19 / two of us

660 71 8
                                    

Boro-boro membayangkan hal yang tidak-tidak, Giselle hanya bisa menganga tidak percaya. Beberapa detik setelah pintu kamar hotelnya berhasil terbuka, laki-laki ini segera mencari letak sofa dan terkulai lemas di sana.

"Jo? You okay?"

Dengan mata sayunya, pria itu masih berusaha tersenyum dan mendudukkan badannya susah payah.

Melihat itu, Giselle segera menghampiri dan mencoba membantu. Diraihnya pergelangan tangan Jona dengan sedikit ragu.

Laki-laki yang sudah terduduk lunglai itu tidak banyak reaksi, hanya meringis pelan menyadari Giselle menggenggam tangannya.

"Yaampun. Gue ambilin air putih dulu ya."

Giselle melenggang ke kulkas yang berada di samping mini bar. Kamar hotel deluxe pesanannya dan Nini selama beberapa malam ini punya dua kasur berukuran single. Bukan bintang lima memang, tapi mengingat Giselle yang butuh berhemat sejujurnya kamar ini tidak buruk sama sekali, walaupun memang sedikit di bawah standar dari hotel-hotel yang selama ini dipilihnya.

Jona dengan sisa tenaganya berusaha melepaskan jaket dan sepatu yang terasa menganggu.

Giselle kembali dengan gelas berisi air hangat. Segera diletakkannya ke samping nakas terlebih dulu sebelum kemudian membantu Jona melepas jaketnya.

"Gak kebayang kalo lo pulang sendiri tadi. Amit-amit ada apa-apa." Giselle menyerahkan gelas yang tadi sempat dititipnya di atas nakas, Ia memperhatikan pria yang tengah meneguk habis air di dalamnya.

"Bawel." Jona bergerak menyenderkan bahunya di sofa sebelum Giselle cegah.

"Di kasur aja. Kasurnya kan ada dua." Gadis itu memegangi lengan Jona, mencegahnya untuk berbaring sempurna.

Giselle berdecak mengamati Jona yang tidak ada pergerakan. Pria itu hanya diam memandangi wajahnya dari posisi dekat. "Ck. Nurut! Pindah dulu."

Jona tidak bisa menahan kekehannya dan memenuhi perintah Giselle. Ia membiarkan lengannya digenggam oleh kedua tangan kecil gadis itu sembari dituntun untuk pindah ke kasur yang tidak terlalu jauh dari sofa.

Setelah Jona berhasil terduduk di sana, barulah Giselle melepaskan genggamannya dan membiarkan punggung Jona bersentuhan dengan kasur.

"Mau pinjem baju gue?"

Laki-laki itu kembali tersenyum kecut. "Emang muat?"

"Baju gue banyak yg oversized, kayanya sih muat. Mau?" tawar gadis itu sekali lagi.

Setelah berpikir beberapa saat, Jona akhirnya mengangguk pelan. Senang rasanya membiarkan Giselle merawat dirinya di saat seperti ini. Membuatnya membayangkan kemungkinan sosok Giselle yang keibuan dan penuh perhatian pada keluarganya. Jona tidak kuasa menahan seringai.

Giselle menaikkan alis seolah bertanya setelah kembali dengan salah satu baju yang paling besar yang dia punya. Ia menyodorkan baju itu yang kemudian diterima oleh Jona.

"Kenapa?"

"Enggak papa. Cuma ngayal aja."

Giselle menautkan kedua alisnya. "Ngayal apa? Jangan berani aneh-aneh ya lu, Jo. Gue dulu ikut karate."

"Dih ngayal aja gak boleh."

Giselle berdecak, tidak tahan berdebat dengan orang sakit, takut menular. "Gue tunggu di kamar mandi. Teriak aja kalo udah kelar."

Perendinate Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang