Bab 3: Sub-Event | Ruang Harta

61 5 10
                                    

Aku memandang genangan darah itu dengan pandangan horor. Perutku terasa seperti diaduk-aduk saat bau anyir mulai menyebar ke seluruh ruang.

"Mereka mati seketika," Fani menggigil ketakutan.

David juga memandangnya penuh ekspresi keterkejutan. Ia melihat ke arah peti itu lagi. Kali ini, muncul lingkaran segel merah menyala di sekeliling peti itu. Padahal sebelumnya tidak ada. Sementara patung wanita itu kembali ke posisinya semula.

"Ternyata patung itu adalah penjaga peti harta," ucap David, wajahnya tampak pucat.

"Sial! Apa itu artinya kita tidak bisa mengambil peti itu secara cuma-cuma?" Anto menendang tumpukan mahkota di dekatnya, marah. Ia sangat ingin membawa peti harta itu keluar dari dungeon.

"Sudahlah, kita ambil harta yang lain saja, lalu keluar dari sini," bujukku, mencoba mencari jalan tengah. Lagipula, membawa beberapa barang disini juga sudah lebih dari cukup. Itu jauh lebih baik daripada harus berisiko melawan patung tersebut.

Selain itu, kita juga tidak tahu patung itu termasuk ke monster kelas apa. Walau dari analisa singkat, monster itu tampaknya berada di peringkat A atau S. Penjaga harta besar di dalam dungeon biasanya berada di peringkat tersebut.

"Aku sangat ingin peti itu," Rozak berkata dengan geram. Kedua tangannya terkepal menahan emosi.

Aku dan Fani sudah berniat berbalik meninggalkan peti harta itu. Namun, David, Malih, Anto dan Rozak masih berada di sana.

"Mereka sepertinya masih mencari cara," gumamku. Entah mengapa firasatku tidak enak. Beberapa Venator bisa sangat ceroboh saat sudah melihat hadiah dalam jumlah besar, bahkan kadang sampai mengabaikan logika dan akal sehat.

"Tunggu, aku tidak melihat itu tadi," sahut Anto tiba-tiba. Jarinya menunjuk ke sebuah altar yang entah muncul kapan.

Aku mencoba mengingat-ingat. Saat patung wanita itu kembali ke posisinya, memang terdengar suara batu yang bergeser. Hanya saja aku tidak tahu kalau suara itu berasal dari munculnya altar di tengah ruangan.

Mereka berjalan mendekati altar itu, Fani juga mengajakku ke ke sana. Ada sebuah dudukan berbentuk lingkaran dengan simbol pohon yang sama seperti di depan pintu. Disekeliling akar itu terdapat enam lilin yang menyala.

David menyentuh permukaan altar dan disaat bersama terdengar suara menggema di ruangan.

"Pertukaran yang adil."

Kami saling bertatapan bingung. Darimana suara itu berasal? Aku melihat ke arah patung dan seketika tercekat. Kepala wanita itu menoleh ke arah kami. Sorot matanya memancarkan cahaya merah.

"Patung itu yang bicara," kataku, memberitahu yang lain.

Mereka semua seketika menoleh ke arah patung wanita.

"Apa maksudnya pertukaran yang adil?" tanya Rozak.

"Apa ini soal peti harta?"

Pertanyaan dari Fani memantik antusiasme anggota BotVenator lainnya. Mereka merasa seperti menemukan solusi dari permasalahan yang sejak tadi dihadapi.

David melangkah mendekati patung. Entah dapat ide darimana, ia berlutut dengan satu kaki dan menundukkan kepalanya.

"Wahai Ksatria Suci, bagaimana cara melakukan pertukaran yang adil?"

Dia gila. Bagaimana mungkin dia mengira bisa berbicara begitu saja kepada patung tersebut. Memangnya patung itu mau menanggapinya?

Kami semua menanti dengan tegang. Termasuk David, bulir keringatnya sudah membanjiri tengkuk, ia pasti sangat ketakutan saat ini, terlihat dari tangannya yang tidak berhenti gemetar.

Train to The DungeonTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang