Rania mengerjapkan kedua matanya beberapa kali. Dia sedang menyesuaikan netra hitamnya dengan cahaya mentari yang menerpa bola matanya. Sesekali Rania menyentuh kepalanya yang sedikit pusing, mungkin karena terlalu lelah menangis sampai akhirnya dia tertidur di dalam mobil Rendi.
Rania pikir saat ini dia berada di dalam kamarnya, tapi sebuah suara berat menyapa gendang pendengarannya membuat tubuh Rania terjengkat kaget dan langsung mengalihkan atensinya.
"Rendi? Kamu kenapa ada di sini?" Rania menoleh ke kanan dan ke kiri melihat lebih teliti dekorasi kamar yang berbeda dengan kamarnya.
Setelah menyadari kalau saat ini dia bukan berada di dalam kamarnya, Rania langsung menatap curiga Rendi yang justru melemparkan senyum polos pada wajahnya.
"Kamu bawa aku ke tempat kamu? Kenapa kamu ngga bangunin aku aja, Ren." Rania mengambil ponsel yang ada di dekatnya lalu mengecek panggilan dan pesan masuk dari Alvino, Elia, dan Emil yang sudah tak terhitung jumlahnya.
"Aku ngga tega untuk membangunkanmu, Rania. Makanya aku membawamu ke sini. Lagi pula kemarin sudah terlalu larut untuk aku mengantarkanmu ke rumah," dalih Rendi membuat Rania gelagapan saat dia melihat jam di depan layar ponsel yang sudah menunjukkan pukul 8 pagi.
"Harusnya kamu membangunkan aku, Ren," tutur Rania dengan ketus.
Rania segera membuka selimut putih yang menutupi sebagian tubuhnya. Matanya melirik ke bawah dan memastikan bahwa bajunya tidak berganti sama sekali. Setelah memastikan semua aman, Rania langsung beranjak turun dari ranjang Rendi dan bergegas menuju pintu kamar.
"Eh, Ran, kamu mau ke mana?" teriak Rendi saat Rania memutar handle pintu kamarnya dan keluar terburu-buru dari sana.
"Aku harus ke rumah sakit sekarang, Ren," jawab Rania tanpa menoleh ke belakang dan melenggang pergi meninggalkan kamar Rendi dengan Rendi yang masih duduk santai seolah sedang menanti sesuatu yang membuatnya dapat tertawa puas.
***
Suasana di dalam kamar rawat Alvino sangat hening dan wajah Alvino juga terlihat sangat tegang. Bukan karena Rania yang masih belum menjawab panggilannya. Namun, berita yang saat ini menggemparkan satu rumah sakit dan seluruh pengguna laman internet.
"Al, lo tenang dulu. Kita harus denger penjelasan dari Rania." Andreas mencoba menenangkan amarah yang saat ini sedang menjalar hebat di dalam hati Alvino.
Sementara itu, Rania yang baru saja turun dari taxi online nampak heran dengan ekspresi beberapa orang yang melewatinya. Mereka seperti melihat Rania dengan tatapan mencibir dan sangat sinis.
Rania penasaran dan memanggil salah satu perawat yang melintas di depannya. "Hei, tunggu dulu. Kenapa mereka melihatku seperti tidak suka? Memangnya ada apa?"
Si perawat yang ditanya akhirnya memberikan sebuah ponselnya untuk dia perlihatkan kepada Rania. Setelah membaca beberapa laman berita yang merupakan sumber dari keanehan hari ini, jantung Rania seolah sudah berhenti berdetak.
KAMU SEDANG MEMBACA
PURPLE ROSE (Sequel Of Black Rose) (END)
RomanceCerita ini merupakan Sequel dari Black Rose (Perjalanan cinta antara Alvino dan Rania setelah mendapatkan restu dari Emil Pratama) "Lalu, kamu maunya bagaimana, Rania? Kamu mau mengakhirinya hanya karena profesiku ini?" "Nyatanya profesimu terlalu s...