanpa persiapan.

"Gimana perjalanan menulis genre barunya Shaquilla?" tanya atasannya, Kak Jani.

Pertanyaan dari sang atasan hanya bisa dijawab oleh kekehan canggung Shaquilla. Lalu ia menyerahkan tabletnya untuk sang atasan merevisi hasil tulisannya. Ekspresi senang sang atasan yang tadinya tersenyum semakin lama semakin luntur dan digantikan oleh kerutan di dahinya.

"Kamu beneran nulis genre romansa, Sha?" tanya kak Jani sembari menyerahkan kembali tablet yang dipegangnya, lalu melipat tangannya di dada.

Kak Jani memijat pelipisnya dan beranjak mendekati Shaquilla, "Gak ada sebuah novel romansa yang awalnya udah nyeritain latar seram, Shasa,"

"Aku kepikiran buat bikin romansa yang nantinya mereka saling membunuh karena mereka ingin bersama sampai akhir kak. Bukannya itu cara paling romantis ya?"

Kak Jani menggaruk kepalanya yang tak gatal dan menghela nafas. Ia menopang dagunya, memikirkan apa yang harus ia lakukan pada gadis yang sudah kecanduan genre thriller dan horor ini.

"Kakak contohin adegan romantis yang mungkin akan disukai sama pembaca remaja jaman sekarang ya, Sha. Contohnya tuh kayak mereka saling mencintai dan bahagia satu sama lain dengan cara nonton bareng, gandengan tangan, atau hal hal kecil lainnya kayak dipeluk dari belakang, diusak kepala dan aduhhhh...saya gak bisa lanjutkan karena saya bisa gila sendiri nantinya," ujar Kak Jani panjang lebar dengan ekspresi saltingnya. Shaquilla berusaha untuk tidak menunjukkan muka gelinya mendengar dan membayangkan kejadian kejadian yang kak Jani sebutkan tadi.

Kak Jani berdehem dan kembali ke kursinya sembari berkata, "pokoknya kakak gak mau tau ya, pertemuan yang akan datang itu naskah bab pertama kamu harus sudah selesai. Kebayang gak Sha kalau misalnya tulisan kamu sukses lagi, apalagi dengan genre baru, peluang dijadikan film nya gede tau. Soalnya produser film lagi gencar gencarnya nyari cerita genre romansa. Semangat ya Sha,"

Setelah obrolan tersebut selesai dan Shaquilla keluar dari ruangan dingin nan mencekam tersebut, ia melemas.

"Kak...gimana..." rengek Shaquilla pada kak Sunny, editornya.

"Kakak tunggu naskahnya ya Sha," ujar kak Sunny sembari menepuk nepuk lembut punggung Shaquilla dibarengi dengan kekehannya.

Shaquilla merasa tugas ini lebih menyeramkan daripada karya karya horor nya.

-----

"Itu Shasa kenapa?" tanya Celline kepada Cherry saat pertama kali datang. Cherry hanya menggeleng. Celline meletakkan tasnya di kursi sampingnya. Langsung menyimpan ponselnya bersama ponsel temannya. Celline mulai mencolek colek tangan yang menangkup kepala Shaquilla.

"Sha, bolu stroberi lo lagi promo gak mau sekalian bungkus buat dirumah?" setelah Cherry mengatakan hal tersebut, Shaquilla langsung bangkit.

Dengan muka kusutnya ia berucap kecil, "gue bungkus 2 boleh?"

Cherry dan Celline malah tertawa dengan kelakuan Shaquilla. Padahal yang paling kecil diantara mereka tuh Cherry tapi sifat manja itu dimenangkan oleh Shaquilla. Mereka berdua tidak pernah mempermasalahkan sifat Shaquilla yang itu. Mereka malah sering dibuat gemas oleh Shaquilla. Lagak saja depan banyak orang sok keren, padahal kelakuan aslinya ya gini.

Shaquilla memesan 3 porsi bolu stroberi. Dua porsi dibungkus dan satu porsi bolu dimakan disitu, sedangkan Cherry lanjut memesan set cupcake dan Celline dengan cookies chipnya. Setelah pesanan selesai, Cherry angkat bicara untuk bertanya pada Shaquilla.

"Lo ngehubungin kita buat dateng tapi kenapa lo malah murung anjir," pertanyaan Cherry malah membuat Shaquilla kembali merosot dan memasang wajah cemberutnya. Lalu tak lama ekspresinya berubah dan bangkit lalu ia melihat Celline dengan wajah excited nya.

