Bab 29: Penyerbuan Solo

23 3 1
                                    

Aku dan Lisa sampai di dalam dungeon. Ketika kami keluar dari gerbong DRT, stasiun dungeon tampak lengang. Hanya ada kami berdua di sini. Biasanya, minimal ada seratus Venator dalam satu waktu yang masuk ke dalam dungeon.

"Arka, apa benar tidak apa-apa hanya kita berdua?" tanya Lisa. Gadis itu berjalan keluar dari stasiun mengikutiku.

Aku berbalik padanya. "Tidak apa-apa, aku bisa mengatasinya."

"Hanya sendiri?"

Aku mengangguk sembari mengeluarkan kedua senjataku, Grasscutter dan Crimson Edge.

"Apakah kamu Venator Peringkat S atau sejenisnya?" tanya Lisa, tiba-tiba. Aku terkejut, ternyata Denis bahkan tidak bilang kalau aku Venator Tanpa Peringkat.

"Bukan, aku bukan Venator Peringkat S," jawabku.

Di dalam dungeon tersebut ada sepuluh mulut gua yang merupakan jalur labirin berliku, yang bisa menyesatkan Venator. Salah satu di antara labirin itu adalah jalan menuju lokasi bos. Aku mengaktifkan Super Sense untuk mencari hawa keberadaan bos dungeon ini.

Energi yang kuat memancar dari mulut gua nomor tiga dari samping. Saat aku menatap ke mulut gua tersebut, terasa seperti ada tekanan dan hawa mencekam yang lebih dominan di bandingkan gua lainnya. Itu pasti lokasi bos. Sementara itu, kemampuan Super Sense ku juga ternyata bisa merasakan hawa keberadaan monster lain.

Kakiku yang menapak di tanah terhubung dengan seluruh area di dalam dungeon, membuat mataku seakan bisa melihat bagian lain di dalam dungeon. Kemampuan ini membuatku tidak hanya bisa mencari keberadaan musuh, tapi juga memperkirakan dengan persis jumlah mereka.

Bibirku bergumam sembari menghitung. "Totalnya, kira-kira ada 300 monster di dungeon ini." Aku tersenyum tipis, tidak sabar untuk membunuh monster-monster tersebut.

Selain keberadaan monster, sensor dari kulitku juga mengirimkan informasi keberadaan sejenis tumbuhan di salah satu labirin. Aku bisa melihat dengan jelas visual tumbuhan tersebut di dalam kepala. Batangnya berwarna hitam, bunganya seperti mawar, hanya saya kelopaknya memiliki pola asimetris berwarna emas dan perak.

"Lisa, apa nama tumbuhan yang kalian cari?" tanyaku, tiba-tiba.

"Cadaliflower," jawab gadis itu sambil mendorong tangkai kacamata bundarnya yang melorot ke hidung.

"Apa kalian sudah tahu dimana letak tumbuhan itu?"

Lisa menggeleng. "Informasi yang diberikan Asosiasi Venator bisa dipercaya, tumbuhan itu ada di dalam dungeon Stasiun Klender, tapi untuk letak pastinya mereka juga tidak tahu. Mau tidak mau kita harus menelusuri labirin ini satu per satu."

Lisa menundukkan kepalanya, merasa bersalah karena sepertinya tugas ini akan merepotkanku.

"Cadaliflower memiliki bunga berwarna emas dan perak, benar?"

Ucapanku membuat Lisa terkejut, tapi gadis itu seketika menjawab, "Iya, benar. Itu Cadaliflower. Tangkainya hitam, ukuran batang sampai bunganya sekitar 30 cm."

Ternyata benar, yang tadi kulihat adalah bunga Cadaliflower.

"Soal lokasi, aku tahu dimana keberadaan bunga itu," kataku.

"Bagaimana mungkin?" Lisa tercekat. "Apa orang dari Asosiasi Venator yang memberitahu?"

"Tidak," kataku sambil menempelkan jari di bibir, memberikan isyarat pada Lisa. "Mulai dari sini, semua yang kamu lihat tidak boleh diceritakan kepada siapa pun."

"Termasuk Denis?"

"Kecuali Denis."

Lisa mengangguk. "Aku mengerti, tapi izinkan aku bertanya ya nanti."

Train to The DungeonTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang