Bab 15: Vengeance

29 6 3
                                    

Salah seorang anggota Red-White Knight adalah Mage pengendali angin. Ia menciptakan aliran udara dan melayangkan tubuh Anto, Malih beserta anggota lainnya hingga turun ke bawah lembah. Anto melangkah mendekat ke tempatku dan Denis sambil membusungkan dadanya dengan angkuh.

"Kalian sudah menemukan tumbuhan itu , bukan?" Katanya, sekonyong-konyong menyodorkan tangan ke depan muka Denis. "Berikan Dragon's Breath itu."

Denis bergeming. Sorot matanya jelas menunjukkan keberatan. Aku pun sudah lelah melihat sikap Anto. Kali ini aku tidak akan berdiam diri di belakang. Kakiku melangkah ke hadapan pria berambut panjang sepundak tersebut, netraku menatapnya tajam tanpa rasa takut.

"Mau apa kamu?" tanya Anto, merasa ditantang. "Aku sedang bicara dengan Denis, pecundang sepertimu mending mundur ke belakang!" bentaknya.

Bibirku menyugingkan senyum tipis. "Jika kamu ingin bunganya, kenapa tidak mencari sendiri di sana?" Aku mengarahkan jempolku ke kumpulan bunga-bunga di atas jaringan daging Cadaver Centipede.

"Itu bunganya?" tanya Anto pada Denis.

Aku melirik ke tempat Denis, dia pasti akan mengatakan yang sebenarnya

Namun, Denis justru membuang muka. Kepalanya mengangguk perlahan. Di luar dugaanku, ternyata Denis juga bisa berbohong. Baguslah, ternyata dia tidak senaif yang kukira.

Anto memberi kode kepada anggota kelompoknya untuk memanen bunga-bunga tersebut. Aku dan Denis mengambil kesempatan untuk melipir dari hadapan Anto.

"Bagaimana cara kita naik ke atas?" tanya Denis di hadapan tebing tinggi yang menjulang.

"Naik ke punggungku," perintahku. Kalau Denis yang lompat jelas tidak akan sampai ke mulut terowongan yang berada 20 meter di atas sana, tapi kalau aku bisa.

"Bang Anto! Bunganya hancur!"

Kami berdua mendengar teriakan panik anggota Red-White Knight yang ditugaskan mencabut bunga-bunga itu. Anto seketika menyadari kalau dirinya ditipu. Sebelum aku dan Denis melarikan diri, Anto memerintah anggotanya yang Marksman untuk menembaki kami dengan peluru es.

Aku dengan sigap menangkis peluru-peluru es itu dengan Grasscutter. Dibandingkan dengan serangan Cediver Centipede, kecepatan peluru es ini tidak ada apa-apanya.

Marksman itu melihat serangannya ditepis dengan mudah, ia melongo sampai mulutnya terbuka lebar. Berbeda dengan Anto, pria itu justru semakin marah.

"Kalian menantang, hah?" serunya. "Jumlah kalian hanya berdua, lantas mengira bisa mengalahkan kami?"

"Bahkan jika salah satu di antara kalian adalah Venator Peringkat A, tapi jumlah kami lebih banyak!" sahut Malih sambil mengeluarkan pedang lengkungnya.

"Padahal tadi aku berniat membiarkan kalian hidup, tapi sepertinya kalian lebih cocok mati." kata Anto sambil menurunkan perisai peraknya yang berkilau dari punggung.

Selain Marksman dan seorang anggota Mage pengendali angin, anggota lain tampak bersiap ikut bertarung. Marksman tadi masih syok karena melihat kecepatanku saat menangkis peluru-pelurunya. Sementara Mage pengendali angin, wajahnya sudah pucat sejak tadi.

Ia mengamati tulang-tulang besar dan sebagian daging Cadever Centipede yang tidak terurai. Ia menelan ludah dan mencoba memberitahu Malih.

"Bang, itu kayaknya mayat Boss Dungeon," katanya.

"Sudah gila kamu? Mana ada Boss Dungeon!" sentak Malih, kesal.

Namun, Mage itu bersikeras. "Daging dan tulang-tulang itu tadi tidak ada! Selain itu, ada banyak mayat monster kelabang di sekitar area ini."

Train to The DungeonTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang