Elia berlari ke arah Rania yang sedang berdiri di depan ruang ICU dengan wajah cemas. Rania tengah menanti dokter yang saat ini sedang memeriksa kondisi Alvino di dalam.
"Alvino gimana, Ran?" tanya Elia.
Rania menggelengkan kepala. Dia menangkup kedua tangan dan ditempelkannya ke bawah dagu. "Belum tahu, El. Lagi diperiksa. Semoga aja ada kabar baik."
Elia menepuk pundak Rania menyalurkan sedikit semangat pada sahabatnya itu.
"Kalau kamu kuat, Alvino juga kuat. Tuhan lagi menguji cinta kalian."
Rania menatap sayu wajah Elia. Ucapannya seolah-olah membangkitkan sisi emosional Rania.
"Tuhan mau uji aku seperti apa lagi, El? Ini udah satu bulan. Aku harus menunggu berapa lama lagi." Rania menjatuhkan kepalanya di atas pundak Elia.
Elia mengerti perasaan Rania. Bagaimana frustasinya Rania selama tiga bulan Alvino menghilang tanpa kabar, ditambah Rendi yang terus gencar mendekati Rania dengan segala provokasinya. Terakhir, saat Rania mendapatkan kabar dari Andreas tentang kondisi Alvino.
Isak tangis kecil terus terdengar dari balik punggung Rania. Bahu Rania bergetar. Dia lelah.
"Ran, kamu lihat Alvino. Dia bahkan tetap menunggu kamu selama 6 tahun waktu kamu tinggalin dia begitu aja. Waktu kamu menjalani pengobatan selama hampir 1 tahun pun, dia tetap menunggu, kan?
"Kamu mau cari laki-laki seperti Alvino ke mana lagi, Ran? Bahkan di saat dia bisa mencari perempuan lain lagi, tapi dia ngga mau melakukan hal itu. Di mata dia cuma ada kamu. Tunggu sebentar lagi, ya Ran. Alvino pasti bangun." Elia menepuk-nepuk punggung Rania yang masih naik turun.
Rania menangkat kepalanya. Dia mengangguk membenarkan perkataan Elia yang cukup menguatkan hatinya. Elia dengan penuh kasih sayang, mengusap lembut dua sudut mata Rania yang sudah basah dengan air mata.
"Kalau kamu lagi merasa capek, kamu lihat bagaimana perjuangan Alvino untuk kamu. Kalau kamu tergoda dengan perkataan Rendi, kamu lihat hasil perjuangan Alvino untuk bisa mendapatkan restu dari Om Emil yang persentasenya sangat kecil."
"Kamu benar. Terima kasih, El," tutur Rania dengan tulus dan melampirkan senyumnya walaupun hanya sedikit.
Tidak lama kemudian, dokter yang memeriksa Alvino akhirnya keluar dari ruangan ICU dengan wajah sedikit lebih cerah dan menyunggingkan sedikit senyum lega.
"Bagaimana, dok?" Rania segera mendekati dokter tersebut.
"Pasien sudah bisa membuka matanya."
Tarikan nafas lega dan pancaran raut kebahagiaan kini tergambar jelas dari dua perempuan yang sedari tadi menanti kabar tentang kemajuan Alvino.
"Alvino udah sadar ... Akhirnya Alvino membuka matanya," seru Rania kepada Elia yang juga tersenyum penuh suka cita.
"Apa saya bisa melihatnya sekarang, dok?" tanya Rania semangat.
KAMU SEDANG MEMBACA
PURPLE ROSE (Sequel Of Black Rose) (END)
RomanceCerita ini merupakan Sequel dari Black Rose (Perjalanan cinta antara Alvino dan Rania setelah mendapatkan restu dari Emil Pratama) "Lalu, kamu maunya bagaimana, Rania? Kamu mau mengakhirinya hanya karena profesiku ini?" "Nyatanya profesimu terlalu s...