Hembusan angin dari pendingin ruangan terasa sekali menerpa punggung Shaquilla. Tangannya terasa sangat dingin karena sang atasan tidak menunjukkan reaksi apapun saat sedang membaca naskah di tangannya.
Sang atasan meletakkan tablet Shaquilla dan menundukkan kepala, setelah itu ia menengadahkan kepalanya secara tiba tiba sembari memberi ekspresi tersipu.
"SHASAA!!! Ini lucu bangetttttt. Ih kamu tanggung jawab ya saya baper sendiri ini," ujar kak Jani yang membuat Shaquilla bisa bernafas lega.
"Hebat sih Sha. Saya selalu salut sama kerja keras yang kamu kerahkan buat karya kamu. Saya juga salut sama diri kamu yang udah berani buat keluar dari zona nyaman kamu. Minggu depan saya tunggu naskah selanjutnya ya, Sha," ucap kak Jani sembari tersenyum.
Memang seharusnya Shaquilla tak usah berharap apa apa. Padahal ia sudah bisa bernafas lega, namun kak Jani tak akan pernah membiarkan Shaquilla berhenti. Kak Jani tidak jahat, cuma terkadang Shaquilla kesal saja, hehe.
Setelah itu, Shaquilla keluar dari ruangan mencekam tersebut. Menuju ruangan kak Sunny yang tak jauh dari sana.
"Loh, kok kamu kesini gak bilang dulu? Tau gitu tadi aku temenin ketemu mba Jani," ujar Sunny sembari tetap mengarahkan pandangannya kedepan komputer. Shaquilla mendekati Sunny dan duduk di sebelah editornya itu. Menjatuhkan kepalanya keatas meja dengan ekspresi cemberut.
Kak Sunny melirik sebentar lalu melirik penulis yang ia urus, setelah itu ia terkekeh. Kak Sunny memutar kursinya untuk menghadap Shaquilla, "mba Jani ngeburu buruin kamu lagi ya? Gak apa apa, mungkin mba Jani tau kalo kamu itu hebat, kamu itu bisa ngelakuinnya meskipun itu adalah tantangan berat kamu,"
Kak Sunny mengelus elus kepala Shaquilla. Mengelus elus dengan lembut bak anak sendiri. Shaquilla selalu merasa nyaman dengan sikap editornya itu. Kak Sunny bukan hanya berperan sebagai seorang editor bagi Shaquilla. Kak Sunny sudah berperan sebagai ibu, kakak, bahkan sahabat bagi seorang Shaquilla. Kak Sunny merawatnya sangatttt baik.
"Kak," Shaquilla bangkit dari posisinya dan berhadapan dengan Sunny.
"Kalau kakak punya pacar, pacarnya kenalin dulu ke aku ya? Mau aku seleksi dulu dia bagus gak nya buat kakak. Mau liat dulu dia orang baik atau bukan, tapi aku berharapnya kakak nemuin cowok yang bisa jaga kakak kayak kakak jaga aku," ucap Shaquilla dengan tulus. Sunny mengusak rambut Shaquilla dan tersenyum.
"Makasih ya Shasaaa. Nanti kakak kabarin kalo kakak udah ada gandengan," lalu mereka terkekeh dan saling berpelukan.
"Udah ah. Sekarang udah waktunya jam makan siang, kamu mau makan dulu gak sebelum pulang?" tanya Sunny sembari mematikan komputernya.
Shaquilla nampak berpikir lalu menganggukkan kepalanya semangat, "kue stroberi?"
"Makan nasi, Shasaaa," gemas Sunny
"Iyaaa. Buat tempatnya gimana kakak aja soalnya yang mau bayar 'kan kakak," lalu Shaquilla menampakkan cengirannya.
Sunny juga akan selalu menganggap Shaquilla ini seorang adik kecil yang harus ia jaga.
-----
"HAH ANJIR LO BENERAN SUKA DIA SELAMA ITU?" teriak Ijul. Tama yang di sebelahnya memasukkan tisu yang ada di depan mereka.
Sakala dan teman temannya sedang berada di rumah makan khas sunda. Entah angin darimana Sakala mengajak teman temannya keluar. Lalu Sakala bercerita bahwa ia sedang dekat dengan gadis.
"Ya, emangnya lu yang tiap bulan ganti mulu cewek," ujar Mahen
"Lu juga sama aja ya," balas Ijul.
"Gak ya anying. Gue kan orangnya setia sama Cherry seorang," Mahen menengadahkan wajahnya tersipu, sahabatnya yang melihat kelakuan bucin Mahen menatapnya dengan ekspresi ingin muntah.
"Terus udah lo tembak?" tanya Tama. Emang cuma Tama aja yang waras diantara mereka. Padahal Sakala kira Mahen itu orangnya waras, ternyata sama aja kayak Ijul yang agak agak.
"Belom sih. Gue ngaku aja karena kesel liat dia akrab banget sama junior gue," Sakala teringat lagi kejadian Shaquilla yang tertawa lepas karena berbincang dengan Keandra.
"Baru juga suka kok udah pocecip?" ejek Ijul dengan nada yang dibuat buat.
"Lu gue lempar ke kolam ikan ya bangsat," kesal Sakala.
Setelah itu makanan yang mereka pesan datang, Sakala dan kawan kawan menikmati makanan tersebut dengan tentram. Emang kalo udah dikasih makan tuh pada diem semua.
"Eh btw buat perilisan album baru kapan jadinya?" celetuk Sakala.
"Nunggu lo beres dulu lah," balas Mahen.
"Padahal gue gas gas aja. Mumpung gue ada semangat buat rekaman sama manggung lagi,"
Mahen meneguk air hangatnya sebelum membuka suara, "lu emang sanggup kalo Tama suruh lo rekaman selama 3 jam?"
Mahen tertawa setelah menelan makanan di mulutnya, "iya anjir gue inget si Sakala sampe nangis karena Tama kagak ngebolehin dia keluar dari studio,"
"KAGAK YA!! GUE KAGAK NANGIS SIALAN,"
Tama hanya mengamati mereka sebelum kembali membuka suara, "lo pada makan cepetan yang banyak, biar nanti rekaman 5 jam kuat,"
Sakala, Mahen, dan Ijul mengikuti perintah Tama sebelum sahabatnya tersebut benar benar mengabulkan perkataannya. Mereka masih ingin hidup panjang dan gak lucu aja kalo mereka mati karena kelelahan rekaman lagu.
-----
Ramainya suara TV dan tawa Shaquilla di ruang tengah membuat Sakala keluar dari kamarnya. Ia tertidur setelah sampai dari rumah, untungnya hari ini ia tidak punya jadwal banyak dan hanya di pagi hari tadi saja.
Shaquilla yang mendengar derap langkah langsung memutar kepalanya untuk melirik Sakala yang membuka kulkas.
"Lo laper gak? Gue liat tadi waktu pulang lo tumben udah di kamar?" tanya Shaquilla.
Sakala meneguk segelas air dingin itu sampai habis tak bersisa. Ia lalu berjalan kearah Shaquilla dan mengambrukkan kembali badannya pada sofa. Shaquilla hanya meliriknya dan kembali fokus sama acara TV di depannya.
"Lo lebih suka di tembak di tempat ramai atau enggak?" celetuk Sakala. Shaquilla kaget dan terbatuk karena tersedak ludahnya sendiri.
"Gue gak suka ditembak. Emang lo mau mati?" ujar Shaquilla yang berpura pura tidak mengerti dengan pertanyaan yang diajukan oleh Sakala.
"Atau lo mau sekarang aja?" Sakala bangkit dari posisi telungkupnya tadi dan menghadap Shaquilla yang tetap menatap TV di depannya. Sakala mendekat dan memegang kedua tangan gadis tersebut.
Shaquilla berbalik ke samping dan menegakkan badannya sembari menelan ludah. Sakala masih belum mengeluarkan sepatah katapun. Lelaki tersebut malah menatap lekat mata indah Shaquilla yang sedang berusaha menghindar.
"Shasa, gue Sakala Alvino izin bertanya sama lo. Gue jadi cowok lo boleh? Kalo gak boleh biar lo aja yang jadi cewek gue. Gimana?" ujar Sakala serius meski diselingi nada bercanda.
Shaquilla nampak berpikir lumayan panjang. Ia melihat pemandangan di belakang Sakala sembari memikirkan banyak hal. Shaquilla menarik nafas panjang dan mencoba meyakinkan diri. Ia mengangguk sebagai balasan yang langsung dihadiahi pelukan hangat dari lelaki di depannya. Sakala sangat terkejut dengan jawaban yang sebenarnya tidak ia bayangkan akan diterima. Setelah memeluk gadisnya, Sakala menatap Shaquilla lekat lekat.
"Gak usah liatin gue gitu," ujar Shaquilla sembari menundukkan kepala.
Sekali lagi Sakala memeluk sang gadis yang hari ini sudah menjadi miliknya.
-----
19/09/23
KAMU SEDANG MEMBACA
My Dear Actormate [SUDAH TERBIT]
Novela JuvenilSiapa sih yang gak kenal dengan aktor muda tampan, Sky Alvino? Iya, aktor yang sudah mempunyai nama besar di berbagai penghargaan ini nyatanya tak terlihat se ramah dan sebaik hati itu seperti kata media. Menurut Shaquilla yang sudah melihat berbaga...