"Mama gak apa-apa kok beneran. Pulang aja ya?"
Shaquilla lagi-lagi menghela nafasnya saat melihat mamanya yang terus-terusan memohon untuk pulang dari rumah sakit. Memang sih mamanya tak pernah suka dengan segala hal yang berbau rumah sakit. Sebab di tempat yang penuh dengan warna putih ini menjadi saksi seorang Sarah Paramita kehilangan separuh jiwanya.
"Tapi mama janji gak akan kecapekan lagi ya?" ujar Shaquilla mutlak. Ia menyodorkan kelingkingnya pada sang mama. Sarah dengan malas-malasan menerima kelingking sang anak dan menautkan kelingkingnya.
"Yaudah sebentar, Juna mau ke depan dulu buat tebus obat tante dulu," lalu Juna pergi dari ruangan sang tante menuju meja resepsionis untuk mengurus administrasi pengobatan tantenya. Meninggalkan Shaquilla dan Sarah berdua dengan keadaan yang hening.
Sarah membawa tangan sang anak di bahunya untuk di genggam. Shaquilla yang tadinya menunduk melirik sang mama yang hanya tersenyum. Sang mama mulai mengelus tangan Shaquilla dengan lembut.
"Gak kerasa ya, putri mama sudah sebesar dan sekuat ini. Gimana sayang kehidupannya? Sini cerita sama mama,"
Shaquilla yang daritadi mencoba menahan tangisnya akhirnya runtuh saat ia menyerahkan dirinya pada pelukan sang mama. Tak peduli dengan orang-orang sekitar. Ia hanya butuh pelukan hangat sang mama yang selama ini ia rindukan. Dalam tangisnya di dekapan sang mama, Shaquilla merasakan usapan lembut di rambutnya ditambah kecupan kecil menenangkan.
"Mama jadi teringat waktu kamu kecil, Sha. Kamu masih selucu dan pemalu banget. Setiap ngeliat sifat dan kelakuan kamu, mama jadi teringat sama papa. Diri kamu yang cuek persis sekali seperti papa. Kalian ingin terlihat tegar tapi nyatanya kalian sama rapuhnya. Tapi, papamu mulai bisa mengekspresikan perasaannya saat udah ada kamu. Kita berdua bersyukur karena diberi anugerah oleh Tuhan seorang anak perempuan yang cantik paras dan hatinya. Maaf ya mama dan papa sudah banyak menyusahkanmu, maaf karena kita kamu harus belajar lebih dewasa,"
Sarah melepaskan dekapannya dan menangkup wajah putrinya yang sudah penuh dengan air mata. Sarah membenarkan anak rambut yang menghalangi paras cantik Shaquilla. Ia mengecup dahi Shaquilla dengan penuh kasih, lalu kembali memeluk putri semata wayangnya itu.
"Mama nggak tahu apa yang sudah kamu alamin disana. Manusia gak ada yang sempurna. Manusia pasti punya rahasia dan kejadian kejadian yang gak mau mereka ceritakan, bahkan diingat. Tapi, kalau kamu ada sesuatu yang ingin diceritakan, bahu dan pelukan mama selalu ada buat kamu. Mengeluh sesekali tidak apa ya, sayang?"
Shaquilla dibuat menangis lagi hingga tersedu-sedu oleh sang mama. Ia jadi memahami perkataan papanya beberapa tahun yang lalu saat sedang berlibur ke rumah nenek. Saat itu Shaquilla dan sang papa sedang menanam sayuran di kebun nenek.
"Kamu tau gak kenapa papa suka sama mama kamu? Padahal papa orang yang cuek?" ujar papanya sembari memadatkan tanah.
"Gak pa. Emang apa sih yang membuat papa bisa jatuh cinta sama sosok mama?"
Bima menengadah, menatap langit yang menunjukkan awan-awan indah lalu tersenyum. Setelah itu ia melirik putrinya, "mama mu itu mempunyai sesuatu yang dapat membuat papa selalu merasa tenang di dekatnya. Mamamu itu orang yang sederhana. Ia sederhana dalam menyukai sesuatu, ia sederhana dalam tutur katanya. ia adalah orang yang sesederhana itu. Mamamu bisa sangat bahagia saat papa memberinya secarik kertas yang papa tulis semalaman dengan susah payah. Papa gak bisa mendeskripsikan mamamu karena menurut papa, mendeskripsikannya tak cukup hanya satu hari. Tapi jika papa disuruh untuk memilih satu kata, papa akan memilih kata indah. Mamamu indah dari segala hal, dan itu yang membuat papa menikmati keindahan mamamu,"
Lalu setelah itu papanya mengelus pucuk kepala Shaquilla dan berdiri karena mama sudah meneriaki mereka berdua untuk masuk dan makan.
Papanya benar. Mama memang sangat sederhana dalam mencintai seseorang. Meski cinta dan kasih yang diberikan sederhana, Shaquilla merasa ibunya adalah sosok luar biasa, sosok yang akan ia jadikan idola selamanya.
-----
Juna dan Shaquilla memapah Sarah dengan hati hati. Mereka menuntun Sarah untuk memasuki rumah, namun Sarah minta dilepaskan di depan rumah.
"Mama pengen duduk di teras aja. Menghirup udara segar setelah sekian lama diem di rumah sakit,"
"Mama di rumah sakit cuma 2 hari, padahal seharusnya besok baru boleh pulang,"
Sarah mendecak dan mengibaskan tangannya kepada Shaquilla, "udah ah sana kamu masuk, mandi. Pasti kamu gak mandi selama 2 hari jagain mama kemarin,"
"Juna juga izin masuk buat nyiapin makanan sama obat tante," Setelah itu Juna mengikuti Shaquilla yang masuk kedalam rumah.
Juna mendekati Shaquilla dan merangkul adik kecilnya itu yang menunduk. Ia mengintip Shaquilla, menjahilinya.
"Cuci mukanya tuh, muka lo kacau banget. Habis nangis ya?? Mau permen gak??" Juna berlari karena melihat Shaquilla akan memarahinya.
"ABANG JUNAAAAA!!"
Sarah yang sedang menikmati angin sepoi sepoi hanya tertawa dan menggeleng kecil. Mendengar kelakuan kedua keluarganya itu yang bertengkar setiap bertemu. Juna yang selalu menjahili Shaquilla yang tak ingin dijahili.
Ia menutup matanya. Mencoba untuk masuk dalam bunga mimpi, sebelum samar-samar mendengar panggilan seseorang. Sarah sempat kaget, karena ia kira hantu tapi ia sadar bahwa ini masih siang hari.
Ia bangkit dari duduknya dan bertanya pada lelaki di depan rumahnya. Lelaki tersebut terlihat anak yang baik-baik, menurut Sarah. Anak lelaki tersebut pun melemparkan senyum ramah kearah Sarah.
Ia hendak bertanya tujuan anak lelaki tersebut apa mengunjungi rumahnya. Namun, suara jutek Shaquilla mengurungkan niat Sarah untuk menyapa.
"Ada apa datang kesini, tuan aktor?"
-----
05/10/23
KAMU SEDANG MEMBACA
My Dear Actormate [SUDAH TERBIT]
Fiksi RemajaSiapa sih yang gak kenal dengan aktor muda tampan, Sky Alvino? Iya, aktor yang sudah mempunyai nama besar di berbagai penghargaan ini nyatanya tak terlihat se ramah dan sebaik hati itu seperti kata media. Menurut Shaquilla yang sudah melihat berbaga...