"Cellll, lo 'kan udah lama pacaran sama Hilmi ya. Gue pengen lo cerita dong kalo kalian lagi pacaran itu gimana sih?"

Saat Celline hendak menjawab, Cherry malah nyeletuk, "jangan ditanya lah Sha. Mereka mah pasti ciuman,"

Celline meraih vas bunga di tengah meja, hendak melemparkan benda tersebut kearah Cherry. Memang Cherry kalau ngomong suka seenaknya. Namun, Celline tak jadi melemparkan vas tersebut karena ia masih sayang pada sahabat dan image nya.

"Sekali lagi lo ngomong yang aneh aneh gue beneran lempar ini vas, Ce. Buat pertanyaan lo Sha, gue kalo lagi sama Hilmi seringnya ngobrol atau kita pergi ke museum seni atau musem pengetahuan gitu. Kenapa lo nanya gitu? Lo ada deketin cowok ya Sha?" curiga Celline di akhir.

"Gue disuruh nulis novel romance, Cell, Ce," ucap shaquilla sembari mengerucutkan bibirnya. Tak lama setelah itu, pesanan mereka datang, membuat Shaquilla langsung sumringah.

Celline dan Cherry lagi lagi dibuat tertawa oleh perkataan Shaquilla. Mereka mengenal Shaquilla adalah spesialis cerita horor dan thriller, kenapa banting setir jadi penulis genre yang bahkan gak pernah mereka sangka. Shaquilla? Bikin novel romansa? Ajaib.

"Kayaknya lo kalo bikin novel genre romansa, ceritanya pasti si pemeran utama wanita sama pria nya mati bareng bareng karena mereka saling cinta sampe gak mau lepas, kan?" tebak Cherry yang dibalas anggukan oleh Shaquilla.

"Latar yang lo pake bukan rumah kosong kan, Sha?" ujar Celline menambahkan. Tebakan Celline malah membuat Shaquilla semakin cemberut.

Hening terjadi diantara mereka. Mereka bingung bagaimana membantu Shaquilla karena mereka merasa itu bukan ranah mereka.

"Udah sekarang kita makan dulu. Kalo lo udah suapin bolu stroberi itu, gue jamin lo pasti bakal didatangkan ide," ujar Celline final.

Ucapan Celline ada benar nya. Daripada bolu stroberinya itu terbuang sia sia, mending ia makan dan kembali memikirkan itu nanti.

-----

Shaquilla memasuki apart nya, melepas sepatunya terlebih dahulu dan berjalan menuju meja makan. Ia mencium bau sedap. Radar rasa laparnya memang tak pernah salah. Di meja makan sudah tersedia berbagai makanan yang menggiurkan. Membuat bolu stroberinya tadi tak berarti apa apa.

"Selamat malam, author," ujar Sakala sembari meletakkan kaleng soda di meja makan.

"Lo kesambet apa beli makanan sebanyak ini?"

"Gue perhatiin lo selalu laper di jam segini," jawab Sakala sembari mengambil satu ayam dari atas meja. Shaquilla yang melihat Sakala menggigit ayam yang renyah dan gurih itu membuat dirinya menelan ludah.

"Gausah malu malu. Gue tau pasti lo kelaperan kan?" setelah Sakala menyelesaikan kalimat tanya tersebut, Shaquilla tanpa babibu langsung duduk dan  menyantap ayam yang daritadi menggodanya. Dilanjut dengan memakan pizza dan makaroni pedas yang merah merona. Lalu karena Shaquilla memakannya dengan terburu buru, ia tersedak. Sakala dengan sigap menyodorkan susu stroberi yang ternyata ada di sebelah soda milik lelaki tersebut.

Shaquilla dengan cepat menyeruput susu stroberi tersebut. Ia minum sampai tak tersisa. Setelah itu, perlakuan Sakala malah membuat dirinya hampir tersedak lagi.

"Kalo minum juga pelan pelan, Sha," ujar Sakala sambil dengan santainya mengelap susu yang belepotan di sekitar bibir Shaquilla.

Memang gila nih aktor di depannya ini. Shaquilla ingin lari ke dalam kamar tapi ia masih menikmati momen ini. Maksudnya momen ia bisa makan makanan enak. Bukan hal lain. Iya, bukan hal lain.

-----

13/09/23



My Dear Actormate [SUDAH TERBIT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang