DEEP TALK (6)

113 16 1
                                    

Beranjak menjauh dari Rania, Andreas, dan Elia

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Beranjak menjauh dari Rania, Andreas, dan Elia. Emil mengajak Alvino keluar dari Ballroom menuju smoking room yang lokasinya tidak terlalu jauh dari lokasi Venue.

"Alvino," panggil Emil seraya menyodorkan sebungkus rokok beserta pematik ke arah Alvino.

"Terima kasih, Tuan," ucap Alvino sopan sembari mengambil sebatang rokok dan pematik milik Emil.

"Terakhir kita bertemu itu kalau tidak salah waktu Rania dirawat, bukan?" Emil menghembuskan asap rokok yang dia buang ke udara.

"Benar, Tuan." Alvino mengangguk membenarkan pertanyaan Emil.

"Lalu, apa pernyataanmu saat itu masih sama atau kamu sudah berubah pikiran?" Emil mengalihkan matanya menatap lurus ke depan, bertemu dengan mata tajam Alvino yang juga tengah membalas tatapan Emil tanpa rasa gentar.

"Sama sekali tidak ada, Tuan. Semua masih sama. Semua ucapan saya masih sama, yang berubah hanya perasaan saya kepada Rania. Karena perasaan itu semakin bertambah dan terus bertambah, tidak pernah berkurang sedikit pun. Hanya itu yang berubah dari diri saya terhadap Rania," ucap Alvino tegas membuat Emil tersenyum simpul mendengar pernyataan lugasnya barusan.

Emil menegakkan tubuhnya lalu menarik nafas kuat sebelum akhirnya dia buang dengan perlahan.

"Kamu tahu, Alvino? Selama Rania menjalani perawatan, dia mengikuti pengobatan hipnoterapi untuk menyembuhkan segala luka di hatinya. Saat dia telah masuk ke dalam alam bawah sadarnya, saat itulah dia mengeluarkan semua kesakitan di dalam dirinya yang dia rasakan sedari dia kecil hingga dewasa. Dia menangis dan terus meraung meratap sedih.

"Hati saya hancur saat itu. Sebagai seorang Ayah, nyatanya saya sudah benar-benar gagal total. Bahkan saat Rania mengatakan tentang perangai Edo kepadanya yang selalu kasar, saya justru lebih mempercayai Edo dari pada putri kandung saya sendiri. Pria yang saya pikir bisa menjaga Rania, justru kerap menampar dan menyakiti Rania tiap kali mereka berdebat. Saya memang Ayah yang bego."

Emil menundukkan wajahnya. Kedua tangannya terkepal kuat di atas pahanya. Alvino dapat melihat dengan jelas kalau kini kedua bahu Emil tengah bergetar dengan sangat hebat.

Dari balik wajah Emil yang tertunduk layu, Alvino mendengar isak tangis yang sangat pilu dan menyayat hati untuk siapa pun yang mendengarnya. Rintihan kesedihan dari seorang Ayah yang sangat menyesali perbuatannya. Sebuah penyesalan yang sangat menambah berat beban dari kedua pundak kekarnya.

Alvino tidak sanggup berkata apa-apa. Dia hanya menatap iba kepada seorang Emil Pratama. Pria angkuh penggila uang yang begitu membencinya karena miskin. Emil yang dulu hampir membunuhnya hanya karena Alvino ingin tetap mempertahankan Rania. Emil yang dengan jahatnya bahkan membenci anak kandung dia sendiri, Anggra dan tidak mengakui Anggra di depan khalayak umum.

"Tuan, semua yang Anda alami saat ini memang sudah menjadi bagian dari perjalanan hidup untuk merubah pribadi Anda serta membentuk Anda menjadi sosok Ayah yang baik. Dulu pun saya juga berpikir kalau hidup saya tidak berguna. Gadis yang saya cintai pergi, bahkan di hari yang sama Ibu saya juga meninggal. Saya hancur dan putus asa.

PURPLE ROSE (Sequel Of Black Rose) (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang