"Sial, itu si Elia sama siapa lagi?" desis Andreas.
Rupanya, saat ini Andreas sedang melihat Elia yang tengah asik bercengkrama dengan seorang pria namun belum pernah dia lihat sebelumnya dan bukan juga dokter Bram. Apabila dilihat dari cara berpakaiannya, pria tersebut seperti seorang pengusaha muda.
Andreas melanjutkan langkahnya dan memilih bangku yang letaknya persis di belakang Elia dan temannya duduk. Andreas menyeret kuat bangku tersebut sampai menimbulkan bunyi decit yang cukup keras. Elia bahkan sampai menoleh ke belakang karena suara bangku yang terdengar jelas di telinganya.
Elia cukup terkejut karena melihat Andreas ada di belakangnya, tapi dia buru-buru merubah ekspresi wajahnya menjadi biasa.
"Eh, Hai, Ndre," sapa Elia dengan ramah dan senyum lebar.
Andreas tidak membalas sapaan Elia. Dia hanya menganggukan kepalanya satu kali.
Terdengar pria di samping Elia bertanya padanya mengenai Andreas yang Elia sapa.
"Siapa, El?" tanya pria itu.
"Oh, temanku," jawab Elia membuat Andreas seketika melongo karena jawaban yang diberikan oleh Elia.
Apa? Teman? Dia sekarang menganggap gue teman? Elia bahkan ini belum ada 24 jam kamu nangis-nangis tadi....
Diliputi perasaan meradang, Andreas mengentakan sebelah kakinya lalu dia tumpukkan pada kaki sebelahnya. Elia yang berada di balik punggung Alvino hanya tertawa kecil melihat sikap Andreas yang terlihat sekali kalau sedang cemburu buta.
Sok-sokan nyuruh gue mikir. Baru liat gue sama abang gue sendiri aja udah panas. Jangan main-main sama Elia.
***
Rania mulai tersadar dari tidurnya. Dia melemparkan senyum tipis saat melihat sosok Alvino masih ada di sampingnya. Rania sedikit menggeliatkan tubuhnya.
"Kamu masih di sini?" Suara Rania terdengar sedikit serak.
"Aku sudah janji sama kamu," jawab Alvino lembut. "Kamu minum dulu, ya," lanjut Alvino memberikan segelas air putih kepada Rania. Tidak lupa, sebelumnya Alvino membantu Rania untuk duduk terlebih dulu.
"Kamu makan dulu, ya." Alvino mengambil satu buah wadah berbahan stainless berisi beberapa lauk di atasnya dari nakas di sebelah ranjang Rania. Namun, Rania justru menggeleng menolak.
"Makan dong, Sayang. Kamu belum makan dari pagi, kan. Aku suapin ya." Suara lembut Alvino seolah sudah menghipnotis kepala Rania sampai akhirnya berubah menjadi mengangguk.
"Ran, lain kali kamu ngga boleh seperti ini lagi ya. Kamu jangan buat aku khawatir," tegur Alvino dengan nada khawatir.
"Kamu tahu dari mana kalau aku ada di sini?" tanya Rania yang sebenarnya sempat merasa bingung dengan kedatangan Alvino dan Andreas tadi.
KAMU SEDANG MEMBACA
PURPLE ROSE (Sequel Of Black Rose) (END)
RomanceCerita ini merupakan Sequel dari Black Rose (Perjalanan cinta antara Alvino dan Rania setelah mendapatkan restu dari Emil Pratama) "Lalu, kamu maunya bagaimana, Rania? Kamu mau mengakhirinya hanya karena profesiku ini?" "Nyatanya profesimu terlalu s...