Elia terdiam di depan Bramantyo. Sorot matanya tajam seperti hendak menguliti hidup-hidup pria di hadapannya itu. Elia marah besar saat mengetahui kalau Bram dengan lancangnya menerima panggilan telepon di ponselnya.
Elia bahkan bersumpah kalau dia tidak akan mau mengenal Bram lagi seandainya setelah kejadian ini Andreas memutuskan hubungan mereka. Nafsu makan Elia sudah benar-benar hilang sekarang. Makanan yang dia pesan pun sama sekali tidak disentuhnya.
"Maafkan aku, El." Bram memasang wajah bersalah di hadapan Elia berharap belas kasih dari wanita itu.
"Apa maaf Anda bisa mengembalikan waktu di mana tunangan saya menghubungi saya tadi?" sindir Elia kembali menggunakan bahasa formal.
"Begini, El. Telepon kamu terus menerus berdering. Aku takut nantinya akan mengganggu ketenangan tamu restoran yang lain. Itu sebabnya aku mengangkatnya. Aku ngga berkata apa-apa, El. Aku hanya bilang kalau kamu sedang di toilet. Udah begitu aja," dalih Bram berdusta kepada Elia.
Elia menyipitkan matanya. Dia masih tidak percaya dengan ucapan Bram tapi jika dilihat dari sorot matanya, sepertinya apa yang Bram sampaikan memang jujur.
"Dokter Bram, sepertinya Anda harus mempelajari batasan privacy di dalam sebuah pertemanan," tutur Elia ketus.
Bram mengangguk menunjukkan rasa bersalahnya. Dia tersenyum manis mencoba menarik simpatik Elia. "Maafkan aku. Aku janji hal seperti ini ngga akan terulang lagi. Aku bahkan siap kalau kamu menyuruhku untuk meminta maaf langsung pada tunanganmu itu."
Elia membuang nafasnya kasar. Mana mungkin dia menyuruh Bram untuk bicara lagi pada Andreas. Bisa-bisa kemarahan Andreas pada Elia bertambah parah.
"Sudahlah, ngga perlu juga." Elia kemudian berdiri dari tempatnya. Dia menggeser kursi makannya lalu keluar. "Saya pulang dulu. Terima kasih jamuan makan malamnya, dokter Bram," sambung Elia tanpa menoleh sedikit pun ke arah Bram dan masih mempertahankan sikap formalnya.
"El, tunggu! Makananmu belum kamu makan," cegah Bram tapi semua sia-sia, Elia tetap meninggalkannya tanpa menyentuh sedikit pun makanannya.
Bram memukul keras meja di depannya dan membuat perhatian dari seluruh pengunjung berfokus padanya.
Wajahnya sudah terlanjur malu oleh sikap Elia. "Jangan lihat-lihat!" hardik Bram menahan perasaan geram.
***
Setibanya di rumah, Elia langsung menghubungi Andreas kembali. Dia harus menjelaskan semua pada kekasihnya itu. Elia tidak mau Andreas salah paham dengan dirinya.
"Hallo," jawab Andreas dingin dari seberang telepon.
"Sayang, aku mau menjelaskan yang tadi."
Terdengar suara decakan dari Andreas. "Ini masih jam berapa. Kenapa cepat sekali kamu menghabiskan malam panjangmu?" tuding Andreas tanpa sadar kalau perkataannya sudah menyinggung perasaan Elia.
KAMU SEDANG MEMBACA
PURPLE ROSE (Sequel Of Black Rose) (END)
RomanceCerita ini merupakan Sequel dari Black Rose (Perjalanan cinta antara Alvino dan Rania setelah mendapatkan restu dari Emil Pratama) "Lalu, kamu maunya bagaimana, Rania? Kamu mau mengakhirinya hanya karena profesiku ini?" "Nyatanya profesimu terlalu s...