SEPTEMBER 2024
Dua bulan sudah Alvino dan Andreas pergi bertugas meninggalkan istri-istri mereka, Rania dan Elia. Selama itu juga, Rania dan Elia saling memberikan semangat satu sama lain.
Tidak jarang Rania membantu Elia jika ingin memakan sesuatu. Pun sebaliknya seperti itu. Kedua istri tersebut sudah menunjukkan sisi keikhlasan mereka. Hanya doa yang kerap mereka panjatkan untuk keselamatan suami mereka.
Memasuki usia 9 bulan dan hampir mendekati HPL, pagi ini Rania mulai merasakan tidak enak pada bagian perutnya. Rania merasakan nyeri dan mulas. Tidak jarang si jabang bayi juga melakukan interaksi yang berlebihan kepada Rania, yaitu melalui tendangan dan pukulan yang Rania rasakan dari dalam perutnya.
Merasakan tubuhnya yang tidak sehat, Rania memilih untuk libur dan mengerjakan pekerjaannya lewat online di rumah. Sesekali Rania menerima telepon dari kliennya dan membicarakan bisnis melalui sambungan seluler. Siang ini, Rania terlihat serius berbicara dengan Elia mengenai pekerjaan lewat handphone, sampai-sampai Rania tidak sadar kalau salah satu pelayan datang bersama dengan Rendi di belakangnya.
"Bu, ada Tuan Rendi," ucap pelayan dan membuyarkan atensi Rania.
Rania yang belum mematikan saluran teleponnya, terperanjat kaget saat dia melihat Rendi tengah mengukir senyum tipis di wajahnya. Oleh Rania, ponsel yang tadi dia genggam langsung dia letakkan begitu saja di sebelahnya dengan kondisi masih tersambung dengan Elia.
"Hai, Ran," sapa Rendi seraya memfokuskan pandangannya pada perut Rania yang sudah terlihat sangat buncit.
"K-kamu ke-napa ke sini?" tanya Rania terbata. Dia segera berdiri dari duduknya.
"Tentu saja aku ingin bertemu teman lamaku, untuk apa lagi memangnya?" jawab Rendi dengan nada santai dan berjalan menghampiri Rania yang sudah bersiap untuk lari.
"Mba, tolong beri tahu Tuan Emil," perintah Rania pada pelayan yang tadi mengantarkan Rendi ke dalam.
Namun, belum juga kaki pelayan itu beranjak, Rendi sudah berteriak keras membuat dua wanita di dalam rumah itu bergetar ketakutan. Bukan karena teriakan Rendi tapi karena senjata yang dia todongkan kepada pelayan wanita itu.
"Rendi! Apa yang mau kamu lakukan? Jangan gila Rendi! Di sini ada CCTV!" hardik Rania kasar.
Seolah tidak mengenal takut, Rendi hanya mencibir dan semakin menekan moncong pistolnya pada ujung kening pelayan tersebut, sampai membuat pelayan itu menangis ketakutan.
"Jangan bunuh saya, Tuan," lirih pelayan memohon belas kasih pada Rendi yang sudah dirasuki setan.
"Diam atau saya akan menembak kepalamu detik ini juga," ancam Rendi.
"Rendi tolong, jangan berbuat nekat," tegur Rania berusaha mencegah Rendi agar tidak melancarkan aksi berbahayanya.
"Aku ngga akan nekat seperti ini, kalau kamu mau menceraikan suamimu itu dan menikah denganku, Rania." Rendi semakin menggila. Wajahnya sudah menunjukkan senyum iblis yang sangat menyeramkan.
KAMU SEDANG MEMBACA
PURPLE ROSE (Sequel Of Black Rose) (END)
RomanceCerita ini merupakan Sequel dari Black Rose (Perjalanan cinta antara Alvino dan Rania setelah mendapatkan restu dari Emil Pratama) "Lalu, kamu maunya bagaimana, Rania? Kamu mau mengakhirinya hanya karena profesiku ini?" "Nyatanya profesimu terlalu s...