Bab 19: Outbreak

25 4 4
                                    

Saat aku akan keluar dari Hall B, terdengar suara Chika memanggil. Aku menoleh dan gadis itu sudah tampak pucat, ia mencengkram lenganku erat.

"Mama, apa dia di rumah?" tanyanya. "Aku mencoba menelponnya tapi tidak diangkat!"

"Ini hari Minggu, dia pasti di rumah," jawabaku, ikut mengecek gawai. "Pesanku juga tidak dibaca, padahal sudah terkirim.".

Aku melepas cengkraman gadis itu. "Chika, aku harus kesana sekarang untuk memastikan Tante Tara baik-baik saja."

"Aku ikut!" Chika hampir berlari mengikutiku tapi teman-temannya di belakang memanggil.

"Chika, mau kemana? Kita disuruh berkumpul di Hall A!"

Gadis itu menghentikan langkahnya, ia menoleh ke belakang, lalu kembali menatapku. Sorot matanya tampak ragu dan bingung.

"Pergi temui teman-temanmu," ucapku. "Aku akan pulang duluan dan memberitahumu kabar Tante Tara."

"Tolong, ya, Arka," suara Chika bergetar. Ia pasti sangat takut dan khawatir.

Aku langsung bergegas keluar dari Jakarta Convention Center. Di saat seperti ini, mencari transportasi online pasti sulit. Kalau pun dapat, belum tentu driver-nya mau mengantar ke lokasi yang sedang terjadi Outbreak. Itu cari mati namanya.

Jalanan seketika menjadi macet total. Ini pasti efek pengumuman Outbreak. Orang-orang berusaha keluar dari kawasan Jakarta. Mereka tidak tahu skala kerusakan yang terjadi akan meluas sampai wilayah mana, jadi lebih baik kalau saat ini pergi menjauh ke pinggir kota.

Semua orang berpikiran sama, kendaraan pribadi bersaing di jalanan yang sempit sehingga mengakibatkan macet total. Transportasi umum lumpuh seketika.

Aku melihat helikopter TNI terbang melintasi udara, mereka menuju ke arah Jakarta Barat. Papan reklame digital di jalan-jalan mulai menampilkan peringatan evakuasi, seluruh tayangan di televisi juga menayangkan berita Outbreak, masyarakat—terutama yang tinggal di Jakarta Barat diminta untuk meninggalkan area tersebut.

Sejak tadi gawaiku bergetar karena pesan dari Asosiasi Venator yang terus menerus bermunculan, mulai dari informasi terkini Outbreak, perintah evakuasi, sampai panggilan kepada Venator Peringkat B keatas untuk membantu membersihkan monster-monster di Jakarta Barat.

"Kalau menunggu transportasi umum bisa lama." Aku menggaruk kepala yang tidak gatal sambil memikirkan cara.

"Lari, hanya itu satu-satunya cara." Aku menghela napas. Belakangan ini, aku bisa menyelesaikan quest lari 1 kilometer kurang dari 15 menit, seharusnya, jika menambahkan status point pada DXT, aku bisa berlari lebih cepat lagi.

Sambil memasang ancang-ancang berlari, aku memindahkan 10 status poinku ke atribut DXT.

Name: Arkana Ganendra | Level: 26

Race: Human | Job: -

Element: - | Path: -

Title: Croptiller

Guild: - :

Pet: -

HP: 360 (+350)

MP: 360

STR: 41 (+15) | INT: 26

VIT: 26 | DRB: 26 (+15)

DXT: 47

Status point: 32

Ketika kekuatan kukerahkan ke pijakan, terasa tubuhku terlontar dan melesat jauh, seperti berlari di atas angin. Sekelilingku berlalu dengan cepat. Perasaan ini seperti berkendara di dalam mobil balap. Dalam sekejap, aku sudah tiba di lampu merah perempatan dekat dengan perumahan kami.

Train to The DungeonTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang