21

4 2 0
                                    

"Udah siap?"

Shaquilla masih menarik nafas dan memegang dadanya yang berdebar kencang.Ia melirik Sakala dengan mata berbinarnya lalu menggeleng.

"Pulang aja deh yuk, Kala," ujar Shaquilla yang mulai merangkul lengan sang gadis. Sakala tertawa melihat wajah lucu kekasihnya tersebut. Rangkulan sang gadis ia lepas dan diganti dengan rangkulan di pinggang. Sakala memencet bel rumahnya.

Shaquilla melotot tak percaya dan berusaha melepas rangkulan lelakinya, "emang laki-laki gak ada yang bisa dipercaya,"

Dan tak lama pintu terbuka, menunjukkan seorang wanita anggun yang sudah berumur namun masih terlihat cantik. Shaquilla sampai bengong melihat kecantikan yang dipancarkan oleh wanita di depannya.

"Ayo masuk...jangan diem di depan pintu, ayo masuk," Marshafa mempersilahkan Shaquilla dan Sakala untuk masuk ke rumah megah kediaman Miguel dan keluarga kecilnya. 

Shaquilla tak bisa tak kagum melihat semua yang ada di dalam bangunan tersebut. Terkesan sederhana, namun Shaquilla tau uang yang dikeluarkan sangat banyak. Shaquilla dipersilahkan duduk di sofa depan TV.

Marshafa berbalik dan menuju halaman belakang, sebelum Shaquilla menginterupsi, "maaf bu, saya cuma bawa ini," Shaquilla tersenyum dan menyerahkan kotak putih berisi cheese cake karena Sakala bilang keluarganya--terutama ibunya--itu pecinta cheesecake.

Marshafa tersenyum menerima kotak dari Shaquilla, "waduh harumnya. Terima kasih ya nak, padahal kamu dateng kesini aja itu sebuah hadiah loh,"

"Gak enak bu kalau saya hanya membawa diri dan tidak membawa apa apa," ujar Shaquilla sopan.

Marshafa mencubit pipi Shaquilla gemas, "jangan panggil ibu, panggil Mimi aja kayak Saka. Mimi izin ke belakang dulu ya mau manggil yang lain," ujar Mimi Sakala pergi dari ruang keluarga menuju dapur untuk menyerahkan kue tersebut kepada bibi agar dipotong potong, lalu setelah itu ia pergi ke taman belakang.

Saat kehadiran Marshafa sudah tidak terlihat, Shaquilla bisa bernafas lega dan duduk kembali di samping Sakala. Sakala yang sedang menonton siaran TV langsung mengalihkan pandangan pada gadis di sampingnya. Mengelus lembut rambut sang gadis yang sekarang sedang bersandar di bahunya.

"Gak gigit kan kata gue juga," ujar Sakala pada Shaquilla.

"Kala, kalau gue boleh jujur ya. Ibu lo cantik banget deh," puji Shaquilla sembari tak berkedip dari pandangan lurusnya.

"Liat aja dong hasilnya kan jadi kayak gini," narsis Sakala yang dibalas oleh kecupan di pipinya. Sakala terkejut dengan sikap tiba tiba Shaquilla. Gadis tersebut langsung memalingkan wajah dan mengulum bibirnya malu. Sakala tersenyum miring sebelum mendekatkan wajahnya pada Shaquilla.

"Lo makin nakal ya, author,"

Baru saja aksi Sakala akan tercapai, dehaman keras dari sang ayah dan ujaran sang adik membuat Shaquilla otomatis menjauh dan melempar Sakala dengan bantal di sampingnya.

"Pi liat tuh Pi anak bujangnya kelakuannya kayak gitu," ujaran adik Sakala diakhiri oleh kekehan. Sakala bangkit dari duduknya untuk balik menjahili adiknya kembali.

Sang adik berlindung di balik badan sang ayah, "Pi liat nih bang Saka!"

Pertengkaran kecil tersebut membuat Shaquilla yang melihatnya ikut terenyuh. Ia ingin sekali mempunyai keluarga yang bisa ia ajak bercanda, namun sang ayah sudah dipanggil duluan oleh Tuhan saat Shaquilla berada di bangku sekolah dasar. Ia hampir meneteskan air matanya sebelum Sakala memanggilnya.

"Shasa, sini kita makan bareng bareng," teriak Sakala yang sedang membantu bibi nya menyiapkan makanan bersama sang ibu. Ayah dan adik perempuan Sakala hanya duduk di kursi meja makan dan menatap Shaquilla dengan pandangan lembut. Bahkan, adik perempuan Sakala melambaikan tangan untuk mengajak dirinya menuju ke meja makan.

Setelah Shaquilla sudah duduk di kursi meja makan, segala makanan sudah tersaji. Shaquilla merasa tak enak karena ia tak membantu menyiapkan hal di meja makan sama sekali.

"Halo kak! Kenalin aku Zahra Alvina. Kakak mau manggil aku Zahra atau Vina juga gak masalah, tapi ini cuma berlaku sama kakak cantik yaaa!!" ucap Zahra dengan antusias dan menyodorkan tangannya mengajak Shaquilla untuk berjabat tangan.

Sakala selesai menata segalanya dan mengusir sang adik dari tempat duduk miliknya, "awas ah, Za,"

Zahra memegang kedua tangan Shaquilla, "kakak cantik mau gak jadi kakakku aja?"

Sakala mencubit pipi sang adik, "tega banget lo mau gantiin kakak lo yang tampan ini. Awas ah,"

"Habis abang kelakuannya gitu sama Zahra. Bikin sebellll!!" ujar Zahra merajuk dan pergi ke bangku samping ibunya.

Miguel berdeham untuk menghentikan pertengkaran kedua anaknya, "ada tamu, masa kalian masih mau berantem terus?"

Shaquilla terkekeh dan menggeleng, "gak apa apa, pak. Saya suka lucu kalau liat adik sama kakak berantem. Maksudnya saling goda satu sama lain seperti Sakala dan Zahra,"

"Tidak usah panggil pak. Panggil saja seperti anak saya yang lain,"

Marshafa tersenyum, "oke, sekarang waktunya makan,"

Setelah itu, mereka makan dengan tenang. Setelah makan, acara di lanjutkan dengan bincang bincang kecil di meja makan. Menikmati cheesecake yang dibawa oleh Shaquilla tadi.

"Eh abang, Zahra mau tanya. Apartemen yang abang beli itu kosong gak? Temenku ada yang mau nginep sama Zahra tapi kalau disini nanti Mimi ngomel karena Zahra berisik,"

Marshafa yang sedang menikmati kue nya mendelik kearah sang putri, "Zahra Alvina," tegas Marshafa yang membuat Zahra hanya tersenyum getir.

Sakala berusaha mengontrol wajahnya, "yang mana? Emang abang pernah bilang?"

"Abang pernah bilang kok. Abang bilang ke Zahra kalau abang beli apartemen di deket tempat syuting abang,"

"Terus abang bilang itu buat--"

Suara kursi terdorong memotong pembicaraan Zahra, "Pipi Mimi Kala, saya pamit pulang dulu. Ada pekerjaan yang saya lupa kerjakan, permisi," Shaquilla lalu mengambil tas selempangnya dan berjalan keluar dengan tergesa.

Sakala beranjak dari kursi dan mengejar Shaquilla. Ia menahan Shaquilla yang hendak membuka pagar rumahnya, yang malah ditepis oleh sang gadis.

"Gue anterin,"

"Gue bisa sendiri,"

Sakala berdecak, "bahaya cewe malem malem sendirian, Sha,"

Shaquilla yang tadinya membelakangi Sakala, akhirnya membalikkan badan. Melepas genggaman tangan Sakala yang memegang kuat pergelangannya. Ia tertawa yang terdengar sarkas di telinga Sakala.

"Emang laki laki itu gak bisa dipercaya ya? Gak tau lagi deh gue, Kal. Gak tau lagi gue kebohongan apalagi yang lo tutupin dari gue,"

Setelah itu Shaquilla pergi dari kediaman Sakala. Lelaki tersebut tak mengejar gadisnya karena ia masih mencerna semua perkataan Shaquilla dan mengacak rambutnya kasar. Ia sadar kalau Shaquilla memahami apa yang dikatakan oleh Zahra.

Sakala pun bertanya tanya pada dirinya sendiri. Apalagi yang mau lo sembunyikan dari orang orang Sakala?

-----

01/10/23

My Dear Actormate [SUDAH TERBIT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang